/0/27447/coverbig.jpg?v=3b31b36cfa4efff0740dd4090ff9b257&imageMogr2/format/webp)
Ardena Alverio, seorang anggota pasukan khusus dengan kemampuan tempur luar biasa dan kecerdasan strategi yang sulit ditandingi. Ia selalu berada di garis depan, melindungi negaranya tanpa pernah ragu. Namun, pengkhianatan datang bukan dari musuh, melainkan dari dalam negaranya sendiri. Ia dijebak, dikhianati, dan akhirnya harus menghadapi kematian yang tragis. Ketika ia membuka mata, Ardena terbangun dalam tubuh wanita asing bernama Lyra Elvine-seorang janda muda yang bisu, lemah, dan sering diremehkan orang sekitar. Lebih mengejutkan lagi, Lyra memiliki tiga anak kembar yang masih kecil dan bergantung sepenuhnya padanya. Bisu? Dunia terkejut saat Lyra tiba-tiba bisa berbicara dengan suara yang lantang. Lemah? Mantan tentara bayaran mulai bersujud, menyebutnya "Bos." Tak berguna? Seorang hacker jenius memanggilnya "idola," sementara seorang ahli medis terkenal memohon untuk menjadi muridnya. Namun, ada satu hal yang membuat Ardena kewalahan-ia tidak pernah belajar bagaimana menjadi seorang ibu. Kini, di antara senjata, strategi, dan dunia penuh intrik, ia harus berjuang menjalani kehidupan baru: bukan hanya sebagai seorang pejuang, tetapi juga sebagai seorang ibu bagi tiga anak yang menatapnya dengan penuh harapan.
Hujan deras mengguyur tanpa ampun malam itu. Suara gemuruh petir menggetarkan langit, seakan ikut menertawakan tragedi yang menimpa seorang prajurit wanita bernama Ardena Alverio.
Tubuhnya terbaring di tanah basah penuh lumpur, darah mengalir dari luka tembak di dadanya. Nafasnya tersengal, matanya berusaha tetap terbuka meski pandangan mulai kabur.
"Jadi... ini akhirnya?" gumamnya lirih, suara nyaris tak terdengar di tengah derasnya hujan.
Kenangan-kenangan melintas cepat di benaknya-misi-misi berbahaya yang ia jalani, rekan-rekan yang gugur di medan perang, dan sumpah setianya pada negara yang kini menusuknya dari belakang.
Ardena adalah bagian dari Unit Bayangan Hitam, pasukan khusus elit yang hanya diisi orang-orang terbaik. Ia dikenal sebagai "Hantu Perang," sosok yang tak pernah gagal dalam misi. Namun justru karena keberhasilannya, ia menjadi ancaman bagi mereka yang berkuasa.
Pengkhianatan itu datang dari orang yang paling ia percayai. Sebuah operasi yang seharusnya penyelamatan, berubah menjadi jebakan. Rekannya menarik pelatuk, peluru menembus dadanya, lalu meninggalkannya sendirian di hutan perbatasan.
"Aku... mati?" pikir Ardena getir.
Gelap menyelimuti.
Namun, saat ia mengira perjalanannya sudah berakhir, sesuatu yang tak masuk akal terjadi.
Ardena membuka matanya. Cahaya terang menusuk pandangan. Ia meringis, lalu menyadari tubuhnya terasa berbeda-ringkih, lemah, dan... asing.
"Apa... ini?"
Suara itu... miliknya. Tapi tubuhnya? Tidak.
Tangannya gemetar saat ia mengangkatnya. Kulit halus, bukan tangan keras terlatih milik seorang prajurit. Tubuhnya terasa ringan, bahkan terlalu rapuh.
Ia duduk terhuyung di atas ranjang kayu reyot. Ruangan sempit menyambut pandangan, dengan dinding kusam dan bau lembab menusuk hidung.
Sebelum ia sempat memahami situasinya, terdengar suara gaduh.
"Ma! Ma!"
Tiga anak kecil berlari masuk, wajah mereka penuh keringat dan mata sembab. Mereka menatapnya dengan mata berbinar, seakan melihat sesuatu yang mustahil.
"Ma... Mama bicara?" suara anak perempuan paling kecil tercekat, matanya membesar.
Ardena tersentak. Bicara?
Saat itu ia sadar-memori samar tubuh ini ikut masuk ke dalam kepalanya. Tubuh yang ia tempati sekarang adalah Lyra Elvine, seorang wanita muda yang bisu sejak kecil, ditinggalkan suaminya, dan hidup miskin bersama tiga anak kembarnya.
"..." Ardena terdiam. Ia, seorang pasukan khusus yang dilatih untuk menghadapi perang, kini terjebak dalam tubuh seorang wanita yang selama ini dianggap bisu, lemah, dan tak berguna.
"Mama... kau bicara, kan? Aku dengar, aku dengar jelas!" Anak laki-laki yang tampak paling tua menatapnya dengan ekspresi penuh harap.
Ardena menelan ludah. Kata-kata sulit keluar, tapi ia memaksakan diri.
"Ya..." ucapnya dengan suara serak.
Ketiga anak itu menutup mulut mereka, kaget luar biasa.
Hari-hari berikutnya menjadi awal adaptasi yang berat bagi Ardena.
Tubuh Lyra sangat lemah, bahkan berjalan sebentar saja membuatnya terengah. Rumahnya hampir roboh, persediaan makanan nyaris tak ada, dan anak-anak itu... mereka bergantung sepenuhnya pada dirinya.
"Apa aku... benar-benar diberi kehidupan kedua?" pikirnya dalam hati.
Sebagai prajurit, Ardena terbiasa menghadapi kematian, bukan mengasuh anak. Baginya, membongkar bom jebakan lebih mudah daripada menenangkan anak kecil yang menangis karena lapar.
Namun, satu hal yang tak berubah dari dirinya: insting bertahan hidup.
Ardena mulai bergerak. Ia mempelajari kembali tubuh barunya, menguatkannya sedikit demi sedikit. Ia mencari cara untuk memenuhi kebutuhan dasar. Ia tak ingin tiga anak ini mati kelaparan.
Suatu sore, ia membawa anak-anak ke pasar kecil di desa. Tatapan orang-orang langsung mengarah padanya.
"Itu... bukan Lyra Elvine? Katanya bisu, kan?"
"Kau salah lihat. Mana mungkin dia bicara."
"Aku dengar sendiri tadi, anak-anaknya memanggilnya 'Mama'."
Bisik-bisik menyebar cepat. Ardena tak peduli. Namun, di dalam hati ia sadar-kehidupan barunya tak akan mudah.
Di tengah keramaian pasar, langkah kakinya terhenti. Sekelompok pria berbadan besar menatapnya dengan senyum sinis. Mereka jelas bukan penduduk desa biasa.
Salah satu dari mereka mendekat. "Hei, kau Lyra, kan? Kau punya hutang pada kami. Jangan kira bisa lari."
Ardena merasakan insting lamanya bangkit. Gerakan tubuh para pria itu, cara mereka berdiri, semuanya-jelas tentara bayaran kelas rendah.
Tiga anak di belakangnya gemetar ketakutan.
"Mama...," bisik salah satunya, suaranya hampir menangis.
Ardena menghela napas panjang. Ia menatap tajam, mata dingin yang dulu membuat lawan di medan perang ciut nyali.
"Aku akan bicara dengan kalian," katanya datar.
Pria itu terkejut mendengar suara Lyra. "Kau... bicara?"
Dalam sekejap, tubuh rapuh Lyra bergerak dengan kecepatan dan presisi yang mustahil dilakukan wanita lemah. Tangan Ardena menghantam pergelangan pria itu, membuat senjatanya terjatuh, lalu menendangnya hingga terjengkang ke tanah.
Kerumunan pasar terdiam.
Ketiga anaknya melongo, tak percaya.
"Mama... kau... hebat sekali!"
Ardena berdiri tegak, menatap para tentara bayaran yang tersisa.
"Aku bukan orang yang bisa kalian permainkan."
Pria-pria itu saling pandang, lalu mundur dengan wajah pucat.
Malam itu, di rumah reyotnya, anak-anak duduk mengelilinginya dengan mata berbinar.
"Mama, tadi kau seperti pahlawan!" seru anak laki-laki sulung.
"Aku ingin belajar seperti Mama!" tambah si kembar perempuan dengan semangat.
"Kau akan melindungi kami selamanya, kan?" bisik si bungsu dengan mata berkaca-kaca.
Ardena terdiam. Pertanyaan terakhir menusuk hatinya.
Ia terbiasa melindungi negara, melindungi misi, melindungi rahasia. Tapi melindungi tiga anak kecil yang memandangnya dengan begitu tulus? Itu tantangan yang jauh lebih besar.
Ardena menghela napas panjang, lalu mengusap kepala mereka satu per satu.
"Ya... Aku akan melindungi kalian. Itu janjiku."
Dan di dalam hatinya, ia bertekad-jika kehidupan keduanya diberikan untuk hidup sebagai Lyra Elvine, maka ia akan menjalaninya. Bukan sebagai prajurit bayangan, melainkan sebagai seorang ibu sekaligus pejuang.
Bab 1 berusaha tetap terbuka
25/08/2025
Bab 2 Tiga anak kembar
25/08/2025
Bab 3 menimbulkan suara mencekam
25/08/2025
Bab 4 bayaran sudah ditarik
25/08/2025
Bab 5 sementara pikirannya berputar cepat
25/08/2025
Bab 6 gudang penyimpanan
25/08/2025
Bab 7 Semalam aku menangkap komunikasi aneh
25/08/2025
Bab 8 Apa aku benar-benar bisa jadi seorang ibu
25/08/2025
Bab 9 kalian ingin anak-anakku
25/08/2025
Bab 10 mereka datang lagi
25/08/2025
Bab 11 tubuhnya penuh luka
25/08/2025
Bab 12 berusaha menghibur
25/08/2025
Bab 13 memulihkan luka
25/08/2025
Bab 14 semalaman
25/08/2025
Bab 15 pertahanan bukanlah jawaban
25/08/2025
Bab 16 menyelamatkan nyawa Lyra
25/08/2025
Bab 17 rahasia di perbatasan
25/08/2025
Bab 18 memandang jauh ke pepohonan
25/08/2025
Bab 19 lama kita menunggu
25/08/2025
Bab 20 menyelesaikan giliran panjang
25/08/2025
Bab 21 ruang utama
25/08/2025
Bab 22 segera terjadi
25/08/2025
Bab 23 wajahnya penuh bekas luka
25/08/2025
Bab 24 mereka yang baru saja bersumpah setia
25/08/2025
Bab 25 melahap gudang
25/08/2025
Bab 26 cepat atau lambat
26/08/2025
Bab 27 sekadar patroli
26/08/2025
Bab 28 Keesokan malamnya
26/08/2025
Bab 29 Tidak kusangka
26/08/2025
Bab 30 momen tenang
26/08/2025
Bab 31 sesuatu yang akan terjadi
26/08/2025
Bab 32 Mata hijau gadis itu
26/08/2025
Bab 33 tidak terlihat oleh mata luar
26/08/2025
Bab 34 Ceritakan semuanya
26/08/2025
Bab 35 bukan sekadar misi pengintaian
26/08/2025
Bab 36 memeriksa
26/08/2025
Bab 37 Mereka mungkin mulai menyadari
26/08/2025
Bab 38 kesunyian
26/08/2025
Bab 39 semua aktif
26/08/2025
Bab 40 memberi tanda setiap celah aman
26/08/2025
Buku lain oleh Amanda Devina
Selebihnya