Meet Again
uli dengan orang lain, mau orang lain bagaimana, itu bukan urusan Kalandra. Bahkan pernah, ketika ada orang berkelahi di depan dia, alih-alih memisahkan dua ora
ggak hidup." Begitu kata orang-orang ke
yang sangat berlawanan dengan itu, orang
alandra kepada seorang ibu tua. Dari sebrang jalan, Kalandra sudah membawakan belanjaan nenek tu
nya berat,
an menggeleng seadanya. Dia juga langsung menatap ke
juga sedikit kesal. Menurutnya laki-laki itu sangat tidak sopan, apalagi dia punya niat baik u
masang kembali earphone-nya, dan kembali tidur ta
ampai di depan, sesuai apa yang tadi dikatakan nenek, nenek pun turun, lalu Kalandra, dia sempat ragu akan duduk di tempat yang n
nya laki-laki berpakaian
kalau mau duduk d
guk. Kemudian duduk d
masih tidak
ra mulai menatap
ebelum akhirnya meminta laki-la
i tadi jelas melirik Kalandra dengan sorot mata angkuh, tapi lirikan Kalandra juga tidak kalah tajamnya, bah
°
termasuk orang yang beruntung, bukan lantaran dia terlahir dari k
ng, "Nggak apa-apa kalau nggak bisa dapet nilai sebagus Abang, lagi pula mami tahu kok kalau Ajeng su
ak pernah menghianati hasil, kan? Tapi h
ik dia sangat lelah dengan dirinya sendiri. Dirinya yang tidak bisa secerdas Yasa. Dirinya yang selalu m
tidak bisa menerima dengan cepat, apalagi ketika Ajeng mengingat lagi bagaimana melelahkannya mala
naik atau
E
k atau nunggu bis berikutnya, kalau nunggu
keliling. Sebelum akhir
yang ini
i saat dia tidak tahu bagaimana cara naik angkutan umum dengan be
ggak tau cara
lang kalau gue nggak
tanya Kalandra y
nggak
h hidup apa, sih, seben
ang. Pulang untuk beristirahat. Pulang tanpa peduli ga
ngap
mengatakan apa pun, sedan
masih d
u gue
enggak
bawa
wa
matanya kuat-kuat me
ang seharusnya, dia menelpon orang rumah untu
aru kepikira
ma, "Ehh, HP
laman di kolong jembatan nggak? Kare
ninggalin gue sendiri, terus gue diculik gimana? Iya kalau sama p
i lo boleh ke r
iat yang iya-iy
jengah, jadi tanpa banyak bicara dia langsu
landra mana pernah membawa perempuan, berinteraksi dengan perempuan saja jarang. Sementara Ajeng, malam itu dia juga harus percaya dengan orang yang baru dia temui,
keluar dari kamar tamu. Tentunya kepada Kalandra
k Kanna m
g berbalik, dan mengatakan bahwa itu bu
bak yang tadi aja, si
mending gue kasi
dan hati manusia itu selalu berubah. Awal-awal Ajeng memang malas dengan Kalandra, tapi saat dia semakin mengenal laki-laki itu, sampai kemudian menjadi salah satu dari sekian banyak or
a dia tiba-tiba mengatakan itu. Sementara Kalandra yang sedari tadi memang bernostalgia tentang pertemuan pertama mereka cuma terkekeh sambil masih memperhatikan A
asih ngga
u kalau aku belum
alau kemana-man
aku n
mata dengan lirikan jengah, tapi h
lain yang memperlakukan kamu jauh lebih baik da
berhenti memilih-milih
i dia masih tertawa be
ak kalau kamu
i emang
langsung nelpon kamu
HP kamu
rtemukan sama orang yang bakalan ny
laman di kolong jembatan, nggak? Kar
in, justru kalimat itulah yang membuat Ajeng mempercayai Kalandra, dan me
eng menggerutu. Dia juga membanting beberapa buku
Takut kalau jadi
abadi ju
enatap
alau kamu lulusnya lama,"
uh nerima kekurangan kamu seumur hidup. Lagi pula kekurangan aku juga n
u kurangnya kamu sedikit,"
"Ya, makanya ini
en
mm
mau nikah