Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
La Tahzan Jihan!
5.0
Komentar
22
Penayangan
3
Bab

Jihan, gadis lugu yang berharap mendapat kebahagiaan setelah menikah dengan Wahyu- putra dari tokoh agama terkemuka di daerahnya. Sayangnya, semua tidak seindah ekspektasinya. Hari-hari Jihan berubah menjadi mimpi buruk setelah resmi menikah dengan Wahyu. Keluarga Wahyu ternyata sangat egois dan selalu membenarkan apapun yang diperbuat oleh keluarga mereka. Bahkan saat Wahyu menikahi wanita lain saat Jihan tengah hamil besar. Lantas bagaimana Jihan menghadapi semuanya? Mampukah ia bertahan demi buah hatinya? Atau malah ia sekuat tenaga mencari jalan agar bisa lepas dari jeratan Wahyu dan keluarganya?

Bab 1 Kesedihan Jihan

"Aku harus segera menikahi Alina, mau tidak mau kamu harus ikhlas mengizinkan aku menikahinya. Ini semua demi nama baik keluarga besar kita."

Ucapan Wahyu bagai petir yang menyambar di siang bolong bagi Jihan. Dengan entengnya suaminya meminta izin untuk menikah lagi. Padahal saat ini Jihan tengah mengandung 5 bulan, buah cinta pertama mereka.

"Nama baik apa yang Mas maksud? Bukankah semua ini hanya untuk menutupi perselingkuhan Mas?" jawab Jihan dengan pipi yang sudah mulai dialiri bulir-bulir bening.

"Menurut agama, salah satu kewajiban seorang istri itu adalah menutupi aib suaminya. Aku khilaf, aku dijebak hingga bisa melakukan hal itu dengan Alina." Wahyu mulai mengeluarkan jurus andalannya, agama.

Jihan berdecih mendengar pembelaan suaminya. Bukankah mereka berdua melakukan perselingkuhan secara sadar dan mengapa kini beralibi seolah-olah khilaf dan dijebak?

"Aku tidak sanggup kalau harus dimadu Mas, apalagi aku sekarang lagi mengandung buah cinta kita. Tidakkah ada sedikit saja rasa kasihanmu kepadaku." Jihan kembali mencoba mencari sedikit celah kecil di hati suaminya.

Wahyu terdiam sejenak, diliriknya sekilas perut istrinya yang sudah mulai membuncit. Ada setitik rasa iba dalam hatinya. Namun bayangan keindahan tubuh Alina yang manja dalam dekapannya jauh lebih mendominasi.

"Sudahlah Jihan, aku tidak mau mendengar penolakan apapun darimu. Kamu itu istriku, tanggung jawabku. Jadi kamu harus mengikuti apa kata suamimu. Selagi aku tidak menyuruhmu melakukan perbuatan dosa, kamu wajib mentaati perintahku!" suara Wahyu mulai meninggi. Pertanda egonya kembali minta didengar.

"Lagipula, laki-laki itu boleh beristri lebih dari satu bahkan boleh sampai empat. Percayalah, aku akan berlaku adil. Seharusnya kamu bangga, aku jujur meminta izin padamu untuk menikah lagi. Coba lihat suami-suami lain di luar sana! Sudah nikah duluan baru istrinya diberi tahu," lanjut Wahyu semakin meninggi.

Jihan mencoba menajamkan pendengarannya, apa dirinya tidak salah dengar? Bangga? Suaminya ingin menikah lagi dia harus bangga?

"Jadi untuk apa kamu minta izin padaku Mas, kalau pada akhirnya toh kamu juga tidak butuh jawabanku." Jihan menangis terisak.

"Itu tandanya aku masih menghargaimu sebagai istriku. Jadi sudahlah, hentikan penolakanmu. Jangan menangis lagi. Aku tidak mau bayi yang kamu kandung nantinya cengeng seperti ibunya." Wahyu mendengus kesal.

Jihan mengusap airmatanya perlahan, ia sadar jika percuma saja terus berusaha meminta suaminya untuk tidak menikah lagi. Namun sungguh ia tak sanggup jika harus dimadu.

"Ceraikan saja aku Mas.....," ujar Jihan lirih.

Wahyu terperanjat mendengar ucapan yang keluar dari mulut wanita yang sudah 1 tahun dinikahinya itu. Dengan cepat ia mendekati Jihan yang terduduk lesu di pembaringan. Lalu....

Plakkk!

Jihan tersungkur saat sebuah tamparan keras mendarat di pipi kirinya. Tangisnya pun kembali pecah.

"Perceraian itu adalah perbuatan yang dibenci Allah! Jangan pernah kamu ucapkan kata-kata itu lagi! Aku tekankan sekali lagi, tidak akan ada perceraian!" Wahyu berjalan keluar kamar seraya membanting pintu dengan keras. Meninggalkan Jihan yang masih terisak di pembaringan.

*****

Jihan Almira gadis berusia 19 tahun itu tak bisa menolak saat kedua orangtuanya menjodohkan dia dengan Wahyu Alfaridzi, pria yang merupakan putra dari seorang pemuka agama terpandang di kotanya.

"Mereka itu keluarga yang taat beribadah, orangtua Wahyu saja sudah bolak-balik naik haji. Wahyu dan ketiga saudara perempuannya juga jebolan pesantren semua." ujar Rahmat- Ayah Jihan saat membujuk putrinya untuk menerima pinangan Wahyu. Pria itu mengaku jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat Jihan di sebuah acara pengajian.

"Tapi Jihan masih ingin melanjutkan pendidikan Abah, usia Jihan juga masih 19 tahun, masih terlalu muda untuk menikah." Jihan mencoba untuk mencari peluang agar bisa menolak perjodohan itu.

"Masih muda apanya nduk, Emak dulu menikah sama Abahmu saat masih berusia 16 tahun." Lasmi mencoba membantu suaminya untuk membujuk Jihan.

"Mereka itu selain orang berada juga keluarga yang sangat mengerti agama, jadi Abah dan Emak yakin kamu pasti akan bahagia menjadi istri Wahyu." Rahmat membelai rambut putrinya perlahan.

"Kamu setuju kan Nduk? Lagipula almarhum ayahnya Wahyu, Ustad Dahlan itu dulu sering membantu keluarga kita. Orangnya baik sekali. Jadi Wahyu sudah pasti ada turunan sifat baik ayahnya," lanjut Rahmat dengan mata menatap sendu berharap Jihan mau menuruti keinginannya.

"Abah yakin kalau nanti Jihan akan bahagia menikah dengan Mas Wahyu? Abah yakin kalau nantinya tidak akan menyesal?" Jihan memeluk erat ayahnya.

"InsyaAllah Nduk, Wahyu itu selain tampan, pekerjaannya sudah mapan, agamanya juga bagus, Abah yakin dia tidak akan menyakitimu," Rahmat mengangguk mantap. Baginya Wahyu itu calon menantu idaman, tampan, mapan, dan soleh.

"Emak juga yakin?" Jihan lantas menoleh pada Ibunya. Lasmi menggangguk perlahan mendengar pertanyaan putrinya.

"Lantas bagaimana dengan sekolahku Abah? Jihan masih ingin melanjutkan kuliah."

"Tenang saja nduk, Wahyu bilang kamu boleh terus melanjutkan kuliah, bahkan Wahyu yang akan membiayainya."

"Baiklah Abah, Emak. Kalau pernikahan ini bisa membuat Emak dan Abah bahagia, Jihan setuju dan ikhlas untuk dinikahkan dengan Mas Wahyu." Jihan memeluk erat kedua orangtuanya seraya menangis terisak.

Jihan memilih untuk ikhlas dan menerima pernikahan itu. Ia berharap semoga saja semua yang dikatakan Ayahnya benar. Mudah-mudahan Wahyu bisa memegang semua janjinya.

Namun setelah pernikahan berlangsung, Jihan mulai merasa banyak hal yang tak sesuai dengan cerita Ayahnya. Semua terasa bertolak belakang dari ekspektasinya.

Setelah hidup bersama sebagai suami istri, Wahyu ternyata pemuda yang egois, temperamen dan kekanak-kanakan. Ia bahkan melarang Jihan untuk kuliah lagi, tidak seperti janjinya dulu.

Namun Jihan tak ingin Ayah dan Ibunya terluka. Saat ditanya perihal kelanjutan sekolahnya, ia berbohong dan mengaku kalau dirinyalah yang sudah tidak mau kuliah lagi lantaran ingin jadi ibu rumah tangga saja.

Setiap hari, Jihan juga harus berhadapan dengan Ibu mertuanya yang selalu tak pernah puas dengan apa saja yang Jihan lakukan.

"Kamu itu bisanya apa sih Jihan? Masak gak enak, beresin rumah juga kurang bersih, eh sudah 5 bulan menikah belum juga hamil," cibir Wati, mertua Jihan.

Jihan hanya bisa tertunduk sedih mendengar perkataan nyelekit dari mertuanya. Hatinya sungguh sakit, namun tak punya keberanian untuk menjawab. Ia hanya bisa tertunduk pedih mengusap linangan airmata di pipinya.

Hingga akhirnya di usia pernikahan mereka yang ke 7 bulan, Jihan dinyatakan positif hamil. Wahyu sangat gembira, Ibu mertua dan saudara iparnya juga. Mereka mulai bersikap sedikit melunak pada Jihan.

Dan petaka itu pun kembali datang, seorang perempuan cantik bernama Alina, mantan kekasih Wahyu saat kuliah dulu. Firasat seorang istri dari Jihan sudah mulai mengendus hal yang tak wajar saat gadis itu sering bertandang ke rumah mereka.

Dengan alasan berbisnis kosmetik dengan Naya, kakak perempuan Wahyu, Alina justru sering terpergok sedang berbincang mesra berdua dengan Wahyu.

Bukannya menasehati sang putra, Wati malah kerap membanding-bandingkan Jihan dan Alina.

"Kamu itu menantu idaman setiap mertua loh Alina, sudah cantik, terpelajar, kaya, perhatian lagi. Harusnya kamu yang menikah dengan Wahyu, bukan Jihan," ujar Wati saat Alina sedang bertamu, tanpa memikirkan perasaan Jihan yang sedang menghidangkan minuman dan cemilan di meja. Mendengar itu semua, Jihan hanya bisa menangis lalu berlari masuk kedalam kamar. Dadanya terasa sesak.

Dan kini perselingkuhan mereka semakin nyata, Wahyu dan Alina terpergok sedang berbuat mesum oleh orangtua Alina. Wahyu pun didesak untuk segera menikahi Alina.

*****

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku