Patah Hati Terlalu Dalam

Patah Hati Terlalu Dalam

Febi Rahmatika

5.0
Komentar
271
Penayangan
30
Bab

Livia Suryani, seorang CEO muda yang telah mengukir nama besar di dunia bisnis kecantikan, dikenal dengan merek skincare "Glow Essence", sebuah perusahaan yang telah mendominasi pasar dengan inovasi dan kualitas luar biasa. Livia, yang biasa dipanggil Liv, tidak hanya sukses secara profesional, tetapi juga memiliki kehidupan pribadi yang tampak sempurna. Ia bertunangan dengan Adrian Wira, pria tampan dan berkarisma yang menjalankan bisnis showroom mobil bekas yang juga berkembang pesat. Keduanya saling mencintai dan merencanakan pernikahan mereka dalam waktu dekat. Sejak awal, hubungan Liv dan Adrian memang terlihat seperti pasangan yang sempurna. Mereka saling mendukung, penuh dengan kasih sayang dan perhatian. Liv merasa sangat beruntung memiliki Adrian, yang selalu ada untuknya, baik dalam kebahagiaan maupun kesulitan. Namun, kebahagiaan Liv berubah drastis pada suatu hari yang tak akan pernah ia lupakan. Pada malam sebelum ulang tahun Adrian, Liv merencanakan kejutan spesial untuk tunangannya. Ia ingin menunjukkan betapa dalamnya cintanya kepada Adrian, dengan membuat malam itu penuh dengan kenangan manis. Liv mempersiapkan segala sesuatu dengan cermat, mulai dari dekorasi hingga hadiah yang istimewa. Namun, saat ia tiba di rumah Adrian lebih awal untuk menyiapkan kejutan, ia justru mendapati pemandangan yang membuat jantungnya berhenti berdetak. Melalui celah pintu, Liv melihat Adrian sedang bergulat dengan seorang wanita yang tidak asing baginya-Amara, anak tiri ayahnya yang baru beberapa bulan pindah ke kota. Keduanya tampak terperangkap dalam sebuah adegan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, saling berpelukan dan bergumul dalam keintiman yang begitu intens. Wajah Amara yang selalu tampak ramah, kini menunjukkan ekspresi penuh hasrat yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan akan dilihatnya. Liv merasakan dunia seperti runtuh seketika. Hatinya hancur, seolah ada sesuatu yang merobek setiap bagian dari dirinya. Ia tidak bisa menerima kenyataan ini. Dengan tubuh gemetar, ia bersembunyi di dalam lemari dan merekam semua yang terjadi, berharap itu akan menjadi bukti atas pengkhianatan yang baru saja ia temui. Air mata mengalir tanpa bisa ia bendung, menyesali semua yang telah ia percayai selama ini. Setelah kejadian itu, Liv merasa seluruh dunianya hancur. Adrian, yang ia percayai dan cintai dengan sepenuh hati, ternyata memiliki sisi gelap yang sama sekali tak ia ketahui. Keputusan yang berat harus ia buat, dan dengan rasa sakit yang tak terlukiskan, Liv memutuskan untuk meninggalkan Adrian, mengakhiri hubungan yang sudah dibangun selama bertahun-tahun. Namun, bukan berarti luka di hatinya langsung sembuh begitu saja. Dalam keadaan kacau dan frustasi, Liv pergi ke sebuah klub malam yang terletak di pusat kota. Ia ingin melupakan semuanya, membiarkan dirinya tenggelam dalam kegilaan malam itu. Tanpa banyak berpikir, ia menenggak alkohol hingga tubuhnya terasa ringan dan dunia di sekitarnya semakin kabur. Keesokan paginya, Liv terbangun dengan kepala pusing dan tubuh yang terasa lemah. Ia membuka mata perlahan, hanya untuk mendapati dirinya telanjang, tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Kaget dan bingung, Liv berusaha mengingat apa yang terjadi semalam, namun segala hal tampak kabur, seperti mimpi yang sulit dicerna. Saat ia hendak bangkit, matanya terbelalak melihat seorang pria tampan yang terbaring di sampingnya. Tubuhnya terbungkus selimut, namun tangannya masih melingkar erat di sekitar tubuh Liv, memeluknya dengan cara yang sangat posesif. Hatinya berdetak kencang, bingung dan ketakutan. Siapa pria ini? Apa yang terjadi semalam? Pria itu tampaknya tertidur dengan tenang, wajahnya yang tampan tampak begitu damai, berlawanan dengan kekacauan dalam diri Liv. Ia berusaha mengingat lagi, namun hanya menemukan kekosongan. Apakah ia mengenal pria ini? Atau mungkin ini hanya salah satu akibat dari alkohol yang ia minum semalam? Liv mencoba bangun perlahan, menghindari untuk membangunkan pria itu, namun takdir sepertinya memiliki rencananya sendiri. Pria itu terbangun dengan perlahan, membuka matanya, dan langsung menatap Liv dengan tatapan yang penuh misteri. Sebuah senyuman tipis terbentuk di wajahnya, namun ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Liv semakin bingung. "Selamat pagi," kata pria itu dengan suara serak, seolah baru saja bangun dari tidur yang sangat lelap. "Kau baik-baik saja?" Liv tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya memandang pria itu, mencoba mencari jawaban dari tatapan matanya yang penuh rahasia. Apa yang terjadi semalam? Mengapa ia terbangun di samping pria ini, yang bahkan wajahnya tidak pernah ia kenal sebelumnya? Saat pria itu menarik Liv ke dalam pelukannya, Liv merasa ada sesuatu yang aneh, seperti ada hubungan tak terungkapkan di antara mereka. Namun, pertanyaan terbesar yang ada dalam benaknya adalah, siapa sebenarnya pria ini, dan mengapa dia merasa begitu terhubung dengan Liv?

