Namaku Alisa, aku berhasil keluar dari lingkaran perjodohan dan menikah dengan pria pilihanku sendiri, namun pernikahan kami hancur setelah bertemu dengan seorang adik ipar yang ternyata mencintai suamiku kakaknya sendiri sampai aku harus kehilangan salah satu kaki saat melahirkan anak pertama. Cinta itu aneh, seperti butiran debu yang menempel di benda lalu hilang di hempas angin. Bahkan ada yang rela berkorban untuk cinta, dia kang Dewa yang selalu menemani di masa sulitku. Bagaimana cara kita memperjuangkan cinta tidak semudah ketika cinta pergi. Tangisan tanpa suara seakan bukan sebuah lagu namun bagaikan nyawa. Sakit rasanya saat kita tau cinta telah pergi. . Sebuah perjuangan cinta dan pengorbanan yang luar biasa bagi dua insan yang merajut perasaan menjadi butiran kasih sayang dapat kalian nikmati di setiap babnya.
Pertemuanku dengan gadis setengah stres yang tidak lain adik iparku sendiri menjadi awal petaka yang harus aku tanggung seorang diri.
Cinta yang aku punya. Pernikahan yang hanya berumur satu minggu dengan mudah direbut.
Kisahku dimulai dari sini. Begitu mudah aku terbebas dari rantai perjodohan, dan mendapatkan kebahagian yang aku inginkan, namun siapa sangka kebahagian itu sirna, kebahagian itu hilang seperti darah yang keluar begitu deras dari tubuhnya.
Biarlah aku mengenang masa-masa indah menjemput cinta. Karena hanya ini kisah yang dapat aku abadikan.
Ini deretan kisah cinta. Perjalanan cinta yang begitu manis nan indah untuk aku kenang. Berawal dari sebuah teman biasa sampai adanya rasa yang dibalut dengan ikrar janji suci untuk membangun istana cinta yang seindah Surga.
****
Sungguh tak pernah terbayangkan, menikah dengan kakak sendiri. Itulah yang akan terjadi denganku. Bang Adam seorang kakak ideal, baik pengertian, mengayomi, ngemong. Aku sangat menyayanginya sebagai kakak. Tapi sekarang kami harus menikah?
Dalam aturan Islam menerima perjodohan karena berdasarkan kerelaan antara kedua pihak, namun dalam hal ini aku menolak perjodohan yang sudah jadi tradisi keluarga. Jiwa ini tidak bisa menerima bang Adam sebagai calon imamku.
Perjodohan yang sudah terjadi sejak masih orok, kini sudah meminta tanggal untuk memastikan hari pernikahan.
Tuhan beri aku satu cinta untuk selamanya. Jadikan pelengkap bagi dia yang sudah kehilangan tulang rusuknya.
Lalu bagaimana dengan do'a yang selalu aku panjatkan di setiap waktu. Apa Tuhan tidak mengabulkannya. Apa do'a ku sia-sia?
Apa bang Adam jawaban dari setiap do'aku? Tapi kenapa jiwa ini tidak bisa merasakan getaran cinta setiap kali bang Adam ada di dekatku.
"Umi sudah tidak sabar menunggu pernikahan kalian." Ucap Umi saat kami sibuk menyiapkan sarapan pagi.
"Tidak, Umi. Alisa tidak mau meneruskan perjodohan ini."
Mendengar jawabanku wanita yang selalu di panggil Umi dengan lembut itu hanya tersenyum tidak menjawab sedikitpun. Dia terus memotong sawi di atas telenan.
"Umi!" Kali ini aku berani mengambil alih pisau di tangan Umi dan menyelesaikan pekerjaan Umi memotong sawi.
"Beres kan, Umi." Aku taruh pisau dan potongan sawi pada tempatnya. Umi menatapku sambil tersenyum.
"Bantu Alisa, Umi. Batalkan perjodohan ini. Biarkan Alisa memilih pasangan hidup Alisa sendiri."
Seakan tidak peduli dengan permintaanku. Umi melanjutkan menumis bawang.
Ya Allah. Umi seakan tidak peduli dan tidak mau mengabulkan permintaan ku. Tapi kalau bukan pada Umi pada siapa lagi harus meminta bantuan, saat ini hanya umi satu-satunya makhluk yang bisa melunakkan hati Abah dan Akung.
"Alisa sayang. Apa sih kurangnya bang Adam? Dia tampan, Sholeh, ilmu agamanya bagus, pandai baca kitab, dia juga sudah bekerja, dan dia juga sayang sama Alisa. Coba Alisa pikirkan lagi."
Akhirnya Umi mengeluarkan pendapatnya, benar kata Umi, bang Adam pria yang perfek nyaris sempurna semua wanita banyak yang terpesona dengan kepandaiannya.
Apalagi jika bang Adam menggantikan Akung mengajar kitab kuning yang sudah jadi rutinitas di malam hari. Semua santri putri seakan tersihir akan senyum dan suara indahnya.
Tapi semua itu tidak berlaku untukku. Bagiku bang Adam hanya sebagai Abang. Cukup!
"Bang Adam itu abangnya Alisa, Umi. Dari kecil, bahkan dari Alisa masih orok kami sudah serumah, seatap, yang gantiin Popok Alisa sewaktu kecil bang Adam juga. Masa iya sih Alisa jadi istrinya."
Umi hanya tersenyum. Sudah dua hari ini permintaan ku pada umi hanya di balas dengan senyum manis yang seakan menertawakan hidupku.
Aku tidak mau hidupku seperti mbk Sabrina dan dan mbak Hadijah yang dipaksa menikah dengan orang yang tidak pernah dicintainya. Cukup mereka berdua yang jadi korban perjodohan.
Jaman sudah berubah kita wanita berhak memilih apa yang kita inginkan termasuk memilih pasangan. Bukan berarti aku tidak patuh sama perintah orang tua. Hanya saja hati ini masih ingin memilih.
"Apa itu alasan yang kuat nak?" spontan pertanyaan Umi membuatku mengangguk. Umi hanya geleng-geleng kepala lalu tersenyum sambil memegang pundakku.
"Alisa tau kan tradisi keluarga kita. Perjodohan kalian sudah ditentukan saat kamu baru lahir kedunia ini. Masih ingat kata Akung? Haram hukumnya menolak. Perintah orang tua adalah amanah. Jadi turuti saja."
Ya Tuhan haruskah aku bernasib sama seperti mbk Hadijah, yang harus ikhlas meninggalkan kekasihnya yang sudah menjalin hubungan selama tiga tahun demi seorang yang sudah di wasiatkan sejak bayi. Oh tidak, benar saja aku masih belum punya cinta, tapi bagaimana jika aku menemukan cintaku di tengah perjodohan ini?.
"Umi. Dunia sudah berubah. Jodoh tidak bisa dipaksakan. Lagian dalam Islam tidak ada sistem paksaan dalam memilih jodoh," ucapku yang membuat Umi hanya geleng-geleng kepala.
"Pokoknya, Alisa gak mau nerusin perjodohan ini. Titik."
"Perjodohan itu tidak seburuk yang kamu bayangkan. Contohnya saja. Umi dan Abah. Mbk Hadijah dan bang Ali. Mbk Sabrina dan bang Malik. Kita bahagia sampai punya anak toh. Hidup damai, berkecukupan. Bila orang tua ridha Allah pasti ridha nak."
"Umi, mbak Dijah, mbak Ina. Kalian menerima dengan Ikhlas perjodohan itu. Tapi Alisa, kan tidak Umi." Ucapku pelan dan penuh tekanan.
"Sudah. Jangan dibahas lagi! Kalo kamu dan Adam bukan jodoh kalian tidak akan bersatu." Umi terdiam sejenak menatapku yang mulai tampak kesal dan memasang muka judes.
"Tapi jika kamu dan Adam jodoh maka apapun yang kamu lakukan, sekeras apapun kamu berontak itu percuma. Jadi diam dan terima ini demi kebaikan kalian."
Percuma bicara sama Umi. Bukannya dibantu malah dapat ceramah dengan ceramah yang sama. Ya Tuhan haruskah aku menerima perjodohan ini?
Dalam keadaan marah selalu terlintas dalam pikiranku. Aku menyesal, kenapa aku harus dilahirkan dari keluarga ini. Pikiran kotor mulai menyelimuti jiwa yang gelap.
Apa mungkin semua keluarga yang dari kalangan Kyai melakukan hal sama. Menciptakan rantai perjodohan berdasarkan bibit, bebet dan bobotnya, dan tidak ada toleransi untuk berkata tidak.
Sejak mengetahui perjodohan dengan bang Adam spontan aku langsung menjaga jarak, suka pasang muka judes dan sinis saat melihat bang Adam di depan rumah. Setiap hari bahkan setiap detik Aku selalu melihat bang Adam karena rumah kami satu halaman beda gedung.
