Bermula dari sang kakak kabur di acara pernikahannya membuat sang adik harus menyelamatkan nama besar keluarga kedua belah pihak. Anindia Senja Prameswara dokter muda itu terpaksa menjadi peran pengganti. Bagi wanita cerdas yang berprofesi sebagai dokter profesional, Anindia mengharapkan pernikahan seumur hidup. Namun, ketika kenyataannya ia harus menggantikan sang kakak menikah dengan Tuan besar Rajendra Hutomo, Anindia sudah paham pernikahan apa yang akan ia jalani nantinya. Bukan tanpa alasan Anindia berkata seperti itu, kenyataannya bayang-bayang sang kakak tercinta pasti akan menghiasi setiap sudut pernikahannya. Pertanyaannya, apakah Anindia bisa menyingkirkan sang kakak, Karenina Cahaya Prameswara di hati sang suami? Atau nasib malang yang akan menimpa diri dan pernikahannya?
"Saya harap, kamu ngga menuntut apapun dari saya. Semua yang kamu kenakan gaun,riasan dan bunga seharusnya itu milik Karenina bukan Anindia"
"Dan ingat, sampai kapanpun kamu tidak akan pernah bisa menggantikannya." sambung seorang pria keluar meninggalkan wanita yang terdiam di sudut ruangan itu.
Anindia, wanita yang memakai gaun pengantin dan riasan yang masih melekat itu memandang nanar pintu yang sudah tertutup.
"Kamu pikir aku menginginkan hal ini?."
"Meskipun aku menyukaimu Rajendra, tapi aku tidak pernah mau ada di posisi seperti ini." lirih nya.
Pernikahan yang tidak pernah ia harapkan terjadi di kehidupannya. Menggantikan seorang Karenina sang kakak, agar menyelematkan nama besar keluarganya.
Anindia rela menerima takdir barunya ini, di peristri oleh Rajendra Hutomo pewaris Hutomo grup yang merupakan perusahaan besar, jelas tidak mencintai dirinya.
Hanya Karenina yang diharapkan untuk menjadi pendamping tapi sayangnya sang mempelai melarikan diri bersama selingkuhannya.
"Anin, kamu di dalam nak?." suara Ibu mertuanya.
Anin dengan buru-buru mengelap air matanya dan membuka pintu.
"Iya ma, maaf Anin lagi perbaiki make up." senyum Anin mengembang meyakini sang mertua.
Saras balas tersenyum melihat menantunya, "Tidak apa-apa nak, ayo Rajen sudah menunggu."
Berdiri berdampingan menyambut ucapan selamat membuat Anindia lelah sekedar untuk tersenyum.
Tidak dengan sang suami yang kini asik mengobrol dengan para rekan bisnisnya, wajar saja Rajendra terkenal ramah dan baik.
"Aduh, selamat ya buk dokter yang manis akhirnya menikah juga." sapa rekan kerjanya di rumah sakit.
"Astaga kamu ini Ra, emangnya aku sejones itu hah!!." kesal anindia yang di sambut gelak tawa mereka.
"Semoga langgeng ya buk, jangan lupa ponakannya kita udah nunggu nih."timpal Rea dokter anak teman dekat Anin pastinya.
Anindia hanya menggelengkan kepalanya malu mendengar seruan rekannya ini.
"Pak Rajendra, jangan lupa ponakan kami ya." ucap temannya sebelum turun dari singgasana pengantin.
Rajendra hanya terkekeh dan mengangguk saja. Anindia tersenyum getir, anak? hal mustahil.
Setelah menyelesaikan hari yang melelahkan akhirnya Anindia bisa bernafas lega.
Kembali ke kamar hotel yang telah disiapkan oleh keluarga nya, ia memilih membersihkan dirinya dan lanjut beristirahat.
Ternyata kenyataannya tak seindah yang ia bayangkan, seharusnya Anin sekarang tidur di kasur empuk hotel. Nyatanya dirinya sekarang berada di tengah-tengah dua keluarga besar.
"Papa berharap kalian bisa menerima satu sama lain."
"Baik Rajendra dan Anindia kalian harus memulai semuanya dari awal."
Tuan Hutomo memberi wejangan kepada pengantin baru yang hanya menunduk sedari tadi.
Mengehela nafas Tuan Hutomo melanjutkan ucapannya, "Saya tau sangat berat untuk kamu Anindia, tapi saya yakin kamu tidak seperti kakakmu yang tidak benar itu."
"Pa!!!" seru Rajendra mendengar nama sang pujaan hatinya di sebut seperti itu.
Tuan Hutomo memandang datar pada puteranya yang menahan amarah.
"Kamu harus menerima kenyataan Rajendra, Karenina bukanlah wanita yang tepat. Liat lah bagaimana ia meninggalkan kamu dan mempermalukan kedua keluarga ini."
"Papa mau kamu melupakan nya dan melihat Anindia sebagai istri mu sekarang."
Brakk!!
Rajendra memukul meja di hadapannya dan bangkit dari kursinya.
"Sampai kapan pun aku tidak pernah sudi memiliki istri seperti Anindia. Karenina akan kembali."sentak Rajendra dengan nada tinggi dan dada naik turun menahan emosi.
Rajendra meninggalkan ruangan itu dengan amarah menggebu sedangkan Anindia tanpa sadar meneteskan air matanya.
Semua keluarga memandang prihatin kepadanya, tapi apa boleh buat hidup akan terus berjalan dirinya harus menanggung apa yang telah di perbuat kakaknya.
Raisa mendekati sang putri dengan beruraian air mata, putri kebanggaan nya sejak kecil harus mengalami ini semua.
"Maafkan bunda An."isak sang Ibu memeluk tubuh mungil yang bergetar itu.
Anindia balas memeluk sang Ibu dan berusaha tersenyum, " Tidak apa-apa Bun. Bunda ngga boleh nangis nanti sakitnya kambuh."
Raisa hanya menggeleng dan terus memeluk putrinya itu, dia selalu mendoakan kebahagiaan untuk putri bungsunya ini.
***
Tiba di kediaman mewah sang mertua, Anindia menarik nafas dalam sebelum masuk.
Rajendra telah menunggu sedari tadi.
"Anin, kamu naik sekarang ya nak. Istirahatlah."ucap Saras setelah tiba di ruang tamu.
Anindia menatap Rajendra yang masih duduk di salah satu sofa dan menjawab sang mertua.
"Baik ma, Anin duluan semua."
Setelah kepkepergian Anindia, Tuan Hutomo kembali melanjutkan ucapannya yang tertunda akibat sikap kekanakan putranya ini.
"Papa malu Rajendra, kamu tidak bisa menjaga sikap."
"Papa akan tegaskan kepada kamu, jika kamu tidak bisa memperlakukan istrimu Anindia sebaik mungkin. Maka papa akan mengambil dan mengubah hak warismu."
Rajendra menampilkan gestur tidak terima, "Pa apa-apaan seperti itu, sampai kapanpun Rajendra tidak menginginkan Anindia. Rajendra menginginkan Karenina Pa."
"Tidak ada bantahan Rajendra. Kalau kamu tidak mau kehilangan semuanya lakukan yang papa bilang."
Tuan Hutomo berdiri, "Dan lupakan wanita jalang itu." ucapnya meninggalkan Rajendra yang mengepalkan tangan menahan amarah.
Arghhh!!! Sialan!!!
Karenina dan Anindia dua orang wanita yang merubah hidupnya dalam sekejap.
Menyugar rambutnya frustasi, Mark segera menuju kamarnya dan Anindia mulai sekarang.
****
Brukk...
Gebrakan pintu, membuat Anindia yang terlelap kembali terbangun tetapi tidak bangkit dari tidurnya.
Menunggu apa yang selanjutnya dilakukan pria yang berstatus suaminya sekarang.
Mendengar shower dari kamar mandi, Anindia bernafas lega.
"Tidur saja aku perlu was-was." gumam Anindia memperhatikan pintu kamar mandi.
Beberapa lama kemudian Rajendra yang sudah menyelesaikan acara mandinya, langsung bergabung untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Tidak.. Bukan di sebelah Anindia, dia mengambil bantal dan tidur di sofa kamar itu.
"Baguslah, aku jadi ngga perlu canggung dan was-was." batin Anindia mengetahui Rajendra lebih memilih tidur di sofa.
Anindia mengubah posisinya terlentang, sepertinya ia tidak bisa tidur lagi. Kantuk yang menyerang sudah hilang entah kemana.
"Kak Karenina memang luar biasa cantik, siapapun akan mengakui hal itu. Tapi sayang perilakunya ngga mencerminkan kecantikan yang dia punya."gumam Anindia membayangkan Kakaknya yang tidak tau ada dimana.
"Wajar saja Rajendra tergila-gila."
Anindia menyunggingkan senyum dan melirik orang yang tidur di sofa itu.
"Huftt.. Tapi semua sudah terjadi An, kamu ngga bisa mengelak kalau sekarang sudah menjadi seorang istri." lirih nya.
Anindia kembali menyamping, menahan isakan sekuat mungkin.
"Jangan pernah kembali kak." gumamnya sebelum kembali memejamkan mata.
"Aku membenci kamu kak. Kenapa kamu tega membiarkan aku menanggung ini semua."
"Hiks... Aku ngga pernah mau pernikahan seperti ini, aku mau menikah dengan pilhan aku dan orang yang aku cintai."
"Rajendra seharusnya milik kamu kak, bukan aku yang hanya sebagai pemain cadangan."
"Aku ngga tau harus melakukan apa dan harus seperti apa kak.." isak Anindia.
Dalam tangisnya, Anindia mengulas semua kejadian hari ini. Menikah dengan keadaan yang terpaksa.
Halo semuanya, hope u enjoy!!
Next>>>