Bab 1 menampilkan keramaian

Livia Suryani duduk di ruang kerjanya yang mewah, di salah satu gedung tinggi yang menjulang di pusat kota. Pemandangan dari jendela yang luas itu menampilkan keramaian kota yang tidak pernah tidur. Kota ini telah menjadi saksi dari perjalanan panjang kariernya yang gemilang. "Glow Essence", merek skincare yang ia ciptakan dari nol, kini telah menjadi simbol kecantikan dan keberhasilan di seluruh negeri. Setiap produk yang dikeluarkan selalu diterima dengan antusiasme tinggi, dan Liv merasa puas melihat apa yang telah ia capai.

Namun, di balik semua kesuksesan itu, ada satu hal yang selalu menenun benang merah dalam hidupnya: Adrian Wira.

Adrian, pria tampan dengan senyum yang mampu membuat hati siapa pun berdebar, adalah calon suaminya. Mereka telah bersama selama beberapa tahun, menjalani hubungan yang penuh cinta dan dukungan. Adrian adalah pria yang memiliki segalanya: karisma, kekayaan, dan kepribadian yang sangat menyenangkan. Semua orang yang mengenalnya akan memuji bagaimana ia begitu perhatian dan penuh kasih sayang. Tidak ada yang meragukan bahwa Adrian adalah pasangan yang sempurna bagi Liv.

Semenjak Liv bertemu dengan Adrian, ia merasa hidupnya menjadi lebih lengkap. Mereka berencana untuk menikah dalam waktu dekat, dan Liv merasa bahwa ini adalah langkah besar dalam hidupnya. Namun, meski begitu, entah mengapa ada perasaan yang terus menghantui Liv, sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan. Perasaan itu datang ketika ia harus berada jauh dari Adrian, dan pikirannya mulai dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab.

Hari itu adalah hari yang spesial bagi Adrian. Ia merayakan ulang tahunnya yang ke-35, dan Liv telah merencanakan kejutan besar untuknya. Ia ingin menunjukkan betapa ia mencintai Adrian, betapa ia menghargai setiap detik yang mereka habiskan bersama. Liv memutuskan untuk tiba lebih awal di rumah Adrian, sebelum pesta kejutan dimulai. Ia ingin memastikan segala sesuatunya sempurna.

Dengan hati yang berdebar, Liv tiba di rumah Adrian sekitar pukul lima sore. Adrian belum pulang dari pekerjaannya, jadi Liv merasa cukup lega bisa menyiapkan segala sesuatunya dengan tenang. Dia mempersiapkan dekorasi untuk pesta kecil itu, menata balon-balon yang berwarna keemasan dan merah, serta menyiapkan kue ulang tahun yang sudah ia pesan sebelumnya. Liv tidak sabar untuk melihat reaksi Adrian ketika ia masuk dan melihat semuanya. Ia membayangkan senyum kebahagiaannya, wajah Adrian yang tampak terkejut namun penuh rasa terima kasih.

Namun, rencana Liv segera berubah menjadi kekacauan saat ia mendengar suara pintu utama yang terbuka. Liv merasakan getaran di tubuhnya saat ia mendekati pintu yang menuju ke ruang utama, tetapi ia berhenti sejenak. Suara itu terdengar seperti suara Adrian yang baru saja pulang. Liv memutuskan untuk sedikit mengintipnya melalui celah pintu, berharap bisa menangkap senyum bahagia Adrian begitu melihat kejutan yang sudah disiapkan. Namun, apa yang ia saksikan justru membuat jantungnya serasa terhenti.

Di dalam ruangan itu, Adrian tidak sendirian. Ia sedang berada dalam pelukan seorang wanita, seorang wanita yang tidak asing bagi Liv. Amara, anak tiri dari ayah Adrian, yang baru beberapa bulan tinggal di kota itu, tampak terperangkap dalam pelukan Adrian. Namun, bukan hanya pelukan biasa yang ia lihat. Liv melihat lebih dari itu. Ia melihat keduanya bergumul begitu dekat, begitu liar, seperti ada sesuatu yang lebih dari sekadar ikatan fisik. Tubuh mereka saling menyatu, dan suasana di dalam ruangan itu dipenuhi dengan gairah yang tak bisa disembunyikan.

Pemandangan itu terasa seperti petir yang menyambar hatinya. Seluruh tubuh Liv merasa kaku, hampir tidak bisa bernapas. Wajahnya memucat, dan matanya terasa pedih. Ia tidak bisa bergerak, seolah-olah tubuhnya membeku dalam kekecewaan yang begitu mendalam. Adrian, yang selama ini ia cintai, ternyata memiliki hubungan gelap dengan Amara. Semua rasa percayanya yang telah dibangun selama bertahun-tahun runtuh dalam sekejap.

Liv tahu bahwa ia harus bersembunyi, karena tidak ingin diketahui sedang mengintip mereka. Namun, tubuhnya tidak bisa bergerak. Perasaan hancur itu menelannya hidup-hidup. Ia merasa setiap detik berlalu begitu lambat, dan hatinya begitu perih. Ia merasakan dunia sekitarnya mulai hancur, seperti kepingan-kepingan kaca yang jatuh ke lantai, menghancurkan setiap harapan yang ia miliki.

Akhirnya, setelah satu jam yang terasa seperti seumur hidup, Adrian dan Amara keluar dari ruangan tersebut. Liv masih terdiam di tempatnya, terkurung dalam cemas dan kebingungannya. Hatinya yang hancur kini dipenuhi dengan amarah yang menggelegak. Ia merasa terkhianati, merasa dipermalukan. Namun, rasa sakitnya jauh lebih dalam daripada sekadar amarah. Liv merasa seperti telah dibuang, seperti ia bukan siapa-siapa bagi Adrian. Perasaan itu begitu menyakitkan, lebih dari apapun yang pernah ia rasakan sebelumnya.

Malam itu, Liv tidak bisa tidur. Ia merasa terjebak dalam kekosongan, dalam kegelisahan yang tak bisa ia jelaskan. Perasaan marah bercampur aduk dengan rasa takut, rasa takut akan masa depannya tanpa Adrian. Semua kenangan indah bersama Adrian kini terasa seperti ilusi. Ia merasa terperangkap dalam kebohongan yang telah diciptakan di hadapannya. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Liv meragukan setiap keputusan yang telah ia buat.

