Padamu Aku Berlabuh
ohon jambu mete yang berdaun rimbun, burung-b
npa plester, seorang gadis sedang me
n tali pinggang pun sudah terpasang rapi di tubuhnya, bahkan jam dan gelang favorit sudah mengh
n-temannya di sekolah. Terlebih pada Bintang, pemuda idaman yang membuat ja
isebabkan selama itu mereka berdua magang di
ua kembali, di upacara penyambutan sekaligus acara resmi di
, seperti apa penampilan Bintang sekarang
Embun harus melakukan kegiatan magang di luar instansi sekolah. Tujuannya agar mereka paham dan
pelajar yang dikirim ke Malaysia. Selain itu mereka juga berbeda kejuruan:
erlesung pipi itu. Padahal dulu rasa itu belum ada, biasa saja. Anehnya bersemi baru-baru ini. Dada Embun berdebar kencan
belum tahu. Namun, bila melihat respons dan gerak-ge
Begitu pula dengan Embun sendiri. Dia takut jika bakal ditolak seperti Sisil yang hadiahnya pernah dikembalikan
takan cinta duluan. Tak peduli bagaimana keputusan Bintang nanti. Meski Embun t
*
idor menuju kelas. Jemarinya menggenggam erat tali tas selempang hit
dahara sekolah. Pemuda tinggi berambut lurus, memakai ransel abu-abu bersandar pada tiang. Duh, itu Bintang. Memang b
n. Akan tetapi sudah terlambat. Bintang sudah memergokinya. Mau tidak mau Em
Gadis itu menoleh malu-malu. Pancaran mata Bintang masih sama kepadanya
as berlalu. Setelah berbelok ke kanan, barulah dia bisa bernapas
apa itu Citrani dan siapa itu D
angkan Damar ayahnya Bintang. Dulu awalnya Embun merasa sebal sekali, tetapi maki
nggil nama ibunya sebagai bahan ledekan. Tentu saja Embun membalas, meneriakkan kembali na
diri di kursi kelas. Gadis itu tidak memberi kesempatan padanya lagi untuk dudu
sembari tersipu menatap
memutar bola mata, kemudian gadis
lidahnya." Embun mencoba membela si
nyaman. Makanya gendut." Lia men
engit pada Lia, membuat gadis ber
g memerintahkan para pelajar agar berkumpul di lapangan. Upacara
r yang berbaris. Tanpa sengaja Embun menangkap sepasang manik yang menatapnya. Buru-buru dia
a ditutup oleh doa. Namun, bagi Embun waktu cepat berlalu. Oleh sebab pikira
mbali ke kelas. Embun nurut meski merasa kakinya berat untuk digerakkan. Sebelum pergi, sempat dia menolehkan
*
ya." Lia mengeluh ketika dalam perjalanan pulang menuju simpan
datang. Ngotorin seragam aja. Lagian, kan, jadi
jemarinya yang menunjuk. "Yakin nggak mau datang ke
ura tidak melihat saja. Bintang sedang berdiri di bawah emperan toko di
mengajak Lia untuk bergegas naik. Dia memilih duduk di belakang Pak Sopir, masih dalam k
ga. Pertanda angkutan umum berwarna merah
lah berpindah tempat duduk ke ujung di sebelah pengeras suara. Gadis berk
elas terlihat. Lesung pipinya juga berlekuk semanis gulali. Dipastikan wajah Embun kembali merona saat ini. Dia sung
segera membuang muka. Namun, gadis itu t
ok tenang setelah bisa menguasai diri. "Ngom
p wajahnya. "Mungkin nggak
lumi. Padahal dia sendiri di
nya jerawatan." Bintang menyengir, m
gguh tak terduga. Dipastikan membuatnya kembali salah tingkah. Sah!
erdengar hingga ke sebelah. Dia sedikit menc
gat singkat jika sedang bersama Bintang, meski jarak dari sekolah ke termi
iikuti dua orang temannya yang sejak tadi bersamanya. Embun mengangguk s
Kemudian Embun mengikuti geraknya: membayar ongkos ke
*
ang aku
ngan matamu
ntungku ki
wajahku mer
ang
anya pada lang
ini sungguh
u susah
nku selalu dip
an har
dra hingg
lalu te
am
i aku
nt
i sembari tersenyum sendiri bertopang kedua telapak tangannya. Dia
ok. Dia akan menyatakan perasaan p
mu dan membenamkan wajah ke bantal. Duh ... Emak! A
*