Adriano Hanggara, seorang bussines man yang dikenal kaku dan dingin oleh sekumpulan perempuan yang mengidolakannya. Kaya raya, pintar, berwibawa dan rupawan adalah karakter seorang Adrian. Sampai suatu hari sang Ibu menjodohkannya dengan seorang perempuan; Marinka Robinson yang tidak menarik di mata Adrian, perempuan yang begitu jauh dari standar kriteria calon istrinya. Sampai mereka menikah dengan terpaksa, pahitnya berumah tangga tanpa cinta mereka rasakan. Sehingga perempuan dari masa lalu Adrian kembali dan menghancurkan apa yang sedang mereka jalani. Lantas bagaimana kisah mereka selanjutnya? Apakah Adrian mempertahankan Marinka di sisinya? Atau membiarkan perempuan itu pergi?
Suara bising kendaraan bersahut-sahutan dari arah yang berlawanan. Berada di pinggir jalan dengan cahaya teriknya matahari menjadi latar yang cukup mematikan. Pasalnya matahari tidak tanggung-tanggung dalam memancarkan sinarnya pada rabu siang ini.
Laki-laki yang masih berpakaian rapi itu menoleh ke kanan kiri kala belum mendapati mobil yang menjemputnya. Hari ini dia kebagian sial karena ban mobilnya pecah saat akan berkendara kembali ke kantor setelah rapat di luar. Dia juga belum sempat makan siang.
Untuk seorang Adriano Hanggara yang tidak pernah menunggu ini menjadi satu hal baru. Laki-laki yang sudah memiliki apa pun sejak lahir, terkecuali pasangan tentunya. Tangannya bergerak mengusap peluh yang menetes dari keningnya, selama berdiri sudah banyak ojek lewat dan menawarkan diri kepada Adrian.
Tapi si angkuh itu menolak, karena membutuhkan pendingin ruangan. Bukan angin alami hasil dari perjalanan, menunggu Rayhan datang benar-benar membuat Adrian menyesal karena meminta bantuan laki-laki itu. Meski Adrian juga memiliki urusan pekerjaan dengan Rayhan yang harus dia bicarakan ulang.
Suara klakson mobil terdengar saat sebuah mobil Alphard hitam itu berhenti di sampingnya. Lalu ketika pintunya terbuka, terlihatlah wajah Rayhan yang memandangnya tanpa dosa. Tadi dia sudah menelepon sopirnya, menyuruh mengambil mobil dan membawanya ke bengkel.
"Seorang Hanggara menunggu di pinggir jalan," kekeh Rayhan saat melihat Adrian sudah duduk dengan nyaman di kursi yang di sebelahnya.
"Kau ke mana saja hah? Lama sekali," sinis Adrian.
Rayhan tertawa, seperti inilah karakter Adrian dari dulu. Melewati masa ke masa, tidak ada yang berubah dari karakternya. Yang berubah hanyalah bentuk fisiknya, dia tetap Adrian yang keras kepala dan bebal. Manusia kaku yang tidak memiliki hati nurani kalau kata orang lain.
Mobil yang mereka tumpangi melaju menuju restaurant terdekat, sesuai permintaan Adrian. "Aku mengantar Sandra dulu bertemu sahabat lamanya, maaf jika membuatmu lama menungguku," kata Rayhan.
Adrian mendelik, dasar manusia yang diperbudak oleh cinta. Pasti akan mengutamakan kekasih daripada sahabat sendiri. Adrian bukannya tidak pernah jatuh cinta, hanya saja dia malas untuk mengulang kembali.
Apalagi kisah asmaranya dulu berakhir tidak menyenangkan. Ditinggal pergi oleh mantan kekasih, dan itu tidaklah indah. Berulang kali Adrian berusaha untuk melupakan kilasan ingatan tentang hari itu, dia tidak lupa. Hanya saja kali ini dia sudah tidak peduli sama sekali.
"Ya tidak apa-apa, terima kasih karena sudah mau menjemputku." Adrian tidak pernah mengucapkan terima kasih kepada siapa pun itu yang sudah membantunya. Itu sudah menjadi sikap kebiasaan, meski tidak semua manusia mempraktikkannya.
Rayhan mengangguk, memberikan sebuah senyuman yang tipis. "Tidak masalah Dri, selama aku masih bisa membantumu, mengapa tidak?" katanya dan tertawa.
Adrian ikut terkekeh kecil. Pertemanan mereka sudah terjalin sedari sekolah menengah pertama, saat Adrian pindah sekolah. Mereka turun dari mobil ketika sudah berhenti di tempat tujuan.
Sebuah restaurant bertema minimalis yang terletak sedikit jauh dari jalan raya. Restaurant yang selalu mereka kunjungi bersama saat SMA, dan kembali dia kunjungi dengan Rayhan serta Chandra ketika dia pulang dari Amerika.
"Aku selalu berharap jika beberapa tahun ke depan kita bertiga membawa pasangan masing-masing ke tempat tongkrongan kita sejak SMA." Rayhan merangkul Adrian dan berjalan masuk ke dalam.
Sebelah tangan Adrian mendorong pintu masuk. "Kau tahu sendiri aku tidak memiliki gandengan, Ray," kata Adrian tersenyum tipis.
"Pasangan Dri, yang artinya istrimu nanti. Aku juga selalu penasaran bagaimana sikapmu ketika sudah jatuh cinta," balas Rayhan.
Mereka memilih duduk di dekat jendela yang menunjukan pemandangan jalan yang tidak kunjung sepi. Rayhan memanggil pelayan untuk mencatat pesanan mereka. Tempat ini masih sama seperti yang terakhir dia tinggalkan, semerbak aroma cofee masih menjadi temanya.
"Yakin ingin tahu?" tanya Adrian memastikan.
Rayhan mengangguk, menatap Adrian dengan kepala yang sengaja dia buat tegak lurus. "Sangat yakin," katanya.
"Aku menyebalkan ketika memiliki seorang pasangan, Ray. Terserah padamu kau mau percaya atau tidak," ucapnya lirih.
Laki-laki di hadapannya ini tidak merespon atau hanya sekedar terkejut setelah mendengar pengakuannya. "Dari dulu kau menyebalkan, Dri. Kau berkata seperti itu seperti kau baru menyadarinya saja," cibir Rayhan dengan malas.
Rayhan mengibaskan sebelah tangannya. "Sudahlah aku tidak akan mengungkit tentang pasangan jika bersamamu. Karena jawabanmu tidak akan pernah berubah," tambah Rayhan.
Adrian tidak mengubris, dia mengidikan kedua bahunya dengan acuh. Apalagi ketika pesanannya datang, dia seolah-olah melupakan keberadaan Rayhan di hadapannya.
*
"Adrian!" Suara merdu Ibu negara memanggil. Teriakan membahana sang Ibu selalu dia sebut merdu karena tidak ingin durhaka kepada orang tua. "Bangun, jangan sampai Mom mengguyurmu seperti waktu kecil!"
Tirai-tirai jendela mulai dibuka satu persatu sehingga cahaya matahari yang sudah mulai meninggi masuk melalu kaca. Membuat mata Adrian yang tadinya malas untuk terbuka kini terpaksa membuka matanya karena merasa silau.
"Mom, ini hari libur. Adrian tidak ke kantor, tolong biarkan Adrian tidur." Adrian mengacak rambutnya yang mulai memanjang, menatap jam dinding yang menunjukan pukul delapan pagi.
"Mau libur atau tidak, kau harus bangun! Dad sudah menunggumu di bawah, jangan membuat dia marah." Setelah berkata demikian, Rosalyn berlalu keluar dari kamar anak laki-lakinya.
Dengan malas Adrian turun dari ranjang kebanggaannya. Mengenakan sendal dan masuk ke kamar mandi, sedari dulu dia selalu malas jika sudah berhadapan dengan Wirawan; sang Ayah yang dia kenal membosankan.
Wirawan tidak pengatur seperti Rosalyn, tapi Ayahnya terlalu kaku jika sedang berbincang. Hal lelucon baginya akan menjadi serius jika dibicarakan bersama dengan Ayahnya.
Setelah selesai dengan acara mandinya dia masuk ke dalam walk in closet, mengambil satu set pakaian yang dia pakai ketika berada di rumah. Celana sebatas lutut dengan kaos oblong hijau tua.
Ketika berjalan melewati lorong lantai dua yang menuju tangga, Adrian selalu melihat foto-foto masa kecilnya dan kedua orang tuanya. Mereka berdua terlihat begitu serasi, dan saling mencintai.
Rosalyn, Ibunya yang masih begitu cantik padahal dia sudah kepala empat, bahkan sebentar lagi kepala lima. Pantas saja Ayahnya begitu mencintai Ibunya.
"Nanti siang Paman Alex akan mampir ke mari, membicarakan kerja sama kalian," ucap Wirawan langsung setelah Adrian duduk di hadapannya.
"Mom ingin sekali kau mengenal anak perempuan Paman Alex. Dia baru lulus kuliah tahun kemarin, cantik Dri. Pintar juga, Mom berharap dia bisa bersamamu," papar Rosalyn setelah duduk di samping Wirawan. Hal itu membuat Adrian menatap kedua orang tuanya secara bergantian.
"Adrian tidak menerima ajang perjodohan, Mommy jangan coba-coba." Adrian memalingkan wajahnya kesamping. Salah satu kebiasaannya ketika kesal dengan orang tuanya. Adrian tidak akan pernah berani menatap Keduanya, apalagi tatapannya tidak pernah santai.
*
Bab 1 Adriano Hanggara
19/02/2025
Buku lain oleh theareeey
Selebihnya