Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
DOLLAR MEKAR RUMAH TANGGA BUBAR

DOLLAR MEKAR RUMAH TANGGA BUBAR

La Bianconera

5.0
Komentar
925
Penayangan
32
Bab

Maryati bertekad menjadi TKW ke Taiwan sebagai penjaga lansia. Dia rela meninggalkan anak dan suaminya demi memperbaiki perekonomian keluarga. Namun, rupanya, Maryati terjebak salah pergaulan ketika telah mendapatkan gaji yang besar. Dia mulai mengabaikan keberadaan Irwan, suaminya, dan menjalani hubungan terlarang dengan laki-laki lain yang juga seorang TKI di negara Formosa itu. Cita-cita membangun perekonomian keluarga runtuh sudah, ketika Irwan mengetahui perselingkuhan sang istri. Pada akhirnya, penyesalan tinggal penyesalan. Ketika semua tidak lagi berjalan seperti yang diharapkan Maryati. Lalu, bagaimana nasib Maryati selanjutnya? Apa Irwan mau membuka hati pada Maryati ketika wanita itu kembali? Di sisi lain ada Ajeng, gadis tomboy yang menawarkan cinta tulus pada Irwan. Note: Cerita ini terinspirasi dari banyaknya kejadian rumah tangga yang karam karena menjalani LDR. Semua nama tokoh adalah fiktif, sedangkan nama-nama tempat sebagian real.

Bab 1 Cinta Terlarang

"Ibuk, Ibuk, jangan tinggalin Sasa!" jerit Marisa, bocah berusia empat tahun di gendongan ayahnya.

Hati Maryati terasa remuk mendengar tangisan Marisa dan tatapan nanar sang suami. Tubuh gadis cilik itu terus meronta. Kedua tangan Marisa menggapai-gapai kaca jendela bus yang akan membawa Maryati dan rombongan ke Surabaya.

Ya, malam itu, Maryati bersama rombongan dari sebuah PJTKI, harus berangkat ke Surabaya. Bersama dua belas calon tenaga kerja wanita, mereka menuju ke Bandara Juanda.

Marisa terus menangis. Sementara ayah gadis kecil itu berusaha menenangkan sembari sesekali mengusap air mata di kulit pipinya yang kecoklatan.

Begitu juga, air mata Maryati membanjiri kedua belah pipi. Sayup terdengar suara Marisa yang masih menangis, ketika bus mulai bergerak pelan meninggalkan tempat parkir PJTKI. Maryati dan mungkin juga teman-teman senasib merasakan lara yang sama. Berat berpisah dengan anak, suami, dan keluarga di tanah air. Apalagi Maryati meninggalkan Marisa, putri semata wayangnya yang baru berusia empat tahun.

"Kita harus berani berkorban, Mbak. Ditungguin saja juga ndak cukup." Begitu ujar teman sebangku dalam bus, yang sudah beberapa tahun bekerja di Taiwan.

Wanita berusia mendekati paruh baya itu, antusias menceritakan tentang kesuksesannya menyekolahkan anak-anaknya sampai bangku kuliah. Bahkan ada salah satu anaknya yang menjadi anggota kepolisian. Sangat membanggakan tentunya.

Maryati mengangguk sembari berharap. "Nggih, Mbak. InshaAllah, saya bisa seperti Njenengan," ucapnya menanggapi.

Terbayang di pelupuk mata Maryati, kelak dia pulang dari Taiwan, rumahnya sudah bagus, punya usaha, dan berkecukupan materi. Memang dia harus berkorban untuk sementara waktu. Maryati tidak bisa berharap banyak pada gaji suaminya sebagai pesuruh di sekolah dasar, yang hanya cukup untuk makan sehari-hari.

Maka dari itu, tekad Maryati sudah bulat meskipun harus berpisah dengan putrinya.

**

Prang!

"Apa lagi yang kamu pecahkan, Ria?" tanya seorang wanita cantik sembari mendekat.

Wanita itu melongo ketika melihat cangkir porselen mahal merek Italia itu pecah berantakan. Maryati pucat pasi dengan wajah menunduk dalam. Dia memilin jari-jarinya, kemudian bergerak mencari vacum cleaner.

"Ambil dulu pecahan kacanya, kalau semua masuk mesin, nanti mesinnya rusak! Cepat!" seru wanita itu dengan nada tinggi.

Maryati mengangguk kaku, kemudian mengambil kantong plastik dan memunguti pecahan kaca tersebut.

"Tue pu ci, Thai-thai," (maaf, Nyonya) ucap Maryati sangat lirih.

Wanita yang berdiri di sampingnya itu menggeleng-gelengkan kepala sembari berkacak pinggang. "Pekerjaan kamu bagus sebenarnya, tapi ceroboh, Ria. Saya tidak mau jika kamu melakukan kecerobohan pada ibu saya! Paham?" ucapnya masih dengan nada tinggi.

Maryati mengangguk. Dia melirik sekilas pada bosnya yang melangkah menjauh. Maryati menarik napas lega. Namun, beberapa detik kemudian, sang bos membalikkan langkah.

"Oh, ya, Ria. Saya akan ke Paris selama seminggu. Kamu jaga Ama baik-baik. Sebelum berangkat libur, kamu tunggu adikku datang dulu!" ucap wanita dengan dandanan elegan itu.

Maryati kembali mengangguk pelan. "Baik, Nyonya," jawabnya.

Setelah selesai membersihkan pecahan gelas, Maryati kembali ke kamar Nenek. Wanita itu memiringkan tubuh Nenek dan menepuk punggungnya. Selanjutnya, memindahkan Nenek dari brankar ke kursi roda dengan hati-hati.

Tring!

Handphone berdenting. Sambil memijat kaki Nenek dengan sebelah tangan, Maryati me-scroll sosial media. Dia sempat mengomentari unggahan foto teman satu PT di akun tersebut.

Bersamaan dengan itu, sebuah pesan masuk dari aplikasi hijau.

[ "Marya, hari Minggu jadi libur, kan? Sudah dapat izin dari bos?"] tanya Lina.

Maryati tersenyum sendiri lalu membalas pesan.

[ "Jadi dong, Mak Lampir ke Paris seminggu. Aku bilang sama dia, kalau nemuin suami yang baru datang dari Indo,"] balasnya sembari tersenyum sumringah.

Maryati hanya senyum-senyum ketika Lina kembali memberondongnya dengan godaan. Pipinya memanas mengingat nama Agung, laki-laki yang beberapa bulan ini menjadi tempatnya berkeluh kesah. Agung sangat pengertian.

Laki-laki yang bekerja di sebuah pabrik di kota Taichung, Taiwan itu, selalu menghiburnya ketika dia mengalami kesulitan. Tidak bosan, Agung memotivasi Maryati ketika wanita itu merindukan Marisa. Pertemuan Maryati dan Agung tanpa sengaja, ketika mereka sama-sama melakukan medical check-up rutin, enam bulan lalu.

**

"Mas, sudah. Jangan minum lagi."

Agung mendengus tidak suka. Laki-laki itu berusaha meraih kembali sisa minuman yang berada di dalam botol. Maryati menggeleng tegas. Dia memegangi bahu laki-laki itu.

"Kalau kamu masih minum, aku pulang sekarang!" ancam wanita itu.

Maryati segera melepaskan tangannya dari bahu Agung. Agung tidak tinggal diam. Dia segera menarik tubuh Maryati dan memeluknya.

"Jangan pergi, Ya, jangan pergi. Iya, sudah, aku nggak akan minum lagi," rayu laki-laki itu.

Ganti Maryati yang mendengus. "Awas, kalau kebanyakan minum. Kamu itu hari Senin kerja, Mas. Kebanyakan minum nanti nggak bisa kerja," sungutnya.

Agung mengangguk. Dia merangkul bahu Maryati, kemudian mereka berdua keluar dari ruangan yang masih ramai dengan hingar bingar suara karaoke itu.

"Mas, ngapain kita ke sini?" tanya Maryati sembari mendongak menatap tulisan "hotel" di atas mereka.

Agung tersenyum dan mengusap kepala wanita di sampingnya itu. "Memangnya, kamu mau tidur di mana, Ya? Besok kan masih libur. Kita tidur dulu di situ, besok siang kita jalan-jalan. Katanya kamu mau ke jembatan kaca," ucap laki-laki itu pelan.

Maryati tersenyum dan mengangguk. Dia melingkarkan tangan di lengan Agung dan mengikuti laki-laki itu menuju ke resepsionis. Kamar hotel paling murah menjadi pilihan keduanya.

Maryati memindai seluruh penjuru kamar hotel. Hm, tidaklah buruk untuk harga 700 NT, pikirnya. Wanita itu merebahkan tubuhnya yang penat ke tempat tidur.

Selama satu bulan penuh dia bekerja sebagai perawat lansia. Untuk jangka waktu tiga tahun kontrak pertama. Tidak jarang, Maryati harus begadang semalam suntuk karena Ama (Nenek) tidak mau tidur. Terkadang pula, Maryati menghabiskan waktunya di rumah sakit ketika Ama dirawat inap. Tentu sangat melelahkan bagi wanita itu. Maryati memejamkan mata menikmati "kebebasannya".

Maryati mengerjap pelan ketika Agung telah memeluknya. Laki-laki itu hanya mengenakan handuk hotel. Rambutnya yang dicat kepirangan sedikit basah.

"Mas, aku mandi dulu," ucap Maryati lirih sambil mengusap pipi mulus Agung.

Agung menggeleng pelan. "Nggak usah Ya, aku mandi karena tadi minum. Ayolah, aku sudah nggak sabar nungguin kamu," bisiknya mulai merayu.

Tangan Agung mengusap rambut Maryati dan semakin bergerak turun. Tidak hanya itu, Agung mulai menciumi Maryati. Wanita berwajah cantik yang menyita hari-harinya.

Di bawahnya Maryati tidak menolak. Dia membalas apa yang dilakukan Agung sehingga keduanya sama-sama tanpa busana. Malam itu, kedua insan di mabuk cinta itu semakin larut dalam hubungan terlarang.

Nafsu telah mengalahkan logika dan iman. Maryati lupa akan fitrahnya sebagai seorang istri. Dia lupa akan keberadaan Irwan dan Marisa yang setia menunggu hanya untuk sekadar membalas pesan singkat.

Yang ada di mata Maryati sekarang hanyalah sosok Agung. Laki-laki yang datang menawarkan cinta dan kehangatan di tengah kesepian.

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh La Bianconera

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku