"Saya akan menikahi Kayla." Ucapan tegas Kenzi itu pun meruntuhkan persahabatan antara Kayla dan Kenzi yang sudah terikat sejak kecil. Kenzi yang selama ini selalu menjaga dan melindungi Kayla, rela menjadi pahlawan dengan mengorbankan dirinya untuk menikahi Kayla yang manja, saat Kayla ketahuan dihamili dan ditinggalkan oleh kekasihnya, Mark. Kayla yang sebenarnya tidak setuju, tidak bisa berbuat apa-apa dan terpaksa menikahi sahabatnya sendiri dengan syarat, Kenzi takkan menyentuh Kayla jika Kayla tidak menginginkannya. Apakah Kenzi benar-benar memenuhi janji dan tanggung jawabnya sebagai suami dan ayah? Dan apakah Kayla bisa membuka hatinya kepada sahabat sekaligus pelindungnya itu?
"Aku hamil." Pengakuan Kayla itu langsung membuat sang pacar, Mark, membelalak. Cowok blasteran Indonesia-Jerman itu langsung menghampiri Kayla dengan wajah tak percaya.
"Jangan becanda," desis Mark.
"Apa aku terlihat sedang becanda?" tantang Kayla. Melihat Kayla serius dengan ucapannya, Mark langsung membuang muka sambil mengacak-acak rambutnya yang kecoklatan. Dia dan Kayla memang sudah pernah berhubungan cukup jauh tanpa memakai pengaman, tapi dia tak pernah menduga jika ini bisa menyebabkan Kayla hamil.
"Apa kamu yakin jika kamu benar-benar hamil?" tanya Mark lagi. Kayla perlahan mengeluarkan dua buah benda dari dalam dompetnya. Dua buah alat tes uji kehamilan dimana di keduanya tertera dua garis dengan cukup jelas. Dia memberikannya kepada Mark, tapi karena Mark tidak menerimanya dan malah menatap kedua benda kecil itu dengan pandangan jijik, Kayla pun meletakkannya di atas kasur di sebelah ia duduk.
"Mungkin itu bukan anakku," gumam Mark sambil menggelengkan kepalanya tak percaya. Mendengar sanggahan dari kekasihnya itu, Kayla pun mendelik.
"Tega sekali kamu! Kamu yang sudah mengambil kegadisanku. Sekarang bisa-bisanya kamu menuduhku tidur dengan cowok lain!?" pekik Kayla tak terima. Sontak Mark menempelkan telunjuknya di bibir untuk memberi isyarat agar Kayla menurunkan volume suaranya. Dia celingukan menatap ke arah pintu takut jika ada yang mendengar pembicaraan mereka. Hari memang masih siang, dan biasanya hampir semua penduduk di kost putra itu sedang sibuk kuliah atau bekerja. Tapi, Mark masih tetap waspada takut kalau ada teman kost nya yang datang dan tak sengaja mendengar teriakan Kayla.
"Oke, kamu tenang dulu!" kata Mark berusaha menenangkan Kayla yang mulai terisak. Dia sama bingungnya dengan gadis cantik berambut pendek yang sudah menjadi kekasihnya selama dua tahun itu. Tapi Mark sadar, bingung dan menangis takkan bisa menyelesaikan semuanya.
"Kita hanya melakukannya sekali saja, Kay," bisik Mark.
"Walaupun hanya sekali, tapi jika kita sama-sama dalam masa subur itu bisa saja terjadi kan? Apa kamu tidak mempelajari soal itu?" protes Kayla. Mark menghela nafas dengan berat mendengar pernyataan Kayla.
"Bagaimana kalau kita gugurkan saja?" bisik Mark kemudian. Lagi-lagi Kayla mendelik. Bahkan kali ini dia beranjak saking kagetnya.
"Kita sudah berbuat dosa. Kamu mau kita menambah dosa lagi dengan membunuh anak ini?" jerit Kayla.
"Sssttt, jangan keras-keras," sahut Mark sambil memegang kedua bahu Kayla. Ia menuntun Kayla agar kembali duduk di atas kasur. Kali ini ia memegang tangan Kayla dengan erat, "Dengar Kayla. Aku tahu kita sama-sama bingung atas semua yang terjadi. Kita juga masih kuliah, jadi tidak mungkin kita bisa menikah dan membesarkan anak ini."
"Maksud kamu?" tanya Kayla bingung.
"Aku belum bekerja Kay, dengan apa nanti aku harus memberi makan kamu dan anak kita?" Mark balik tanya. Kayla menunduk memikirkan semua yang dikatakan oleh Mark.
Kayla menarik nafas panjang dengan berat. Dia yang terlalu polos dan jatuh cinta pada pria itu sehingga lupa akan batasan-batasan dalam hubungan mereka. Saat Mark meminta lebih, Kayla memberikannya dengan cuma-cuma hanya karena cintanya yang begitu besar. Tak pernah terbesit sedikitpun di benaknya jika apa yang mereka lakukan bisa menjadi seperti ini. Dan sekarang, semua sudah terjadi dan Kayla hanya bisa menyesali semua perbuatannya.
Dia mengenal Mark sejak awal masuk kuliah. Mark yang tampan dengan wajahnya yang blasteran sukses memikat hati Kayla. Ketika Mark menembak Kayla dan mengajak Kayla pacaran, Kayla langsung mengiyakan tanpa berpikir panjang. Padahal, Kayla tahu jika Mark adalah cowok populer di kampus dan terkenal playboy. Bahkan, Kenzi sahabat Kayla sejak kecil sudah memperingatkan Kayla untuk berhati-hati pada cowok seperti Mark. Tapi, cintanya pada Mark yang begitu besar membuat Kayla yakin jika Mark adalah cowok yang tepat. Buktinya, Mark selalu bersikap manis dan sayang kepada Kayla selama dua tahun mereka bersama.
"Lalu bagaimana?" tanya Kayla pelan sambil mengusap air mata yang mulai menetes di pipinya. Dia sangat ketakutan sejak kemarin lusa ia melakukan tes pertama. Garis dua itu langsung membuat tubuhnya lemas dan seluruh tulangnya remuk. Ia sadar jika orang tua Kayla yang sangat agamis pasti tidak bisa menerima keadaan anak perempuannya itu. Apa yang harus ia katakan pada mereka? Dia bisa saja dibunuh oleh ayahnya jika ayahnya tahu anak perempuannya sudah hamil diluar nikah.
"Kita menikah saja," lanjut Kayla langsung mengutarakan idenya kepada Mark. Tapi, reaksi Mark sungguh diluar dugaan. Mark menggeleng dengan cepat.
"Aku tidak bisa," kata Mark.
"Kenapa? Kita bisa tetap lanjut kuliah kok. Ayah dan ibuku takkan menuntutmu bekerja. Mereka pasti mengerti," bujuk Kayla. Mark masih saja menggeleng.
"Aku tidak bisa melakukannya, Kay. Mengerti tidak?" bentak Mark, "Aku masih muda. Menikah bukanlah prioritas utamaku sekarang. Aku tidak mau masa mudaku hilang begitu saja karena aku menikah."
Kayla tertegun. Ia diam dan menatap Mark dalam-dalam, mencari tahu apakah kekasihnya itu yakin dengan ucapannya.
"Jadi, kamu tak mau menikahiku?" desis Kayla pelan.
"Bukan tak mau, tapi tidak sekarang!" tegas Mark, "Mungkin nanti jika aku sudah mapan dan karierku sudah bagus. Mungkin aku akan tinggal bersama ayahku di Jerman untuk sementara dan bekerja di perusahaannya."
Kayla kembali terdiam dan mencerna maksud perkataan Mark. Dia tahu jika ayah Mark adalah seorang pengusaha di Jerman. Bukan hal aneh jika Mark memutuskan untuk pergi ke Jerman dan bekerja di perusahaan ayahnya. Tapi, bukankah itu berarti Mark akan meninggalkan Kayla sendirian di sini? Sementara perut Kayla akan semakin membesar seiring berjalannya waktu.
"Kamu serius?" tanya Kayla lagi berusaha memastikan. Mark menghela nafas dan mengedikkan bahunya sekilas.
"Entahlah, aku belum bisa berpikir jernih sekarang. Tapi hanya itu satu-satunya yang terbesit di otakku," jawab Mark.
"Walaupun itu berarti meninggalkanku disini?" tanya Kayla lagi dengan suara bergetar.
"Aku tak tahu Kay, aku tak tahu. Tenanglah dan jangan membuatku panik!" bentak Mark sambil berjalan menghampiri jendela dan melemparkan pandangan ke luar sana. Kayla menarik nafas panjang melihat sikap Mark. Walaupun mungkin Mark masih kalut sekarang, tapi Kayla bisa melihat dengan jelas jika Mark tidak ada sedikitpun niat untuk bertanggung jawab kepada bayi yang sedang dikandung Kayla.
"Maafkan aku Kay, tapi aku sungguh tidak bisa berpikir jernih. Tolong pergilah dan biarkan aku sendiri," usir Mark secara halus tanpa melihat sedikitpun kepada Kayla. Dada Kayla terasa sesak mendengar kekasihnya itu mengusirnya begitu saja, bahkan tanpa ada solusi dalam permasalahan mereka. Kayla pun mengerti, jika sekarang Mark sedang mendepaknya secara perlahan. Kayla sendiri yang sejak awal mau berhubungan dengan Mark. Dan dia juga yang mau melakukan itu tanpa paksaan. Jadi, Kayla sadar jika sekarang dia tak berhak menuntut apa-apa.
"Baiklah aku pergi. Semoga kamu sukses Mark," ucap Kayla sebelum meraih tas ranselnya dan keluar dari kamar kost Mark. Kayla sadar sudah tak ada gunanya lagi dia berada di sana, karena Mark sudah menolaknya mentah-mentah.
Kayla duduk di depan kost Mark sambil menangis tersedu-sedu, meratapi nasibnya yang sungguh sial. Sekarang, dia tak berani pulang dan bertemu kedua orang tuanya. Tapi, kemana lagi dia akan pergi?
Di saat ia terpuruk seperti ini, hanya ada satu nama yang terbesit di pikiran Kayla. Kenzi. Cowok jangkung yang sudah menjadi sahabatnya sejak kecil itu memang satu-satunya orang yang selalu ada untuk Kayla dalam kondisi seburuk apapun. Bahkan disaat Kayla berada di bawah dan melakukan kesalahan, Kenzi masih tetap setia menemaninya. Kayla yakin, sekarang pun Kenzi pasti melakukan hal yang sama. Kayla hanya butuh Kenzi seorang untuk menguatkan hatinya yang sudah hancur berkeping-keping.
Dengan tangan bergetar Kayla menelepon Kenzi. Setelah mendengar dua nada sambung berbunyi, telepon dari Kayla pun diangkat di ujung sana.
"Hallo, Kay. Ada apa telepon malam-malam begini?" tanya Kenzi.
"Ken, bisa tolong jemput aku sekarang? Di kost Mark," kata Kayla.
"Kenapa lagi? Bertengkar lagi?" tebak Kenzi kesal. Ini memang sudah kesekian kalinya Kayla meminta tolong padanya untuk menjemput di tempat kost cowok blasteran tersebut. Setiap Kayla dan kekasihnya itu bertengkar, Mark memang tak pernah mau mengantar Kayla pulang. Sungguh cowok yang tidak bertanggungjawab, batin Kenzi.
"Nanti saja ceritanya," kata Kayla. Kenzi tertegun mendengar suara Kayla yang bergetar. Dia sadar jika ada sesuatu yang terjadi dan Kayla sedang tidak baik-baik saja.
"Tunggu di sana, aku akan datang," kata Kenzi sambil meraih kunci motor dan jaketnya lalu bergegas keluar rumah.
***
Buku lain oleh Sandra Dhee
Selebihnya