/0/24784/coverorgin.jpg?v=2f8224f0742e71367de30d7f48d128c9&imageMogr2/format/webp)
Jam menunjukkan pukul 10.00 pagi, biasanya penghuni kos berkumpul di ruang tamu, namun kini tidak ada satupun di antara mereka. Rasa penasaran menyeruak dalam diri, dan akhirnya aku segera menelpon Mbak Lala.
"Tut...tut..."
"Hallo, Mbak?"
"Hallo, Dek. Ada apa?" jawab Mba Lala.
"Lagi di mana, Mbak?" tanyaku.
"Aku di kos, kenapa?" jawabnya.
Aku terdiam sejenak, mencoba merangkai kata demi kata. Mengapa Mbak Lala berbohong kepadaku?
Mungkinkah dia belum tahu bahwa aku kembali lebih cepat dari rencana? Aku mengumpulkan keberanian untuk melanjutkan pembicaraan.
"Tapi, kenapa tidak ada penghuni lain di sini, Mbak?"
"A...pa... Kamu sudah pulang? Bukannya masih ada tiga hari lagi sebelum kontrakmu selesai?" Suaranya berubah, lebih berat dan tampak gelisah.
"Itu tidak penting, yang lebih penting kenapa Mbak bohong?" tanyaku.
"Mbak segera ke sana! Nanti Mbak jelaskan." Jawabnya.
Seribu tanya menggelayut di kepala. Ada apa sebenarnya? Hatiku terasa berdebar, menanti penjelasan yang akan mengurai benang kusut yang terjadi di sini. Aku takut akan kebenaran yang sedang bersembunyi di balik kesunyian pagi ini.
Tanpa menjawabnya, aku segera mematikan teleponku. Sepertinya aku ketinggalan peristiwa penting. Sambil menunggu kedatangannya, aku kembali keluar untuk menemani Kak Anti dan Valen, sahabatku yang masih duduk di taman sambil memperhatikan sekeliling kompleks ini.
"Bro, tangan lu beneran terkilir?" tanyaku dengan nada prihatin.
"Iya nih, bukan pertama kali sih. Biasanya kalau lagi di kampung nenek, sekali ditiup langsung lurus aja," jelas Valen sambil meringis kesakitan.
Sebenarnya, aku masih merasakan sakit di sekujur tubuhku. Namun, aku berusaha tegar agar Kak Anti tidak terlalu khawatir.
"Kita ke rumah sakit sekarang," kataku, berubah pikiran.
"Masih bisa nyetir, kan?" tanyaku lagi.
"Bisa saja. Kalau begitu, kita berangkat sekarang juga. Takutnya nanti susah baliknya," jawab Valen.
Sebelum berangkat, aku sempat mengirimkan pesan singkat ke Mbak Lala, namun tak ada balasan darinya. Lima belas menit kemudian, akhirnya kami sampai di rumah sakit umum di kota ini. Karena Valen termasuk pasien darurat, begitu tiba di depan pintu rumah sakit, aku langsung berlari ke petugas kesehatan.
Tak berapa lama, Valen sudah ditangani oleh tim medis. Aku sebenarnya enggan mendapatkan perawatan di rumah sakit ini, namun Kak Anti memintaku untuk segera diobati di sini saja. Sekitar satu jam kemudian, aku keluar dengan beberapa perban yang hampir memenuhi wajahku. Sementara itu, Kak Anti masih tetap duduk sambil asyik mengutak-atik ponselnya.
"Sok sibuk, padahal nggak punya pacar," celetukku ketika berdiri di sampingnya.
"Sirik aja deh jadi orang," sahutnya dengan wajah tengil.
Tiba-tiba, dalam lamunan, aku melihat bayangan Muti dan si duo kembar di kejauhan. Rasa penasaran menyergap, lantas aku menarik lengan Kakakku untuk mengikutiku. "Mau kemana?" tanyanya.
"Ikuti saja dulu," jawabku sambil menariknya perlahan.
Awalnya, mereka seakan tidak mengenalku, jadi aku sedikit iseng bermain peran dengan mereka.
"Pagi, Tante. Bolehkah saya bertanya?" ucapku dengan tampang polos.
Meskipun ekspresi wajahku terlihat biasa saja, namun dalam hati, aku berusaha menahan tawa karena melihat wajah Muti yang langsung geram saat aku memanggilnya
"Tante".
"Apaan?" balas Muti ketus.
Saat ini, tanganku masih menggenggam lengan Anti, entah dia nyaman atau tidak, tetapi dia tidak berusaha melepaskannya.
"1 jam berapa ya, Tante?" tanyaku singkat, mencoba memancing reaksi mereka.
/0/16288/coverorgin.jpg?v=01c0e42e82c0a937b6fdd67c780e4615&imageMogr2/format/webp)
/0/29607/coverorgin.jpg?v=51558a529974c1a02f54eeb50ac32aec&imageMogr2/format/webp)
/0/28631/coverorgin.jpg?v=f67e835d2f7b5ad275805db4abeb5061&imageMogr2/format/webp)
/0/14807/coverorgin.jpg?v=85f1253232de8461870e038284ae1db1&imageMogr2/format/webp)
/0/19449/coverorgin.jpg?v=4d31b0e31059b4191b700f800bf00d57&imageMogr2/format/webp)
/0/28776/coverorgin.jpg?v=8d0e28d6579d4587d5021af06ee0054b&imageMogr2/format/webp)
/0/4193/coverorgin.jpg?v=7015db8782cda68d196a0c4fe63039f5&imageMogr2/format/webp)
/0/19807/coverorgin.jpg?v=7e8c6aec421b352f16d080836299290c&imageMogr2/format/webp)
/0/5356/coverorgin.jpg?v=ffda3a761434a6526b416ab99b2fbf53&imageMogr2/format/webp)
/0/16328/coverorgin.jpg?v=d621b9f745cfe09fda0812c94cb92730&imageMogr2/format/webp)
/0/13379/coverorgin.jpg?v=5cd6134d73c677de0a7f1a81db34e23f&imageMogr2/format/webp)
/0/18180/coverorgin.jpg?v=50bde00ea8f9f6849091efb21ba5ce23&imageMogr2/format/webp)
/0/10098/coverorgin.jpg?v=76fa2e4069af95af0652da326c5a578a&imageMogr2/format/webp)
/0/16080/coverorgin.jpg?v=82c42b37571355a9dd5552a48607d63c&imageMogr2/format/webp)
/0/17691/coverorgin.jpg?v=7e5c276000575bd8df0b24150b3f5521&imageMogr2/format/webp)
/0/12672/coverorgin.jpg?v=e267e35c6f73324fb77bb52565e1bcfb&imageMogr2/format/webp)