Bingkai Suami, Keadilan Sengit Istri

Bingkai Suami, Keadilan Sengit Istri

Gavin

5.0
Komentar
325
Penayangan
18
Bab

Suamiku, Baskara Aditama, adalah jaksa bintang di Jakarta, pria yang menyelamatkanku dari masa lalu yang kelam. Atau begitulah yang kupikirkan. Nyatanya, dialah pria yang mengirimku ke penjara, menjebakku atas kejahatan yang tidak kulakukan demi melindungi mantan pacarnya, Valerie. Tiga tahunku di Lapas Cipinang adalah pusaran beton dan seragam abu-abu yang monoton. Wanita yang masuk ke sana, seorang desainer grafis sukses yang mencintai suaminya, telah mati di dalam. Saat aku akhirnya dibebaskan, aku berharap melihatnya, tetapi dia malah mengirim seorang asisten untuk "membersihkan energi burukku." Lalu aku melihat mereka: Baskara dan Valerie, mengadakan pesta "selamat datang" untukku, wanita yang mereka jebloskan ke balik jeruji besi. Mereka memamerkanku, memaksaku minum sampanye sampai aku mengalami pendarahan internal akibat tukak lambung yang pecah. Baskara, sang pelindung setia, langsung bergegas ke sisi Valerie, meninggalkanku yang bersimbah darah di lantai. Dia bahkan memalsukan laporan medisku, menyalahkan kondisiku pada alkohol. Aku terbaring di ranjang rumah sakit itu, sisa-sisa harapan terakhirku layu dan mati. Aku tidak bisa menangis. Perasaan ini terlalu dalam untuk ditangisi. Aku hanya tertawa, suara yang liar dan gila. Aku ingin menghancurkannya. Bukan penjara. Aku ingin dia kehilangan segalanya. Kariernya. Reputasinya. Valerie-nya yang berharga. Aku ingin dia merasakan apa yang kurasakan.

Bab 1

Suamiku, Baskara Aditama, adalah jaksa bintang di Jakarta, pria yang menyelamatkanku dari masa lalu yang kelam. Atau begitulah yang kupikirkan.

Nyatanya, dialah pria yang mengirimku ke penjara, menjebakku atas kejahatan yang tidak kulakukan demi melindungi mantan pacarnya, Valerie.

Tiga tahunku di Lapas Cipinang adalah pusaran beton dan seragam abu-abu yang monoton. Wanita yang masuk ke sana, seorang desainer grafis sukses yang mencintai suaminya, telah mati di dalam. Saat aku akhirnya dibebaskan, aku berharap melihatnya, tetapi dia malah mengirim seorang asisten untuk "membersihkan energi burukku."

Lalu aku melihat mereka: Baskara dan Valerie, mengadakan pesta "selamat datang" untukku, wanita yang mereka jebloskan ke balik jeruji besi. Mereka memamerkanku, memaksaku minum sampanye sampai aku mengalami pendarahan internal akibat tukak lambung yang pecah.

Baskara, sang pelindung setia, langsung bergegas ke sisi Valerie, meninggalkanku yang bersimbah darah di lantai. Dia bahkan memalsukan laporan medisku, menyalahkan kondisiku pada alkohol.

Aku terbaring di ranjang rumah sakit itu, sisa-sisa harapan terakhirku layu dan mati. Aku tidak bisa menangis. Perasaan ini terlalu dalam untuk ditangisi. Aku hanya tertawa, suara yang liar dan gila.

Aku ingin menghancurkannya. Bukan penjara. Aku ingin dia kehilangan segalanya. Kariernya. Reputasinya. Valerie-nya yang berharga. Aku ingin dia merasakan apa yang kurasakan.

Bab 1

Baskara Aditama adalah jaksa bintang di Jakarta. Dia menjebloskan para penjahat, dan seisi kota memujanya. Di TV, dia karismatik dan penuh kebenaran. Di rumah, dia adalah suamiku. Kukira dialah pria yang telah menyelamatkanku dari masa lalu yang kelam.

Aku salah. Dialah pria yang mengirimku ke penjara.

Dia menjebakku atas kejahatan yang tidak kulakukan. Pembunuhan tidak berencana dengan kendaraan. Dia berdiri di pengadilan dan menggunakan trauma terdalam dan paling pribadiku untuk melawanku, melukiskan gambaran seorang wanita yang kalap dan membunuh ayahnya sendiri yang abusif. Para juri memercayainya. Mereka memberiku tiga tahun.

Pembunuh sebenarnya adalah Valerie Gunawan, mantan pacarnya dari fakultas hukum. Seorang pengacara korporat cantik dan tidak stabil yang selalu merasa menjadi tanggung jawabnya. Dia telah membuat lima janji padanya, dan melindunginya dari tuduhan pembunuhan akibat DUI adalah salah satunya.

Tiga tahunku di Lapas Cipinang adalah pusaran beton dan seragam abu-abu yang monoton. Wanita yang masuk ke sana, seorang desainer grafis sukses yang mencintai suaminya, telah mati di dalam. Hari itu, saat Baskara datang untuk kunjungan terakhirnya sebelum persidanganku, dia memegang tanganku melalui kaca tebal di ruang kunjungan.

"Percayalah padaku, Kirana," katanya, suaranya rendah dan meyakinkan. "Ini satu-satunya cara. Untuk kita."

Aku telah memercayainya. Dan itu menghancurkanku.

Kini, gerbang baja yang berat itu berderit terbuka. Kebebasan. Udara, yang pekat dengan bau hujan dan asap knalpot, terasa asing setelah tiga tahun menghirup udara penjara yang didaur ulang. Aku berharap melihat sedan hitamnya yang ramping menunggu. Aku berharap melihatnya.

Sebuah mobil yang berbeda berhenti, sedan perak biasa.

Seorang pria muda berjas yang tidak kukenali keluar. Dia tampak gugup.

"Ibu Aditama?" tanyanya, suaranya sedikit pecah.

Nama itu terasa seperti kostum yang dipaksa kupakai. Aku tidak menjawab, hanya menatapnya dengan ekspresi datar yang sama yang telah kusempurnakan di selku. Wajahku lebih tirus, mataku menyimpan kekosongan yang sebelumnya tidak ada di sana.

Asisten itu, yang bingung dengan keheninganku, membuka pintu belakang. Sebelum aku bisa masuk, dia mengeluarkan seikat kecil daun sage dari sakunya dan sebuah pemantik. Dia menyalakan ujungnya, dan gumpalan asap tebal yang memuakkan memenuhi udara. Dia mengibaskannya di sekitar tubuhku, sebuah ritual yang canggung dan kaku.

"Apa yang kamu lakukan?" suaraku serak, tidak terbiasa berbicara lebih dari bisikan.

Dia terlonjak, kaget. "Perintah Pak Baskara. Beliau bilang... untuk membersihkan energi buruk. Sebelum Ibu pulang."

Membersihkanku. Penghinaan itu adalah beban dingin yang akrab di perutku. Dia bahkan tidak datang sendiri. Dia mengirim seorang anak laki-laki untuk melakukan ritual penyucian padaku, seolah-olah aku adalah rumah berhantu, bukan istrinya yang kembali dari penjara yang dia ciptakan untukku.

"Begitukah dia menyebutnya?" tanyaku, kata-kataku tajam. "Energi buruk?"

Aku tidak menunggu jawaban. Aku masuk ke kursi belakang, gerakan itu memicu serangkaian kenangan.

Malam itu terjadi. Lampu yang berkedip. Suara logam dan tulang yang berderak mengerikan. Valerie, mabuk dan histeris, di belakang kemudi mobilku. Ayahku yang terasing, seorang pria yang hanya pernah memberiku rasa sakit, terbaring hancur di trotoar.

Aku telah menatap Baskara, suamiku, sang jaksa, mengharapkan keadilan. Aku memercayainya.

"Aku akan urus ini," janjinya, menarikku menjauh dari tempat kejadian, lengannya terasa menenangkan di sekelilingku.

Versi "mengurusnya" adalah berdiri di hadapan hakim dan juri dan mengkhianatiku dengan cara yang paling publik. Dia merinci tahun-tahun pelecehan yang kuderita di tangan ayahku, bukan sebagai tragedi yang telah kuatasi, tetapi sebagai motif. Dia memutarbalikkan rasa sakitku menjadi senjata dan mengarahkannya tepat ke jantungku.

Ruang sidang terkesiap. Para wartawan mencatat dengan panik. Aku merasakan ratusan mata menatapku, menelanjangiku. Aku tidak bisa bernapas. Dunia menjadi gemuruh yang teredam, dan yang bisa kulihat hanyalah wajah Baskara, tampan dan tenang, saat dia secara metodis membongkar hidupku.

Dia memenangkan kasusnya. Aku divonis bersalah atas pembunuhan ayah.

Setelah putusan, di sebuah ruangan kecil yang steril, aku akhirnya bisa bertanya mengapa. Wajahnya adalah topeng penyesalan, tetapi matanya tegas.

"Aku sudah berjanji padanya, Kirana. Dulu sekali. Aku harus menepatinya."

Dia berbicara tentang trauma Valerie sendiri, sebuah cerita yang telah dia ceritakan sedikit demi sedikit kepadaku, sebuah peristiwa yang membuatnya membawa rasa bersalah yang sangat besar dan menyesakkan. Dia harus melindunginya. Dia harus menyelamatkannya.

"Setelah ini selesai," bisiknya, tangannya di pintu, "setelah dia stabil, kita akan kembali seperti dulu. Jalani saja hukumanmu. Bersikap baiklah. Aku akan menunggumu."

Tawa pahit keluar dari bibirku saat itu, suara yang serak karena ketidakpercayaan dan patah hati. Aku telah mendedikasikan hidupku untuknya. Aku telah mendukung kariernya, mendampinginya melalui setiap malam yang larut dan kasus bertekanan tinggi. Aku ingat hal-hal kecil, cara dia memegang tanganku di bawah meja saat makan malam mewah, kepastian yang tenang di matanya ketika masa laluku menghantuiku. Dia adalah pelabuhan amanku.

Sekarang aku tahu yang sebenarnya. Prioritasnya selalu Valerie. Luka terdalamku, yang hanya pernah kutunjukkan padanya, hanyalah alat untuk dia gunakan. Kerusakan tambahan dalam usahanya untuk menjadi penyelamat Valerie.

"Jangan mengajukan banding," sarannya, suaranya berubah menjadi nada profesional seorang jaksa lagi. "Itu akan terlihat lebih baik untuk sidang pembebasan bersyaratmu. Percayai saja strategiku."

Dia masih memakai cincin kawinnya. "Aku masih mencintaimu, Kirana. Aku masih suamimu."

Percayai dia. Kata-kata itu bergema dalam keheningan mobil.

Kilas balik itu berakhir tiba-tiba, membawaku kembali ke sedan perak, aroma daun sage masih melekat di udara. Mataku kering. Aku sudah lama tidak menangis. Saluran air mataku terasa hangus, terbakar dari dalam.

Mobil melambat. Kami tidak menuju ke apartemen kami di pusat kota. Kami berada di lingkungan yang trendi dan mewah, berhenti di sebuah restoran dengan jendela kaca besar dan teras luar ruangan.

Melalui jendela, aku melihatnya.

Baskara.

Dia berdiri, tersenyum, mengangkat gelas ke sekelompok orang. Dan kemudian dia berbalik, senyumnya melebar saat seorang wanita mendekatinya.

Valerie.

Dia mengaitkan lengannya ke lengan Baskara, dan Baskara membungkuk untuk mencium pipinya. Gerakan itu mudah, akrab.

Asistenku berdeham. "Pak Baskara dan Bu Valerie mengatur pesta selamat datang kecil untuk Ibu."

Sebuah pesta. Direncanakan oleh wanita yang menjebloskanku ke penjara. Diselenggarakan oleh pria yang memastikan aku tetap di sana.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Gavin

Selebihnya
Putra Rahasianya, Aib Publiknya

Putra Rahasianya, Aib Publiknya

Modern

5.0

Namaku Alina Wijaya, seorang dokter residen yang akhirnya bertemu kembali dengan keluarga kaya raya yang telah kehilangan aku sejak kecil. Aku punya orang tua yang menyayangiku dan tunangan yang tampan dan sukses. Aku aman. Aku dicintai. Semua itu adalah kebohongan yang sempurna dan rapuh. Kebohongan itu hancur berkeping-keping pada hari Selasa, saat aku menemukan tunanganku, Ivan, tidak sedang rapat dewan direksi, melainkan berada di sebuah mansion megah bersama Kiara Anindita, wanita yang katanya mengalami gangguan jiwa lima tahun lalu setelah mencoba menjebakku. Dia tidak terpuruk; dia tampak bersinar, menggendong seorang anak laki-laki, Leo, yang tertawa riang dalam pelukan Ivan. Aku tak sengaja mendengar percakapan mereka: Leo adalah putra mereka, dan aku hanyalah "pengganti sementara", sebuah alat untuk mencapai tujuan sampai Ivan tidak lagi membutuhkan koneksi keluargaku. Orang tuaku, keluarga Wijaya, juga terlibat dalam sandiwara ini, mendanai kehidupan mewah Kiara dan keluarga rahasia mereka. Seluruh realitasku—orang tua yang penuh kasih, tunangan yang setia, keamanan yang kukira telah kutemukan—ternyata adalah sebuah panggung yang dibangun dengan cermat, dan aku adalah si bodoh yang memainkan peran utama. Kebohongan santai yang Ivan kirimkan lewat pesan, "Baru selesai rapat. Capek banget. Kangen kamu. Sampai ketemu di rumah," saat dia berdiri di samping keluarga aslinya, adalah pukulan terakhir. Mereka pikir aku menyedihkan. Mereka pikir aku bodoh. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Buku serupa

Bosku Kenikmatanku

Bosku Kenikmatanku

Juliana
5.0

Aku semakin semangat untuk membuat dia bertekuk lutut, sengaja aku tidak meminta nya untuk membuka pakaian, tanganku masuk kedalam kaosnya dan mencari buah dada yang sering aku curi pandang tetapi aku melepaskan terlebih dulu pengait bh nya Aku elus pelan dari pangkal sampai ujung, aku putar dan sedikit remasan nampak ci jeny mulai menggigit bibir bawahnya.. Terus aku berikan rangsang an dan ketika jari tanganku memilin dan menekan punting nya pelan "Ohhsss... Hemm.. Din.. Desahannya dan kedua kakinya ditekuk dilipat kan dan kedua tangan nya memeluk ku Sekarang sudah terlihat ci jeny terangsang dan nafsu. Tangan kiri ku turun ke bawah melewati perutnya yang masih datar dan halus sampai menemukan bukit yang spertinya lebat ditumbuhi bulu jembut. Jari jariku masih mengelus dan bermain di bulu jembutnya kadang ku tarik Saat aku teruskan kebawah kedalam celah vaginanya.. Yes sudah basah. Aku segera masukan jariku kedalam nya dan kini bibirku sudah menciumi buah dadanya yang montok putih.. " Dinn... Dino... Hhmmm sssttt.. Ohhsss.... Kamu iniii ah sss... Desahannya panjang " Kenapa Ci.. Ga enak ya.. Kataku menghentikan aktifitas tanganku di lobang vaginanya... " Akhhs jangan berhenti begitu katanya dengan mengangkat pinggul nya... " Mau lebih dari ini ga.. Tanyaku " Hemmm.. Terserah kamu saja katanya sepertinya malu " Buka pakaian enci sekarang.. Dan pakaian yang saya pake juga sambil aku kocokan lebih dalam dan aku sedot punting susu nya " Aoww... Dinnnn kamu bikin aku jadi seperti ini.. Sambil bangun ke tika aku udahin aktifitas ku dan dengan cepat dia melepaskan pakaian nya sampai tersisa celana dalamnya Dan setelah itu ci jeny melepaskan pakaian ku dan menyisakan celana dalamnya Aku diam terpaku melihat tubuh nya cantik pasti,putih dan mulus, body nya yang montok.. Aku ga menyangka bisa menikmati tubuh itu " Hai.. Malah diem saja, apa aku cuma jadi bahan tonton nan saja,bukannya ini jadi hayalanmu selama ini. Katanya membuyarkan lamunanku " Pastinya Ci..kenapa celana dalamnya ga di lepas sekalian.. Tanyaku " Kamu saja yang melepaskannya.. Kata dia sambil duduk di sofa bed. Aku lepaskan celana dalamku dan penislku yang sudah berdiri keras mengangguk angguk di depannya. Aku lihat di sempat kagett melihat punyaku untuk ukuran biasa saja dengan panjang 18cm diameter 4cm, setelah aku dekatkan ke wajahnya. Ada rasa ragu ragu " Memang selama ini belum pernah Ci melakukan oral? Tanyaku dan dia menggelengkan kepala

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku