Padamu Aku Berlabuh
Zuhur di musala yang berada tepat di belakang kelas, Embun berjalan bertelanjang kaki. Menurutnya, lebih nyaman
zin pada guru yang mengajar untuk melaksanakan salat barang sebentar. Sebab sekolah bubar di jam dua siang, sedangkan
on seseorang membua
Jay. A
erambut keriting itu baru keluar dari kantin
ku panggilkan?" Embun bertan
t sawo matang itu mesem. "Si
ya. Kenapa, sih, tanya-tanya? Sudah, ah. Kamu, kan,
tan?" Jaya kembali terbahak. Pria yang mempunyai bola
ebelah bahu, lalu be
punya pacar sekarang. Sama-sama pelajar
erasaan tak nyaman di hulu hatinya. Namun, Embun harus pintar menguasai
er
u cuma mau memberi tau. Supay
beredar mengenai aku dan Bintang, itu cuma gosip. Entah
ku cuma ingin kamu nggak terlal
ku ke kelas
at Lia, y
ya Embun mengurangi kecepatan langkah kakinya. Rasanya hulu hati
rangan dari mantan kekasih Lia itu. A
*
sepinggang. Menyejukkan sekaligus menenangkan hati gadis yang se
bersinar lantang, tetapi angin yang bertiup s
saha mempercepat langkah kaki. Gadis itu
wah kaki yang berpijak dan juga embusan angin, setidaknya bis
eseorang, itu rasanya menyakitkan. Mengapa selama ini pemuda itu seperti memberi harapan pada Embun
telah membebani pikirannya. Bahkan sendiri pun tak menyadari bahwa sepatu seko
sedang duduk di bangku kayu berbentuk L yang berada tepat di sudu
enatap sekitar lalu menyadari bahw
cium tangan wanita bertahi lalat di pipi kiri itu. Kemudian Embun menga
ak belajar, tah, di sekol
Sebentar lagi, kan, Embun ujian. Ab
sudah kalau begitu. Belajarlah yang
mudah mendapat pekerjaan yang bagu
tersusun rapi, pintu kayu tua tak berpelitur, kaca kusam yang dibingkai kusen jendela mini dan atap seng be
nggal. Meski tidak kaya, ayahnya mewarisi rumah yan
tekad untuk mencari pekerjaan setelah tamat sekolah, menabung, mengumpul
ah punya tujuan. Meski gagal dalam cinta, dia harus fok
senyum-sen
n lupa bahwa dia se
tamat sekolah, bekerja, menabung dan
ndiri gaji pensiunan almarhum bapakmu hanya cukup
Embun, y
lungnya itu dengan penuh rasa sayang. "Dah, sekarang sal
ap memejamkan mata lantas menikmati tiap sentuhan
uat Embun bertekad untuk menjadi lebih
demi keluargaku. Ka
ke rumah. Rasanya lega setelah dia berusaha menjadi ikhlas dan melepaskan beban di hati yang ada sejak dari b
ntang menyerah. Namun, jika dirasa saatnya mundur, ya, dia harus mundur. Embu
g pintu, Embun melangkah ke kamar. Tanpa ragu dia raih
si yang pernah gadis itu ciptakan. Di puisi terakhir, Embun terdiam agak lama. Namun, di menit
ang
ng tanpa seng
erti mangga ranum y
tuh dari k
e
nc
berb
an b
yata
cerita ind
dan
dirkan hanya men
ga b
an kupanja
kau b
n aku pun
-diam namamu perna
kan kupaksa ukiran itu
n
uisi terakhir yang ku
sudut kamar. Namun, kali ini diari itu dia sisipkan di susunan paling bawah, be
*