Entah kenapa tiba-tiba aku merasa benci dan risih melihat bang Adam tersenyum padaku. Padahal dulu aku merasa bang Adam adalah sosok Abang sekaligus teman curhat yang terbaik yang aku punya. Apa mungkin karena status kami sudah menjelma jadi sebuah kata tunangan dan suatu saat aku akan menjadi nyonya Adam. Membayangkan saja aku merasa jijik, apalagi aku menyadari dari kecil bang Adam sudah terbiasa melihat tubuhku tanpa busana, rasanya malu jika harus bersanding sebagai suami istri.
"Sa. Ikut Abang yuk." Kenapa tiba-tiba dia datang kesini? Mau ngajak kemana dia? Ah malas.
"jangan sinis gitu dong. Abang merasa kehilangan Alisa yang ceria, Alisa yang sayang sama abang."
Baguslah dia sadar kalau aku tidak suka dia ada di sini. Sepertinya dia bahagia dengan perjodohan ini buktinya saja dia masih mendekatiku, bahkan mengajakku entah kemana.
"Wah. Abah cari kemana-mana ternyata kalian sudah ada disini. Baguslah. Adam mau berangkat sendiri apa mau di anterin pak Mamat?"
What? Mau kemana. Kenapa Abahnya bang Adam memberi penawaran manis sambil tersenyum seakan mengejek hati yang yang tengah teriris.
"Jalan sendiri aja. Abah. Lebih romantis."
Ya Tuhaaan. Bang Adam keterlaluan.
"Mau kemana, Bang?" Terpaksa deh aku harus bertanya dengan nada yang tidak enak di dengar. Si Abang hanya tersenyum sambil menarik tanganku menuju sepeda yang terparkir di bawah pohon mangga. Lalu menyerahkan helm tanpa menjawab pertanyaan.
"Naik."
"Gak mau."
"Abang punya solusi. Ikutlah."
"Solusi apa?" Mendadak aku seperti mendapat cahaya dari berbagai arah. Cahaya kebahagian yang aku lihat di wajah bang Adam.
"Jangan disini."
Baik. Akhirnya aku luluh demi sebuah solusi. Aku mengikuti kemana arah roda dua ini melaju.
🛩️🛩️🛩️
Bab 1 Perjodohan
14/08/2023
Bab 2 Kejutan yang tak terbayangkan
15/08/2023
Bab 3 Sudah hamil tiga bulan
15/08/2023
Bab 4 Benih Cinta
15/08/2023
Bab 5 Perjodohan kedua
15/08/2023
Bab 6 Tabir Cinta yang Terbuka
16/08/2023
Bab 7 Doa di sepertiga malam
16/08/2023
Bab 8 Tafsir Mimpi
16/08/2023
Bab 9 Aku Terima Cintamu
16/08/2023
Bab 10 Trik Menarik Perhatian Camer
17/08/2023
Bab 11 Lamaran yang di Tolak
18/08/2023
Bab 12 Jodoh Ketiga si Tunadaksa
21/08/2023
Bab 13 Keputusan Sepihak
21/08/2023
Bab 14 Alisa dikurung
21/08/2023
Bab 15 Pasrah
21/08/2023
Bab 16 Pertunangan tanpa Mempelai
21/08/2023
Bab 17 Hanya mimpi
21/08/2023
Bab 18 Pernikahan.
21/08/2023
Bab 19 Di Buli Saudara
23/08/2023
Bab 20 Indahnya malam pertama
24/08/2023
Bab 21 Evelyn
25/08/2023
Bab 22 Di tengah malam
26/08/2023
Bab 23 Semua karena Nanda
27/08/2023
Bab 24 Emosi yang Meluap
28/08/2023
Bab 25 Evelyn menghias diri
29/08/2023
Bab 26 Liburan yang Menyakitkan.
30/08/2023
Bab 27 Evelyn masih stres
01/09/2023
Bab 28 Ternyata Evelyn itu...
01/09/2023
Bab 29 Ibu Terjatuh
02/09/2023
Bab 30 Wanita di samping suamiku
03/09/2023
Bab 31 Perasaan Curiga
04/09/2023
Bab 32 Alisa di sekap
05/09/2023
Bab 33 Katakan Cinta
06/09/2023
Bab 34 Nikahi Aku, Bang!
07/09/2023
Bab 35 Ok. Kita menikah
08/09/2023
Bab 36 Petaka di Hari Pernikahan.
09/09/2023
Bab 37 Selamat Tinggal Sayang
10/09/2023
Bab 38 Tanah yang Masih Basah
11/09/2023
Bab 39 Hamil
12/09/2023
Bab 40 Di bilang Stres
13/09/2023
Buku lain oleh Azza Gufron
Selebihnya