Berdamai Dengan Takdir
amun kini Sabrina bahkan sudah dimakamkan, tapi Alena masih saja merasa bersalah atas kematian mertuanya itu. Setelah mendengar bahwa Sabrina sudah tidak ada Alena selalu terng
Leo yang baru saja b
ini dia kira Alena tidak menjadi menantu yang baik, dia kira Alena tidak menganggap Ibunya seperti Mamahnya. Selama ini Leo selalu curiga dengan Alena. Leo hanya tidak ingin Ibunya tersakiti. Cukup Ayahnya yang menyakiti Ib
g masih menatap kosong ke arahnya. Leo tidak suka tatapan itu. Leo ingin tatapa
u waktu itu, kenapa aku malah milih kerja dan
ibu agar dirinya tenang di sana," ucap Leo yang
a kalau hal ini akan benar-benar terjadi, seharusnya kemarin dirinya mengikuti
ya tidak ada penyakit apapun yang di idap Alena, hanya saja saat ini kondi
erus ya," ucap Leo yang benar-benar merasa
ga mulai berusaha menetralkan dirinya, mau bagaimanapun semuanya sudah berla
ya, karena sebelumnya Leo sangatlah membencinya, bah
lam kesedihan," ucap Alena
itu hal yang waj
a dalam keadaannya yang masih tidak stabil. Untung saja setelah Leo melihat hal tersebut dia langsung kembali menyimpannya. Satu sisi dia meras
maksa tetap kerja," ucap Alena yang berusaha mengeluarkan emosinya. Alena selalu menyalahkan dirinya secara terus menerus. Membuat Leo
ada?" ucapnya lagi yang mulai meneteskan air mata lagi. Leo semakin menge
erdua, tidak ada yang bisa disalahkan dalam hal i
u sama lain, mereka berdua sama-sama memiliki firasat buruk saat itu, namun karena tak mau berpikir
mengabaikan firasat tersebut begitu saja. Dan yang lebih parahnya la
rang ia akan berusaha untuk bisa h
menyetujui kontrak konyol itu, mungkin saja semua akan baik-baik saja saat ini. Batin Leo
o0
, akhirnya Leo dapat membawa pu
p Alena yang sebenarnya merasa sangat
gin, tapi nanti kamu pasti
ena masih juga belum mereda, rasa bersalahnya masih saja menghantuiny
jalanan. "Hari ini tadi kamu gak mau makan, jadi
ini dirinya tidak bisa berpikir dengan b
ang tidak mudah untuk bisa berubah begitu saja, terlebih
ebenernya ini sangat bukan tipikal Leo bertanya kepada Alena. Tapi, mel
di sana gimana ya? Apa nyalahin aku?" Leo pun mengamit tangan Alena da
Le. Ibu itu udah kayak Mamah. Kep
tanya Leo menunjuk ke arah soto dipinggir jalan. Alena meliha
merasa Leo ini tidak pernah senyum. Bahkan Alena juga tidak pernah meli