Tanpa tujuan yang jelas, Liv akhirnya memutuskan untuk pergi keluar, mencoba mencari cara untuk melupakan apa yang baru saja ia saksikan. Ia pergi ke sebuah klub malam yang terletak di pusat kota, tempat yang penuh dengan lampu neon dan musik keras. Liv merasa kebingungannya akan sedikit mereda di sana. Ia mulai menenggak alkohol, mencoba untuk melupakan semua yang baru saja terjadi. Setiap tegukan membuatnya merasa sedikit lebih ringan, meski hatinya tetap terbelenggu dalam rasa sakit yang mendalam.

Sampai akhirnya, tubuh Liv yang kelelahan mulai menuntunnya untuk menyerah. Matanya yang mulai berat, dan perasaan pusing yang menggelayuti pikirannya, membuatnya kehilangan kendali. Ia tidak tahu berapa banyak alkohol yang telah ia konsumsi, namun perasaan yang menghantuinya tetap tidak bisa hilang. Dalam kekaburan itu, ia hanya bisa berpikir satu hal: Ia harus melupakan Adrian. Jika ia bisa melupakan semuanya, mungkin hatinya yang hancur akan sedikit lebih tenang.

Namun, kenyataan adalah sesuatu yang tidak bisa dibohongi. Dan pagi berikutnya, Liv terbangun dengan tubuh yang tak lagi terasa seperti dirinya. Ia merasa kosong, tak memiliki kendali atas apa yang telah terjadi semalam.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Febi Rahmatika

Selebihnya
Terlalu Lelah Untuk Bertahan

Terlalu Lelah Untuk Bertahan

Romantis

5.0

Liana tak pernah membayangkan hidupnya akan berubah seperti ini. Di tengah kesulitan yang tak kunjung berakhir, ia berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan anaknya yang masih kecil, sementara dirinya sendiri semakin terpuruk. Ia harus mencari cara untuk memberi makan si kecil, mencari sisa-sisa makanan di pasar, berharap ada yang memberinya kesempatan untuk mendapatkan sedikit bahan makanan. Namun, kenyataannya jauh dari yang ia harapkan. Ia sering kali pulang dengan tangan kosong, hanya bisa memandang mata anaknya yang penuh harap. Pagi itu, Liana baru saja kembali ke rumah setelah berjalan jauh mencari rezeki, saat perutnya mulai merengek lapar. Ia berharap bisa menemukan makanan untuk dirinya sendiri, setidaknya sebutir nasi. Namun, saat ia membuka pintu rumah, aroma yang menyengat langsung tercium dari dapur. Ternyata, itu adalah nasi basi yang diberikan oleh mertuanya, Nina. Liana bisa merasakan tatapan tajam ibunya dari belakang, seolah-olah memeriksa setiap gerak-geriknya dengan penuh ketidakpedulian. "Nasi itu cukup buatmu," kata Nina dengan suara datar, seakan tidak ada empati dalam nada bicaranya. Liana menahan amarah yang mulai mendidih dalam dadanya. Ini bukan kali pertama ia diperlakukan dengan begitu. Setiap kali ia datang ke rumah mertuanya, ia seringkali diberi makanan yang sudah basi atau bahkan tak layak makan. Hatinya semakin hancur setiap kali menghadapi kenyataan bahwa keluarganya tak menganggapnya layak mendapatkan perhatian yang sedikit pun. Namun, yang lebih menyakitkan adalah sikap suaminya, Damar. Liana menatap suaminya yang duduk di meja makan, tampak sedang asyik dengan ponselnya, seolah-olah dunia tidak sedang runtuh di sekeliling mereka. Damar tidak pernah menunjukkan sedikitpun rasa empati terhadap penderitaan Liana. Bahkan ketika ia kelaparan, suaminya hanya terdiam, seolah-olah tidak peduli dengan keadaan istrinya. "Kenapa kau tidak pernah peduli, Damar?" suara Liana hampir pecah saat bertanya. "Anak kita lapar, aku hampir tidak bisa menemukan makanan untuk kita, dan kau..." Ia terdiam, menatap suaminya dengan tatapan penuh kecewa. Damar mengangkat wajahnya, namun hanya ada kebingungan yang terlihat di matanya. "Aku sudah memberimu uang belanja. Kau yang tidak tahu mengelola keuangan dengan baik." Kata-kata itu seperti pisau yang mengiris hati Liana. Ia merasa tidak dihargai. Seakan semua usahanya, setiap tetes keringat yang ia keluarkan untuk keluarga ini, tidak pernah cukup. Hanya kekosongan yang ia dapatkan sebagai imbalannya. Liana menundukkan kepala, mencoba menahan air mata yang sudah tidak bisa ia tahan lagi. Kecewa. Frustrasi. Perasaan itu bercampur aduk, menciptakan jurang yang semakin dalam antara dirinya dan suaminya. Kenapa Damar tidak melihat semua yang telah ia lakukan untuk keluarga ini? Kenapa semua pengorbanannya tidak pernah dihargai? Malam itu, setelah mereka makan dengan nasi basi yang diberikan oleh Nina, Liana berbaring di tempat tidur. Suaminya tidur di sampingnya, terlelap tanpa tahu apa yang sedang dipikirkan istrinya. Liana menatap langit-langit kamar, berpikir tentang apa yang akan terjadi jika ia terus terperangkap dalam kehidupan seperti ini. Ia merasa kehilangan arah, terjebak dalam situasi yang tampaknya tidak ada jalan keluarnya. Namun, di dalam hati Liana, ada api yang masih menyala. Ia tidak bisa terus-menerus diperlakukan seperti ini. Ia tahu, suatu hari nanti, ia harus bangkit. Ia harus melawan ketidakadilan ini, untuk dirinya sendiri dan untuk anaknya. Meskipun ia tidak tahu bagaimana caranya, ia yakin bahwa ia akan menemukan kekuatan untuk keluar dari cengkraman keluarganya yang tak peduli padanya. Kehidupannya tidak akan terus seperti ini. Ia berjanji pada dirinya sendiri.

Buku serupa

My Doctor genius Wife

My Doctor genius Wife

Amoorra
4.8

Setelah menghabiskan malam dengan orang asing, Bella hamil. Dia tidak tahu siapa ayah dari anak itu hingga akhirnya dia melahirkan bayi dalam keadaan meninggal Di bawah intrik ibu dan saudara perempuannya, Bella dikirim ke rumah sakit jiwa. Lima tahun kemudian, adik perempuannya akan menikah dengan Tuan Muda dari keluarga terkenal dikota itu. Rumor yang beredar Pada hari dia lahir, dokter mendiagnosisnya bahwa dia tidak akan hidup lebih dari dua puluh tahun. Ibunya tidak tahan melihat Adiknya menikah dengan orang seperti itu dan memikirkan Bella, yang masih dikurung di rumah sakit jiwa. Dalam semalam, Bella dibawa keluar dari rumah sakit untuk menggantikan Shella dalam pernikahannya. Saat itu, skema melawannya hanya berhasil karena kombinasi faktor yang aneh, menyebabkan dia menderita. Dia akan kembali pada mereka semua! Semua orang mengira bahwa tindakannya berasal dari mentalitas pecundang dan penyakit mental yang dia derita, tetapi sedikit yang mereka tahu bahwa pernikahan ini akan menjadi pijakan yang kuat untuknya seperti Mars yang menabrak Bumi! Memanfaatkan keterampilannya yang brilian dalam bidang seni pengobatan, Bella Setiap orang yang menghinanya memakan kata-kata mereka sendiri. Dalam sekejap mata, identitasnya mengejutkan dunia saat masing-masing dari mereka terungkap. Ternyata dia cukup berharga untuk menyaingi suatu negara! "Jangan Berharap aku akan menceraikanmu" Axelthon merobek surat perjanjian yang diberikan Bella malam itu. "Tenang Suamiku, Aku masih menyimpan Salinan nya" Diterbitkan di platform lain juga dengan judul berbeda.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku