Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Pelakor's Hunter

Pelakor's Hunter

Sastra Inema

5.0
Komentar
693
Penayangan
41
Bab

"Aaarrrgghhh!" Siska memegangi leher jenjangnya yang seperti tertusuk jarum, dia tak sempat menjerit, apalagi melakukan perlawanan, karena cairan yang masuk ke dalam pembuluh darahnya begitu cepat menyebar dan mematikan syarafnya. Wanita cantik dan seksi itupun tumbang dengan mata melotot dan mulut menganga serta tubuh membiru. Sejenak tangan dan kakinya masih mengejang, namun lima menit berikutnya, diam tak bergerak. "Mampus kau pelakor!" desah orang bertopeng itu. Korban terus berjatuhan, dan semua menerima kertas bertuliskan 'Malaikat Maut Pelakor' di tubuhnya. Ranti, seorang istri yang ditinggalkan suami karena pelakor, menjadi tersangka utama dengan berbagai bukti yang ada di rumahnya. Siapakah Sang 'Malaikat Maut Pelakor' itu? Benarkah Ranti yang ditinggalkan suaminya dengan sejumlah luka di tubuh dan hatinya menjadi pelakunya? Dendam itu, membutakan mata hati sang pelaku!

Bab 1 Prolog

Dengan mata membara, Ranti menatap nyalang pada beberapa lembar foto yang ada di tangannya.

Ada sepuluh lembar foto wanita yang telah diberi nomor dan nama.

Sebenarnya foto-foto itu telah ada di tangannya sejak Yuda-suaminya-masih ada di sisinya. Ranti mendapatkannya dengan menyewa seseorang dan menyelidiki suaminya yang mulai berubah kasar saat putri mereka berusia satu tahun.

Selain itu, ada Intan sahabatnya yang menjadi istri dari Bos suaminya.

"Foto-foto siapa, Kak?"

Tiba-tiba, Narendra, adiknya telah berdiri di belakangnya.

"Oh! Ini ... ini foto ...,"

Belum sempat Ranti menyelesaikan ucapannya, Narendra telah merebutnya dari tangan Ranti.

"Hmmm! Ini pasti foto-foto perempuan penggoda Mas Yuda, kan! Dan ini_?" Narendra memperhatikan dengan seksama.

"Ya! Khusus nomer dua itu, foto sekretaris kantornya. Intan sengaja menyisipkannya karena berselingkuh dengan Gunawan," terang Ranti.

Narendra menggeleng,"Maksudku, nomer sepuluh ini!" Mata pemuda tanggung itu lekat menatap dengan pandangan tajam ke arah foto seorang wanita paruh baya.

"Itu ... itu foto istri baru ayah," jawab Ranti tersendat.

Narendra tersenyum sinis, matanya berkilat penuh dendam.

"Aku membenci wanita-wanita yang merusak kebahagiaan rumah tangga kita. Apalagi, karena kehadiran mereka Mas Yuda dan Ayah jadi berlaku kasar," gumam Ranti.

"Apa yang akan Kakak lakukan dengan foto-foto itu?" tanyanya sejurus kemudian, berusaha menelan salivanya yang terasa pahit.

"Belum terpikirkan, tapi aku pasti akan membuat perhitungan pada perempuan-perempuan s*alan itu!" Ucapan Ranti terdengar dalam dan penuh dendam.

Narendra menunduk dalam diam, rahangnya mengeras. Dia mengepalkan tangannya, menahan perasaan. Matanya terfokus pada foto-foto di tangannya.

"Kak, nomer sembilan, itu_," Narendra menatap tajam sosok wanita cantik dalam foto tersebut. Di bawah foto tersemat nama Nadia.

"Ya, itu istri baru Mas Yuda," jawab Ranti dalam.

"Kita lihat! Apa yang bisa Kakakmu ini lakukan pada mereka!" Ranti mengambil kembali foto-foto itu dari tangan Adiknya dan berlalu masuk ke dalam rumah.

Tak ada yang tahu, enam bulan setelah itu mulai terjadi kehebohan di kota kecil itu.

Bab 1. Korban Pertama

"Maasss ... mau lagi!" desah Siska manja sambil mengecup pipi Arga, kekasih gelapnya. Kepalanya berbantal lengan kokoh Arga, sementara tangan kanannya terus bergerilya dengan gerakan lembut di dada dan perut lelaki yang bukan suaminya itu.

Arga mendesis nikmat setiap kali merasakan sentuhan tangan wanita cantik dan seksi yang kini tergeletak tanpa busana di sampingnya.

"Sebentar lagi, Sayang! Aku lagi ngumpulin tenaga dulu, ya," ucapnya sambil membelai rambut Siska,"teruskan sentuhanmu biar lebih cepat!" bisiknya lagi, mengecup kening wanita yang mulai menggeliatkan tubuhnya dengan gerakan erotis.

Drrrttt ... Drrtttt!!

Terdengar suara getaran handphone milik Arga yang dia letakkan di atas meja rias milik Siska, perempuan yang telah setahun belakangan menjadi selingkuhannya.

Arga dan Siska tidak memperdulikan suara itu, mereka kembali asik dengan sentuhan panas mereka.

Tak tahan, Siska akhirnya naik ke atas tubuh Arga yang mulai bereaksi oleh sentuhannya. Arga tertawa kecil menikmati kelakuan wanita itu. Inilah yang membuat Arga begitu tergila-gila pada Siska hingga rela mengeluarkan banyak uang untuk wanita simpanannya ini. Untung saja, dia menjadi Manajer keuangan di Perusahaan tempatnya bekerja sehingga tak sulit bagi Arga untuk mendapatkan uang.

Derrrtttttt ... Derrrtttttt!!!

Kembali terdengar suara getaran Hp miliknya.

"Aahhhh, pasti Si nenek lampir yang cerewet itu!" gumam Arga kesal, tangannya masih terus membelai punggung Siska yang berada di atasnya hingga akhirnya dia membalikkan posisi. Siska terkikik geli mendengar julukan yang disebutkan Arga untuk Rasti, istrinya.

Mereka kembali meneruskan pagutan dan sentuhan panas hingga tubuhnya berkeringat meskipun di ruangan ber-AC.

Kriiinnggg!!

"Aaahhh, Sial! Apa, sih, maunya nenek lampir ini?!" Dengan kesal Arga menghentikan aksinya yang hampir mencapai klimaks, meloncat dan meraih gawainya dengan kasar.

Bukan untuk menerima panggilan, melainkan me-Nonaktifkan handphonenya.

"Maassss ... sini ... tanggung!" Tangan Siska menggapai dan meraih tangan Arga, menariknya kembali dan membenamkan Arga ke dalam pelukan panasnya.

Kini, tak ada lagi deringan telepon yang mengganggu pergumulan panas mereka di atas ranjang.

Desahan dan erangan mereka mengakhiri aktivitas panas itu hingga keduanya terkulai di atas kasur yang empuk.

"Kamu hebat sekali, Mas ...!" bisik manja Siska di telinga Arga tanpa melepaskan pelukannya.

"Kamu juga hebat, Sayang ... makanya aku selalu terbayang sama kamu walaupun sedang bersama nenek lampir ... hahaha!" Arga geli sendiri dengan kata-katanya.

Siska tertawa lirih.

"Mulutmu manis banget, Mas ... kalau memang begitu, kenapa belum juga kamu ceraikan dia dan menikahiku_" umpat Siska, tentu saja dalam hati. Mana mungkin dia ucapkan langsung, bisa-bisa dia kehilangan ladang rejekinya.

"Aku harus pulang sekarang, nanti Rasti akan curiga kalau aku pulang terlalu larut!" Arga segera melompat dari ranjang dan mengenakan kembali pakaiannya, diikuti pandangan protes dari Siska.

Setelah mengecup kening perempuan simpanannya, Arga bergegas keluar dari rumah Siska. Tepat jam sembilan malam.

Tanpa disadari oleh Siska, seseorang menyelinap masuk melalui pintu yang belum terkunci.

Seseorang dengan Hoodie dan celana ketat hitam, serta menggunakan penutup wajah dan sarung tangan yang juga berwarna hitam. Hanya matanya yang tampak nyalang menatap rumah wanita pelakor itu.

Dengan mengendap-endap, orang itu melewati ruang tamu yang cukup luas. Melewati ruang keluarga yang terlihat nyaman dan asri karena ada taman buatan mini lengkap dengan air terjun yang juga mini. Suara gemericik air membuat pikiran menjadi tenang.

Namun, tamu misterius itu tak peduli dengan sekitar, dia mengendap cepat menuju satu arah-kamar Siska.

Sepertinya, orang itu tau bahwa di dalam rumah itu hanya tinggal ada Siska sendirian.

Krompyangg!!!

"Shit! Kenapa harus ada pot bunga di sini, sih!" umpatnya pelan saat tiba-tiba dia menabrak sebuah vas bunga besar di depan kamar Siska hingga pecah berantakan.

Orang misterius itu segera menyelinap ke samping kanar yang berbatasan dengan ruang keluarga.

"Siapa itu? Mas_?"

Siska yang masih terbaring malas tanpa busana langsung menyambar piyama yang tergantung di belakang pintu dan segera memakainya sembarang.

"Mas? Apa Mas Arga lupa sesuatu?" Siska segera membuka pintu kamar, berpikir bahwa yang menendang vas bunga tadi adalaha Arga.

Namun, dia tersurut ke belakang saat melihat vas bunga di depan kamarnya telah hancur dan tak ada seorang pun di situ.

Siska mulai curiga, dia mundur selangkah, memegang daun pintu kamar dengan mata menyorot tajam. Melirik kan matanya ke setiap sudut ruangan, namun tak menemukan apapun.

Dia berbalik dan hendak menutup pintu kamarnya, bermaksud mengunci diri dan menelepon Arga atau polisi.

Tapi belum sempat pintu itu tertutup, tiba-tiba sebuah tangan menarik kepalanya dan membekap mulutnya dengan sangat kuat hingga hampir tak bisa bernapas.

Aaarrrgghhhh!!!

Siska memegangi leher jenjangnya yang serasa tertusuk jarum.

Dia tak sempat lagi berteriak apalagi melakukan perlawanan. Cairan yang disuntikkan ke tubuhnya dengan cepat menyebar melalui pembuluh darah dan jantungnya.

Tubuh seksi wanita cantik itupun melorot dari pegangan manusia misterius. Siska tumbang seketika dengan mata melotot dan mulut menganga dan suara tercekik di tenggorokan. Sejenak tubuhnya terlihat menegang dan terdiam di detik berikutnya.

"Mampus kau pelakor!" gumam orang itu menatap penuh kebencian pada Siska yang sudah tewas dengan mulut berbusa.

Tanpa membuang waktu, dia segera memasukkan alat suntik yang digunakan ke dalam saku Hoodienya.

Segera dia melangkah pergi tanpa beban sedikit pun setelah menghabisi nyawa orang lain.

Seperti seorang profesional, tak meninggalkan jejak ataupun sidik jari.

***

Ranti memacu kuda besinya dengan santai meskipun saat itu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam.

Dia sudah terbiasa pulang larut meskipun tidak setiap malam. Kali ini dia pulang larut karena mengantar pesanan customer yang memesan hoodie melalui lapak onlinenya.

"Wah! Jalanan udah sepi gini, sih. Padahal belum terlalu malam juga," pikirnya sambil terus melaju.

Matanya tajam menatap jalan lurus di depannya, sementara pikirannya menerawang.

"Aira pasti udah pules, nih. Ah! Kangen sama manjanya dia," Ranti tersenyum sendiri setiap kali ingat putri semata wayangnya yang baru berusia empat tahun.

Ranti tinggal bersama ibu dan anaknya serta Narendra-adik laki-lakinya yang sudah empat tahun lulus SMA.

Suaminya entah dimana, dia pergi dengan selingkuhannya saat Aira baru berusia dua tahun.

Ibunya juga mengalami nasib yang sama dengannya, ditinggal suami-ayah Ranti-dengan wanita simpanannya.

Karena itu, dia sangat membenci siapapun wanita yang menjadi "Pelakor" ataupun perempuan simpanan.

"Aku akan meghabisi semua pelakor yang menghancurkan kehidupan rumah tangga orang lain!" katanya suatu ketika, saat sedang ngobrol dengan ibu-ibu di kompleks rumahnya.

"Jangan, Mbak! Dosa_!" timpal Bu Yayuk.

"Peduli apa sama dosa, saya benci sekali sama perempuan yang merusak kebahagiaan orang lain! Mereka itu penjahat, Bu ibu! Bukan cuma menyakiti istri sah, tapi juga anak-anaknya jadi terlantar tanpa ayah!" kata Ranti lagi berapi-api. Matanya nyalang menyimpan dendam.

Ciiitttt!!

Ranti menekan rem secara mendadak.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku