Ketika senyum sang istri bukan lagi untuk nya. Saat itu pula senyum sang suami bukan lagi senyum kebahagiaan
"mas sarapannya udah siap, mau kopi atau teh?" Mazaya tersenyum manis menyambut suaminya yang baru turun dari lantai dua rumah mereka.
"Kopi aja." tanpa melihat sang istri Adam menjawab sambil menarik kursi untuk duduk di meja makan.
Makanan sudah tersaji, nasi goreng seafood kesukaannya, dia tersenyum tipis melihat sarapan itu, mazaya tidak pernah gagal menyenangkannya dalam urusan perut dan pelayanan. Adam merasa beruntung mendapat istri yang begitu pengertian. cantik, baik, lembut, santun, dan patuh, itu semua ada di dalam diri Mazaya. Dan itu semua adalah milik Adam dan halal untuk nya, namun entah kenapa hingga tahun ketiga pernikahan mereka bahkan akan menjelang tahun ke empat Adam masih belum menjadikan sang istri menjadi untukya seutuhnya.
Ya, Mazaya masih tetap gadis, dia belum pernah di sentuh oleh sang suami, entah apa penyebabnya hanya Adam yang tau itu semua.
"Ini mas kopinya!"
Adam tersadar dari lamunannya saat mazaya meletakkan segelas kopi hitam kesukaannya di meja, aroma dari kopi yang menguar membuat pikiran Adam yang sedikit kalut berangsur tenang.
"Terimakasih Aya," Adam menjawab dengan menyematkan senyum tipis. Sesaat mazaya terpaku melihat itu, selama pernikahan mereka ini pertama kalinya dia melihat senyum Adam yang tulus.
Walaupun bersikap lembut namun Mazaya belum pernah melihat senyum tulus itu, walau tipis tapi itu sudah membuat dia senang, perjuangannya selama tiga tahun lebih dalam berumah tangga dan mengabdi terbayar hanya dengan senyum tulus dari sang suami.
Dengan hati yang senang dan wajah yang cerah dia menyajikan nasi goreng buatannya kepiring Adam yang langsung di makan oleh sang suami dengan lahapnya. Semakin senang saja Mazaya menyaksikan itu, dia pun ikut duduk di samping sang suami dan ikut memulai sarapan mereka dengan tenang.
"Mas, nanti Aya izin mau ke toko buku sepulang dari sekolah, sekalian nanti mampir ke rumah Abi dan umi," memberanikan diri Mazaya memandang Adam di sampingnya.
Selama pernikahan tidak pernah Mazaya memandang Adam dengan sengaja, dia lebih sering menunduk di depan suaminya itu, jika ingin melihat sang suami dia akan melihat diam-diam dan akan membuang pandangannya saat Adam melihat nya.
"Pergilah, sampaikan salam untuk Abi dan umi, aku belum bisa kesana, katakan saja kalau aku sibuk kalau umi bertanya," Adam menjeda kalimatnya, dia menoleh kearah mazaya dan tersenyum. Senyum yang lebih lebar dari yang pertama tadi dan tentu saja senyum yang tulus, sejenak Mazaya terpaku menyaksikan itu.
"Dan jangan terlalu lama pulang, karena mungkin aku akan pulang lebih cepat", Adam melanjutkan ucapannya dan kembali memakan sarapannya hingga habis.
Mazaya masih terdiam dan tidak merespon ucapan Adam, dia masih berusaha meredakan debaran jantungnya yang menggila menyaksikan senyum sang suami untuk yang kedua kalinya. Jika kalian mengatakan dia lebay itu tak masalah bagi Mazaya, karena untuk mendapatkan senyum itu butuh waktu tiga tahun lebih mengarungi bahtera rumah tangga dengan sang suami, jadi wajar saja saat ini dia belum bisa merespon ucapan Adam.
Merasa tak mendapatkan respon Adam kembali menoleh kearah Mazaya, dia mengerutkan alis saat melihat mazaya justru terdiam sambil melihat ke arahnya.
Adam berdehem sambil menyentil dahi Mazaya "kenapa melamun?" Tanya nya.
Mazaya langsung tersadar dari lamunannya,"eh gk apa-apa mas." Dia tersenyum malu dan menundukkan kembali wajahnya, sungguh dia malu jika sampai Adam melihat wajahnya yang memerah hanya karena sebuah senyuman. Ditambah tadi Adam juga menyentuh keningnya walaupun itu hanya sebuah sentilan tapi efeknya sangat luar biasa untuk Mazaya.
Mereka melanjutkan sarapan yang sempat tertunda tadi dalam hening. Setelah beberapa menit mereka selesai, Adam beranjak berdiri dan untuk berangkat ke kantor.
"Aku berangkat, jangan lupa sampaikan salam ku pada umi dan Abi." ucapnya sambil berlalu keluar rumah.
Mazaya yang melihat suaminya mulai berjalan lantas mengikuti dari belakang hingga di depan pintu. Dia menyodorkan tangan dan Adam yang mengerti memberikan tangannya dan langsung di cium dengan takzim oleh Mazaya.
"Hati-hati berangkat mengajar." ucap Adam sambil mengelus kepala mazaya yang berbalut hijab coklat. Dia lantas langsung pergi tanpa menunggu jawaban Mazaya.
Sementara mazaya justru terpaku akan perlakuan Adam, hari ini dia benar-benar beruntung karena mendapatkan kejutan berlipat ganda, hatinya membuncah rasa bahagia hanya karena perlakuan Adam hari ini. Entah mimpi apa dia tadi malam hingga sang suami bisa berubah seperti itu, perubahan yang di tunggu-tunggu selama ini. Dengan senyum yang mengembang dia memperhatikan mobil Adam yang mulai menghilang dari pandangannya.
Dia kembali masuk kedalam rumah dengan bersenandung kecil karena rasa bahagianya. Dia akan mengingat tanggal hari ini dimana sang suami mulai menunjukan ketertarikan akan dirinya. Dengan langkah yang ringan dia mengambil tas untuk segera berangkat mengajar. Dia mengeluarkan sepeda motor matic kesayangan nya dari garasi, setelah mengunci semua pintu dan garasi dia mulai melajukan motor itu dengan kecepatan sedang.
Jangan tanya kenapa dia menggunakan motor sementara Adam menggunakan mobil. jawabannya, ya karena menurut Mazaya motor lebih praktis dan terhindar dari kemacetan yang panjang.
Sepanjang jalan menuju taman kanak-kanak tempatnya mengajar, tak henti-hentinya nya bibir Mazaya melengkung membentuk bulan sabit, ini merupakan hari yang membuatnya sangat senang, entah mimpi apa dia tadi malam sehingga mendapat kejutan itu.
Sesampainya di sekolah dia memarkirkan motor di tempat parkir khusus guru, dan melangkah menuju ruang guru, sepanjang lorong dia tak henti menebar senyum kepada anak-anak dan wali murid yang mengantar ank mereka hingga depan kelas.
Seng ramah dan sifat yang lembut membuat semua anak-anak dan wali murid menyukai Mazaya, bahkan para guru pun menyukai sifat Mazaya itu. Dia sampai di ruang guru dan langsung menuju meja nya, kerutan di dahinya menandakan kebingungan saat dia melihat ada seorang wanita duduk di depan mejanya dengan seorang anak kecil.
"Itu dia buk Mazaya nya!" Seru kepala sekolah yang melangkah mendekat kearah Mazaya.
Dia lantas menghampiri kepala sekolah dan wanita tadi yang sudah berdiri seoalah menyambutnya. Dia tersenyum ramah dan dibalas senyuman oleh mereka.
"Buk Mazaya, ini kita kedatangannya murid baru yang akan menjadi murid ibu, dan ini wali nya buk Risa." Kepala sekolah mengenalkan mereka berdua.
Mazaya tersenyum dengan ramah "selamat pagi buk Risa, perkenalkan saya Mazaya." Dia mengulur kan tangan ke hadapan Risa dan di sambut ramah oleh wanita itu.
"Saya Marisa, atau bisa di sebut Risa, salam kenal buk Mazaya." Dia pun balas tersenyum sambil menggenggam uluran tangan Mazaya. Mereka saling tersenyum namu sedetik kemudian senyum Mazaya luntur dan berganti dengan ringisan kecil saat wanita itu menggenggam sedikit keras baru melepaskan tangan Mazaya.
"Ingat nama saya ya buk, M-A-R-i-S-A!" Dia sengaja mengeja namanya dengan sedikit penekanan yang mana hal itu membuat kening Mazaya menimbulkan kerutan kebingungan.
Sementara di dalam mobil Adam merasakan kebimbangan, dia tidak sadar memperlakukan Mazaya seperti tadi, dia hanya refleks melakukan itu semua karena merasa bersalah atas pertemuannya dengan seseorang yang telah membuat dia berbohong pada sang istri tadi malam.
Dia mengusap wajahnya gusar dengan satu tangan mencekam setir mobil "maafkan aku Aya." Sesalnya dengan hembusan nafas yang kasar.
Bab 1 Senyum tulus
03/07/2023