Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Janda Buruk Rupa Kesayangan Idol Tampan

Janda Buruk Rupa Kesayangan Idol Tampan

Jemi

5.0
Komentar
1.9K
Penayangan
70
Bab

Seorang janda muda yang memiliki paras wajah buruk rupa, bernama Jelita Laurenza. Akibat dari wajahnya yang jelek, dia diselingkuhi oleh suaminya (Romi) yang pada akhirnya pernikahan mereka berujung berpisah. Jelita meratapi nasib buruknya karena perceraiannya dan stigma negatif dari tetangganya. Belum genap seminggu perceraiannya, dia dikejutkan dengan kabar pertunangan mantan suaminya dengan wanita selingkuhan pria itu yang tak lain adalah manajernya sendiri. Suatu ketika, dia bertemu dengan seorang pria tampan bernama Affandra yang ternyata adalah seorang idol terkenal yang tampan dan memiliki banyak fans. Di suatu malam, terjadilah one night stand di antara mereka berdua. Bagaimana kelanjutan hubungan Jelita dan Affandra? Bisakah Jelita yang buruk rupa menjadi cantik?

Bab 1 Nasib Buruk Sang Janda

“Eh, lihat, tuh! Namanya Jelita, tapi wajah nggak jelita.” Terdengar gelak tawa bapak-bapak.

“Pa, Masuk! Awas saja kalau kamu sampai tebar pesona ke janda jelek itu!”

“Kalau nggak masuk sekarang juga, pergi sana dari rumah!”

Para istri saling teriak, memarahi suami mereka masing-masing yang sedang asyik melihat seorang janda muda bernama Jelita.

Jelita Laurenza adalah seorang janda muda buruk rupa yang berumur 26 tahun. Dia baru saja bercerai dengan suaminya setelah satu tahun pernikahan, karena perselingkuhan yang dilakukan oleh suaminya. Namun, dari pernikahannya itu ia belum memiliki seorang anak. Ketika sudah resmi bercerai, dia hidup sendiri di salah satu perumahan yang dulunya menjadi tempat tinggalnya bersama suaminya. Rumah itu merupakan peninggalan milik kedua orang tuanya yang telah meninggal. Meskipun sudah bercerai, dia memiliki hak penuh untuk tetap tinggal di situ.

Jelita merasa dikucilkan di lingkungan rumahnya. Ia selalu menjadi bahan gunjingan para tetangganya, karena statusnya yang sebagai seorang janda dan juga wajah jeleknya. Kenapa tetangganya itu sering mengoloknya sebagai janda buruk rupa? Padahal menurutnya, fisik seseorang bukanlah segalanya. Ada juga ibu-ibu yang mengatai-ngatai dirinya sebagai janda penggoda.

Stigma negatif status janda di mata masyarakat tentunya melukai harga diri seorang perempuan. Dia memilih untuk diam tanpa membalas berbagai olokan para tetangganya itu. Kali ini dia harus menjadi wanita mandiri dan fokus dengan kariernya, kemudian ia masuk ke dalam mobilnya untuk berangkat menuju kantor.

***

“Jelitaa!” teriak Livia, sahabat Jelita satu-satunya di tempat kerja. Bisa dibilang hanya wanita itu yang mau berteman dengan Jelita.

Jelita yang baru saja menutup pintu mobilnya, langsung menoleh saat mendengar ada yang memanggil namanya. “Hai, Liv.” Dia kemudian melangkahkan kakinya mendekati sahabatnya yang sedang berdiri di depan lobi perusahaan.

Mereka berdua pun segera masuk ke gedung yang menjulang tinggi dengan desain modern yang semakin memperlihatkan kekokohan perusahaan bernama One Link Group itu. Jelita dan Livia berada di divisi yang sama, yaitu divisi pemasaran. Jelita sudah dua tahun bekerja di perusahaan itu.

“Eh, si jelek sudah dateng, nih. Ngomong-ngomong, sudah akhir bulan, loh. Kamu nggak ingin traktir kita?” Teman-teman Jelita yang satu divisi pada meminta traktiran, karena Jelita berhasil menjadi pegawai dengan pemasaran terbaik di bulan ini.

“Jangan gitu. Bonusnya biar buat perawatan dia saja. Kasian wajahnya sudah kusam dan jelek gitu,” terdengar gelak tawa sekaligus tatapan mengejek ke arah Jelita.

“Dasar kalian ini! Bukannya menghibur Jelita, malah mengoloknya, minta traktiran lagi. Nggak tahu malu!” Livia terlihat kesal. Teman-teman yang lain semakin tertawa keras. Mereka sama sekali tidak menyesal karena sudah berbicara seperti itu. Mereka seolah-olah masa bodoh melihat temannya itu yang baru saja menghadapi hal sulit.

“Sudah-sudah. Jangan pada ribut. Nanti setelah gajian. Aku akan traktir kalian makan.” Sebenarnya Jelita merasa sakit hati, karena selalu mendapat ejekan teman-temannya. Namun, ia tidak mau berdebat dan memilih untuk diam.

Teman-teman yang lain langsung senang mendengar jawaban Jelita, sedangkan Jelita hanya tersenyum kecut melihat reaksi teman-temannya. Ia kemudian duduk di kursi kerjanya dan mulai menyalakan komputer, mengawali aktivitas kerjanya di pagi hari ini. Baru saja monitor komputer menyala, tiba-tiba suasana di ruangan divisi pemasaran itu kembali bising, membuat semua orang yang ada di situ mengikuti arah pandang di mana sumber suara itu berasal.

“Eh, ini kantor, bukan pasar. Kenapa kamu teriak-teriak segala gitu, sih? Mengganggu orang kerja saja,” hardik Livia kesal dengan sikap temannya yang tiba-tiba teriak sambil melotot ke arah layar ponsel yang wanita itu pegang.

“Manajer kita mengupload foto di media sosial pribadinya dan mengumumkan kalau dirinya akan segera tunangan,” ujar Hana dengan ekspresi yang masih terkejut.

“Bagus, dong. Gitu pakai teriak segala,” lanjut Livia. Sedangkan yang lain hanya diam tanpa berkomentar. Mereka semua seolah-olah tidak peduli dengan kehidupan manajer mereka yang tidak begitu disukai di kantor, karena sikap sombong sang manajer dan terkesan mengatur para anak buahnya.

“Tapi masalahnya, calon tunangannya itu ....” Hana menelan ludahnya ragu-ragu sambil melirik ke arah Jelita. “Mantan suaminya Jelita.”

Semua mata langsung menoleh ke arah Hana. “Apa maksudmu?” Kini Jelita membuka suara.

Hana menghampiri Jelita dan memberikan ponsel miliknya ke temannya itu. Semua orang yang ada di sana, ikut mendekat. Mereka tidak percaya akan secepat itu mantan suami temannya memiliki tambatan baru.

Mata Jelita memerah, air mata mulai membendung di pelupuk. Dia tersenyum kecut melihat foto mesra mantan suaminya dengan wanita yang menjadi manajernya sekarang. Dia masih tidak menyangka, pria itu dengan mudahnya berpindah hati. Dia lupa. Bahkan pria itu sudah berani bermain hati saat mereka masih berstatus suami istri.

“Jangan bilang kalau alasan kamu cerai, karena suamimu ada hubungan gelap dengan nenek lampir itu?” tanya Livia. Dia sampai sekarang masih belum tahu tentang sebab perceraian sahabatnya itu. Masalahnya, Jelita tidak pernah bercerita kepadanya tentang kehidupan rumah tangga wanita itu.

“Astaga! Jadi kamu diselingkuhi?”

“Jadi, si nenek sihir itu yang jadi pelakor?”

Teman-teman Jelita ikut merasa kesal. Meskipun mereka juga tidak terlalu menyukai Jelita, tapi saat melihat sang manajer yang sangat mereka tidak sukai itu merebut suami Jelita, membuat mereka naik pitam. Sedangkan Jelita hanya diam membisu dan memilih untuk kembali menghadap komputer.

“Makanya kamu itu jadi wanita harus bisa mengurus dirimu sendiri. Lihatlah wajah jelekmu itu! Aku saja enggan melihatmu.”

“Jaga omonganmu, ya!” teriak Livia yang tidak terima mendengar teman-temannya masih mengejek sahabatnya.

“Sudah! Cukup!” teriak Jelita membuat suasana menjadi hening. “Kalian kembalilah kerja!”

Siang harinya, Jelita memilih untuk makan siang di luar kantor. Dia ingin menenangkan dirinya dari keramaian dan berbagai tatapan sinis para rekan kerjanya. Berita mengenai pertunangan manajer pemasaran dengan mantan suaminya sudah menyebar di perusahaan. Dia hanya mengaduk-aduk makanan yang ia pesan. Nafsu makannya tiba-tiba hilang ketika dirinya mengingat momen saat memergoki mantan suaminya selingkuh dengan manajernya sendiri waktu itu. Tak terasa, air matanya mengalir membasahi pipinya.

Namun, belum juga kenangan menyakitkan itu hilang dari pikirannya, kini ia diperlihatkan lagi secara langsung kemesraan kedua orang itu. Saat ini, mantan suami Jelita dan manajernya baru memasuki restoran dengan tangan yang saling menggenggam mesra. Jelita langsung menghapus air matanya. Dia tidak ingin terlihat menyedihkan di depan mantan suaminya.

“Oh, Jelita?” sapa Helena, manajer Jelita.

Jelita hanya membalas sapaan itu dengan senyuman kikuk. Dia dapat melihat ekspresi Romi (mantan suaminya) yang tersenyum mengejek ke arahnya, sedangkan Helena seperti sengaja memamerkan kemesraan di depannya.

“Kamu sendirian saja? Kami boleh duduk di sini, nggak?” ujar Helena sengaja. Dia memang ingin menunjukkan kepada bawahannya itu, kalau Jelita tidak sebanding dengannya yang memiliki wajah cantik dan karier sukses. Buktinya, suami wanita itu saja bisa tertarik padanya.

“Kamu sudah menunggu lama?” tanya seorang pria dengan memakai masker dan topi berwarna hitam yang tiba-tiba duduk di kursi tepat berhadapan dengan Jelita.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Jemi

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku