Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
4.6
Komentar
12.3K
Penayangan
40
Bab

Bila seorang ayah tak mau lagi bertanggung jawab atas keluarganya, maka kewajiban anaklah yang akan menanggungnya. Sama seperti yang dilakukan oleh seorang Aleya Cantika Saraswati, wanita cantik nan ayu juga pintar kala menanti kabar sang ayah nun jauh di sana seraya mengharapkan tanggung jawab sang ayah terhadap keluarganya.Bertahun-tahun meninggalkan keluarga dan hilang tanpa jejak membuat Aleya nekat untuk mencari tahu keberadaan rimba sang ayah. Namun karena tekadnya jualah takdir mempertemukan Aleya dengan beberapa kaum adam yang berbeda usia, status juga kasta. Berbagai konflik dan intrik pun segera bermunculan ketika salah satu di antara mereka saling menyatakan perasaan pada Aleya. Cinta yang datang tiba-tiba membuat Aleya kehilangan arah namun hal itu membuat Aleya semakin mantap untuk menemukan sang ayah yang telah hilang. Bila angan dan harapan menjadi kenyataan, namun semuanya adalah awal mimpi buruk Aleya, apa yang akan dilakukanya ketika impian tak sesuai dengan kenyataan saat bertemu dengan sang ayah? Apakah Aleya akan sanggup menerima keputusan sang ayah dan meninggalkannya atau sebaliknya, membawa kembali sang ayah kepada keluarganya dan mempertemukannya dengan istri juga kedua adiknya?

Bab 1 Air Mata Terakhir

"Kenapa ... kenapa aku harus hidup dalam kubangan penuh dosa! Kenapa aku tak bisa memanggil seseorang yang berharga dalam hidupku! Apa memang Tuhan tak izinkan aku untuk memanggilmu ... Ayah."

Tangis Aleya seketika pecah kala wanita malang itu harus melihat sang lelaki hebat dan gagah di matanya harus pergi meninggalkan dirinya dan keluarganya. Sang mama, hanyalah pekerja serabutan yang harus membanting tulang demi mencukupi dan memenuhi kebutuhan dirinya dan kedua adiknya yang masih bersekolah. Sementara sang ayah, melanglang buana ke negeri orang dan tiada berkabar, entah apakah masih teringat akan istri dan anak-anaknya.

Aleya Cantika Saraswati, nama sebuah nama yang diberikan dengan begitu indah dan sempurna. Nama yang indah untuk wanita yang seharusnya memiliki nasib baik dan jauh dari kata 'malang'. Namun, baginya, pemberian nama yang indah dan bagus tak selalu menjamin nasib baik dan mujur akan selalu berpihak padanya. Aleya adalah seorang gadis yang akan beranjak menjadi seorang wanita dewasa cantik, ayu dan mempesona. Rambut hitam legam terurai yang selalu bersinar kala sinar menerpa, mata bulat coklat almond, wajah oval dengan bulu mata lentik dan bibir tebal bagian bawah yang berwarna merah alami. Sungguh, ciptaan Tuhan yang sangat sempurna ... di mata kaum adam, tentunya.

Kepergian sang ayah ke luar negeri membuat Aleya mau tak mau harus membantu sang mama yang tak lagi berusia muda. Sang mama yang hanya pekerja serabutan terkadang masih harus berhutang pada seorang debt collector berhati batu dan sedingin Arktik, Bayu Yoga Pradana. Nama yang cukup bagus untuk seorang debt collector, tapi dia bukanlah debt collector sembarangan! Dia hanya meminjamkan uangnya pada orang-orang 'tertentu' dan tak semua orang bisa meminjam dengan mudah padanya. Parasnya yang rupawan, tubuhnya yang tiada berlemak, rambut pendek yang selalu dibiarkan acak-acakan, juga tato sebuah nama dengan awalan huruf 'A' yang tergambar cukup jelas di tengkuk leher sang debt collector.

"Mbak (panggilan sang mama untuk Aleya), ada apa, Ma?" sahut Aleya yang sedang menyiapkan keperluan adiknya, Kija yang berumur 10 tahun.

"Apa ayahmu sudah ada kabar?"

Aleya menghentikan tangannya yang sedang memasukkan buku ke dalam tas Kija dan mengalihkan pandangannya ke sang mama.

Dengan gelengan kepala, dia menjawab, "Belum, Ma. Ayah sama sekali belum ada kabar."

"Sudah hampir 3 tahun ayahmu pergi ke negeri seberang, tapi selama itu pula dia tiada berkabar. Apakah ayahmu memang telah lupa dengan kita?" suara lirih dari seorang wanita paruh baya mulai menghentak batin Aleya.

Dengan pura-pura tersenyum, Aleya berusaha menenangkan sang mama yang terlihat kalut dan jemari gemetar. Yah, sang mama memang memiliki penyakit parkinson, penyakit yang menyerang sistem saraf yang disertai tremor (gemetar pada anggota bagian tubuh tertentu) apabila telah mengalami panik yang berlebih.

"Mama jangan sedih, Ale yakin ayah pasti ingat dengan kita. Mungkin ayah memang sedang sibuk, Ma." Hibur Aleya seraya mengelus pelan dan lembut punggung sang mama.

"Bagaimana denganmu, Mbak? Kamu keluar sekolah demi Mama dan adik-adikmu. Mama mali sebenarnya ... Ma--Ma--Mama--"

Aleya langsung memeluk sang mama di depan adiknya, Kija.

"Sudah, Ma. Sudah. Mama jangan memikirkan hal yang tidak-tidak. Ale sendiri yang ingin keluar dari sekolah. Bukan karena paksaan atau tekanan. Mama jangan menyalahkan diri Mama, ya."

Semakin sang mama menahan untuk tak menangis, semakin Aleya memeluk sang mama dengan erat.

"Kak-Kak." Kija, salah satu adik Aleya berumur 10 tahun menarik-narik kemeja biru navy miliknya

"Ya, ada apa Kija?" Buru-buru ia melepas pelukannya dari sang mama dan menghapus air mata yang sedikit membasahi matanya.

"Itu, mmm---" Kija melihat ke arah sang mama.

"Kija sayang, ada apa, Nak?" Sang Mama kemudian menundukkan tubuhnya dan menyamakan tinggi badan sang putra kedua, Kija.

Seraya melihat ke arah sang kakak, Aleya, Kija mengalihkan lagi pandangannya ke arah sang mama. "Kija, ada apa? Kenapa?" tanya Mama mengusap pinggir wajah sang putra lembut.

"Itu--Kija kemarin dipanggil wali kelas, Kak, Ma." Anak kecil itu lantas menundukkan kepalanya dan tak lama terdengar isakan tangis yang pelan, seakan berusaha ditahan olehnya seraya memainkan jari-jemarinya.

Aleya dan Mama saling berpandangan, "Nanti Kakak yang akan datang ke sekolah dan bicara dengan wali kelasmu. Sekarang, yuk, kita sarapan dan berangkat. Udah hampir telat, lho." Aleya merangkul sang adik yang masih terisak, sementara sang mama mengelus dada dan mencoba menahan tangisnya sekali lagi agar tak pecah dan membuat khawatir anak-anaknya.

'Ya, Tuhan, sebenarnya apa yang dilakukan suami hamba di negeri seberang sana? Kenapa hingga saat ini tak ada satu pun kabar darinya? Apakah dia memang telah melupakan kami?'

****

Aleya dan sang adik, Kija akhirnya tiba di depan gerbang pintu sekolah yang masih dibuka dengan cukup lebar. Sang penjaga sekolah berdiri di samping pagar dan memperhatikan satu per satu murid-murid yang masuk-keluar gerbang sekolah.

"Ayo, Kija kita masuk." Ajak Aleya merangkul Kija.

Namun, tak ada langkah kaki yang bergerak dari anak kecil itu. Kija justru diam mematung menatap sekolahnya yang tergolong bagus di tempat tinggalnya.

"Kija, kenapa malah diam? Ayo masuk, sebentar lagi mau bel masuk," bujuk Aleya.

"Kita--kita pulang saja, Kak. Kija tak mau sekolah. Kija--Kija takut dan malu." Rengek Kija seraya memegang ujung kemeja yang ia kenakan.

"Kija!" panggil salah seorang wanita mengenakan hijab dan berpakaian coklat gading menghampiri mereka berdua.

"Bu Guru," sapa keduanya.

"Selamat pagi, Kija ... Anda--?" tanya seorang wanita yang berusia sekitar 30 tahunan itu sambil menunjuk ke arah Aleya.

"Saya Aleya, Bu Guru. Saya kakaknya Kija." Aleya mengulurkan tangannya pada wanita itu.

"Oh, jadi Anda kakaknya Kija, ya. Saya Sofia. Saya wali kelasnya Kija. Kebetulan jika Anda datang, bisa kita bicara?" tanya Sofia mengurai senyum.

"Bisa, Bu Guru."

"Kakak--" Lagi-lagi Kija menarik ujung kemeja Aleya

"Kija sayang, kamu masuk dulu, ya. Kakak ada perlu dengan wali kelasmu."

Kija, nama yang cukup unik bagi seorang laki-laki. Adik kedua Aleya ini bahkan kerap kali menjadi bahan olokan teman-temannya karena namanya yang sering diplesetkan menjadi 'kijang'. Namun begitu, Kija termasuk anak yang pandai dalam pelajaran atau boleh dikatakan dia adalah salah satu anak yang jenius, sayangnya kepintaran Kija tertutup oleh sifatnya yang pemalu dan tertutup.

"Kija, ayo, masuk dulu. Bu Guru mau ngomong sama Kakakmu, ya." Kali ini Sofia berusaha membujuk Kija yang terlihat tegang dan selalu berada di belakang Aleya.

"Kija, Kakak janji akan menunggumu hingga selesai sekolah."

Sumringah setelah mendengar ucapan sang kakak, Kija, sang adik pun akhirnya luluh dan masuk ke dalam sekolah ditemani sang kakak dan Ibu Sofia, namun tiba-tiba ....

Tin ... tin ... tiiin ....

Bunyi klakson panjang dari sebuah mobil warna merah tua terdengar sangat nyaring melebihi suara bel sekolah yang juga telah berbunyi. Terkejut, Aleya secara spontan langsung menyingkir ke pinggir jalan sambil mengelus dadanya dan menghampiri sang adik yang masih terkejut.

"Kija, kamu ga apa-apa, Sayang?" Aleya langsung mengusap wajah sang adik yang berkeringat dan memeluk erat.

"Kija, kamu ga apa-apa, Nak?" Sofia juga tak kalah khawatir dengan Kija.

Kija melihat sang kakak dan Bu Sofia dengan tatapan sendu, "Kija ga apa-apa, Kak, Bu." Senyumnya.

"Mbak gimana? Ga apa-apa?" Sofia lini mengalihkan irisnya ke arah Aleya.

"E--enggak apa-apa Bu Guru," sahut Aleya berusaha tersenyum.

Tak lama, Aleya melihat sepasang kaki mungil mengenakan sepatu hitam turun dari mobil mewah itu. Seorang anak kecil dengan rupa blasteran, rambut coklat gelap, dan warna retina mata sama seperti rambutnya tengah melihat sekeliling sekolah dari tempat mobilnya berhenti.

"Ini ... sekolahku yang baru?" tanyanya pada seorang wanita berpakaian blazer serba hitam, juga celana panjang model lurus warna hitam dan berkacamata dengan rambut digelung bak SPG.

"Benar, Tuan Reyen. Ini adalah sekolah yang papi Anda pilihkan. Apa Anda tak menyukainya?" tanya wanita itu sambil membetulkan kacamatanya.

"Don't like! Let's go back! You tell my papa, I wanna move. I'm not going school in here! Too pathetic!" Ucapnya kasar langsung masuk ke dalam mobil dan menutup pintu dengan kencang.

Bu Sofia yang melihat kejadian itu langsung menghampiri sedan merah yang terparkir tepat di halaman sekolah yang boleh dikatakan mewah itu.

"Selamat pagi, saya Bu Guru Sofia. Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Sofia ramah mengulas senyum.

"Halo, saya Rebecca, asisten Tuan Reyen." Ucap wanita berparas blasteran itu menundukkan kepalanya.

"Tuan Reyen?" tanya Sofia memasang ekspresi bingung.

Aleya hanya melihat wajah pria kecil blasteran itu dari kejauhan dan mengajak Kija ke kelasnya.

"Kalau begitu, saya antar adik saya dulu, Bu Guru. Nanti saya akan menemui Anda." Ucap Aleya seraya tersenyum ke arah Sofia dan juga Rebecca dan sejenak melirik ke kaca mobil anti-UV yang tertutup rapat.

****

Sampai di depan kelas, Aleya menghentikan langkahnya dan mengantarkan sang adik masuk ke dalam kelas. Kija yang memang tak pandai bergaul, hanya menundukkan kepalanya dan langsung menuju mejanya. Lagi-lagi, Aleya memasang senyum hangat pada adiknya, namun justru mata sendu yang didapat oleh Aleya.

'Kija, kenapa kau memasang ekspresi wajah seperti itu? Apa kau ingin membuat Kakakmu ini menangis lagi? Tak cukupkah air mata yang Kakak keluarkan jadi air mata terakhir bagi keluarga kita?'

Aleya tak lama meninggalkan kelas sang adik dan menuju ruang guru untuk bertemu dengan Bu Sofia. Namun sayangnya, kehadiran murid baru dan blasteran membuat Aleya terlupakan dan tak kunjung bertemu dengan sang wali kelas. Menunggu dan menunggu, Aleya tanpa sadar tertidur saat ia menyandarkan kepalanya ke dinding tembok putih pucat dekat taman di depan ruang guru. Angin sepoi dan bau tanaman segar menambah rasa kantuknya, hingga ....

"Mbak ... Mbak ...Mbak," seseorang tengah mencolek tangan Aleya.

"Oh, Bu--Bu Guru." Terkejutnya sambil mengedipkan matanya yang masih tertahan rasa kantuk.

"Mbak menunggu lama, ya? Maaf, tadi saya mengurus murid baru dulu. Jadi, baru bisa sekarang. Apa kita bisa bicara?" tanya Sofia dengan suara pelan.

"Oh, bi--bisa, Bu. Bisa,"tegas Aleya langsung berdiri.

"Mari, ikut saya."

Aleya dan Sofia akhirnya menuju ruang guru dan duduk bicara empat mata.

"Begini, Mbak. Sebelummya saya minta maaf jika pertanyaan saya sedikit pribadi," ucap Sofia canggung.

"Per--tanyaan pribadi apa, ya, Bu?"

"Apa ayahnya Kija tak pernah kirim uang? Soalnya--" lagi, Sofia merasa canggung dan mengalihkan netranya.

"Soal--nya apa, Bu?"

"Kija suda menunggak pembayaran spp selama 3 bulan, Mbak dan Kepala Sekolah sebenarnya telah memberikan keringanan pada Kija untuk menunda pembayaran spp sekolah, tapi jika bulan depan Kija tetap tak bisa melunasi spp-nya, maka dengan berat hati, pihak sekolah akan men-skorsing Kija sampai ia mampu untuk membayar."

"Baik, Bu Guru. Saya mengerti. Apa masih ada lagi yang ingin Ibu sampaikan?" dengan lirih, Aleya menahan bulir kristal di matanya.

"Itu saja, Mbak. Saya doakan semoga masalah Kija cepat terselesaikan." Senyum Sofia dan berlalu meninggalkan Aleya yang masih duduk di ruang guru.

"Oh, si--silakan, Bu. Saya juga mau keluar."

Akhirnya, tak lama setelah Sofia meninggalkan meja kerjanya, Aleya pun bergegas keluar dari ruang guru. Pandangannya tampak kosong namun sendu melihat ke arah kelas sang adik. Tangannya mengepal kencang seraya menggigit bibir bawahnya dengan kencang, 'Tuhan, apakah ini belum akan jadi air mata terakhirku?'

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh athena_vivian

Selebihnya

Buku serupa

My Doctor genius Wife

My Doctor genius Wife

Romantis

4.8

Setelah menghabiskan malam dengan orang asing, Bella hamil. Dia tidak tahu siapa ayah dari anak itu hingga akhirnya dia melahirkan bayi dalam keadaan meninggal Di bawah intrik ibu dan saudara perempuannya, Bella dikirim ke rumah sakit jiwa. Lima tahun kemudian, adik perempuannya akan menikah dengan Tuan Muda dari keluarga terkenal dikota itu. Rumor yang beredar Pada hari dia lahir, dokter mendiagnosisnya bahwa dia tidak akan hidup lebih dari dua puluh tahun. Ibunya tidak tahan melihat Adiknya menikah dengan orang seperti itu dan memikirkan Bella, yang masih dikurung di rumah sakit jiwa. Dalam semalam, Bella dibawa keluar dari rumah sakit untuk menggantikan Shella dalam pernikahannya. Saat itu, skema melawannya hanya berhasil karena kombinasi faktor yang aneh, menyebabkan dia menderita. Dia akan kembali pada mereka semua! Semua orang mengira bahwa tindakannya berasal dari mentalitas pecundang dan penyakit mental yang dia derita, tetapi sedikit yang mereka tahu bahwa pernikahan ini akan menjadi pijakan yang kuat untuknya seperti Mars yang menabrak Bumi! Memanfaatkan keterampilannya yang brilian dalam bidang seni pengobatan, Bella Setiap orang yang menghinanya memakan kata-kata mereka sendiri. Dalam sekejap mata, identitasnya mengejutkan dunia saat masing-masing dari mereka terungkap. Ternyata dia cukup berharga untuk menyaingi suatu negara! "Jangan Berharap aku akan menceraikanmu" Axelthon merobek surat perjanjian yang diberikan Bella malam itu. "Tenang Suamiku, Aku masih menyimpan Salinan nya" Diterbitkan di platform lain juga dengan judul berbeda.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
ALEYA
1

Bab 1 Air Mata Terakhir

08/11/2021

2

Bab 2 Ke Mana Harus Melangkah

08/11/2021

3

Bab 3 Pemilik Yayasan yang Genit

08/11/2021

4

Bab 4 Duda dan Perawan

08/11/2021

5

Bab 5 Dilemma Duda Tampan

08/11/2021

6

Bab 6 Aku Tak Sanggup Lagi

08/11/2021

7

Bab 7 Tanda Permintaan Maaf

08/11/2021

8

Bab 8 Pemilik Suara Misterius

08/11/2021

9

Bab 9 Bayu Yoga Pradana

08/11/2021

10

Bab 10 Aku Bukan Wanita Murahan!

08/11/2021

11

Bab 11 Aku Akan Memberimu Uang

08/11/2021

12

Bab 12 Bekerja Padaku

08/11/2021

13

Bab 13 Permainan Konyol

08/11/2021

14

Bab 14 Tak Ada Salah Paham, maka Tak Kenal

08/11/2021

15

Bab 15 Saingan Baru!

08/11/2021

16

Bab 16 Aku akan Melindungimu

08/11/2021

17

Bab 17 Aku akan Menjadi Sayapmu

08/11/2021

18

Bab 18 Anak Bermasalah

08/11/2021

19

Bab 19 Berubahlah ...

08/11/2021

20

Bab 20 Bimbang

08/11/2021

21

Bab 21 Aku Tak Butuh Tanganmu!

22/11/2021

22

Bab 22 22 Penasaran

22/11/2021

23

Bab 23 Yang Ditinggalkan

22/11/2021

24

Bab 24 Vienna, Kota Melodi Penuh Luka

22/11/2021

25

Bab 25 Salah Paham Lagi

29/11/2021

26

Bab 26 Apa Kabar, Mantan

29/11/2021

27

Bab 27 Membuka Luka Lama

29/11/2021

28

Bab 28 Apa Kau Senang

29/11/2021

29

Bab 29 Aku Bukan Bonekamu!

29/11/2021

30

Bab 30 Kau Ingin Membodohiku

29/11/2021

31

Bab 31 Masih Punya Muka!

07/12/2021

32

Bab 32 Penuhi Janjimu!

07/12/2021

33

Bab 33 33 Rindu Papa

07/12/2021

34

Bab 34 Dia Menderita!

07/12/2021

35

Bab 35 Khawatir

23/12/2021

36

Bab 36 Jujurlah!

23/12/2021

37

Bab 37 Tak Sengaja Bertemu

23/12/2021

38

Bab 38 Sesuatu Tak Disangka

23/12/2021

39

Bab 39 Kebohongan!

23/12/2021

40

Bab 40 Pegawai Pilihan Sang CEO

23/12/2021