Di Balik Senyum Istri
pagi. Entah sudah berapa bulan aku tidak pernah ke tempat ini. Padahal masih satu kota jarak yang harus di tempuh dari rumahku hanya sekitar 30 menit tapi rasanya jauh sekali. Mas
l, terlalu ribet menyuruh sopir
ba-tiba Meisya
mbil bersuapan makanan. Memalukan, apa kamu harus melakukannya di tempat umum begini, hingga harus di saks
Dari kejauhan dapat kulihat dia mulai memutar kepalanya ke kanan dan ke kiri. Aku bingung bag
ia menurut kuajak makan. Tapi pandangannya tak bisa lepas ke tempat Mas Bagas dan Riana, mereka tampak buru-buru pergi dari tempat itu. Raut muka sulungku b
eketika dia memalingkan wajahnya
isya mengambil kembali sendok yang sudah berada di tanganku la
nya berusaha menghiburku. Nasi pecel yang kumakan menurutku rasanya enak, sanga
is ini Meisya mau ke mana? Na
Meisya malah menyodorkan makanannya padaku. Aku memakannya. Demi apa pun in
mbil sekuat tenaga menahan air mataku agar tidak tumpah di hadapan anak-anakku. Setelah selesai makan aku pergi ke masjid dekat situ, aku terbiasa menunaikan salat duha, hingga
wa ahlina wadzurriyyatina wa amwaalina wafiimaa raz
-istri kami, anak-anak turun kami, harta-harta kami dan di dalam apa-apa (rizqi) yang engkau
a-Nya. Aku mengajak mereka untuk pulang, sesampainya di rumah Mas Bagas ternyata sudah sampai lebih dulu. M
mbawakan oleh-oleh untuknya atau tidak. Di antara anak-anakku Meisyalah yang paling dekat dengan Mas Bagas, tet
ya Mas Bagas setelah anak-anak pergi ke ruang
demi nafsumu! Kenapa Mas malah melakukannya? Cepat atau lambat anak-
mau ke mana
mar Meisya
au pulang ke rumah Ibu.
inggalin ak
perlu mengantarku. Aku ingin membiasakan
kata orang nanti kalau kamu
Mas mempersiapkan jawabannya dari sekarang." Mas Bagas hanya bisa diam. Aku paling benci dengan sikapnya yang tak bisa tegas, sikapnya
ilang ada tugas kelompok, kami terpaksa menunda keberangkatan ke rumah ibu. Saat aku hendak meny
leh ngomo
tanya
lan sama tante-tante, tapi bukan mamahmu," jelas seorang anak perempua
as udah selesai 'kan? Aku buru-buru
ya?" tanya anak pe
tinya tidak enak juga kalau aku terus menguping. Aku
empersilahkan mereka. Teman-teman Meisya tampak saling siku
akan makanan yang kusuguhkan, tak terkecuali Meisya, tapi masih dapat kulihat raut sedih tampak di wajahnya. Setelah me
a Meisya saat kami sekel
sya. Meisya tiba-tiba saja menghindar, hingga Mas Bagas mengerutkan
ja bukannya udah punya tante baru?" tanya Meisya. Jan
," ucap Mas Bagas mencoba menyentuh Meisya l
suka jalan sama tente-tante. Meisya malu hiks hiks hiks." Luruh sudah air mata Meisya, diikuti adik-adiknya yang lain, entah merek
mi pergi, hiduplah dengan caramu send