Hello, My Husband
...." Dia terus saja
ku seraya meletakkan handuk kec
gigau sambil me
n ...." Mau kesal pun tak bisa, rasa
.." Suara
alu meraih alat pengukur
u bergeming membaca angka yang tertera
Gegas aku bangkit, meraih baskom kecil dari
pria yang terbaring lemas di atas peraduan. Tubuhku berbalik, lalu menujunya
ak kunjung mengulang nama itu. Malaha
Mencoba memastikan. Mungki
ggeliat, bulir sebesar biji j
li keluar dari bibir tipis s
bermim
ku dapat merasakan rasa sakit dar
ena wanita lain. Sungguh, aku tak rela. Meskipun pernikahan ini hanya sebatas kompromi, tapi tetap sa
gusap kepalanya. Namun, niatan itu
sungguh membuatku bingung. Ini untuk kemanusiaan, kenapa juga aku harus bimban
uncak kepalanya. Ternyata, cara menidurkan anak kecil cocok juga untuk pria dewasa seperti Gia
i wajah dan lehernya. Setelah itu, kembali me
cuci piring. Mengambil panci dari rak penyimpanan da
nya ke dalam baskom lalu mencampurnya dengan air dingin. Gian masih memerlukan air hangat untuk mengurangi suhu panas tubuhnya
baskom dan nampan di nakas. Bubur nasi, menu favoritnya kala sakit. Dulu, aku sering m
. Napasnya terlihat teratur, sepertinya dia tidur nyenyak. Mana b
tangan sebagai tumpuan. Menghela napas panjang, lalu menoleh pada lelaki sakit di sebelah. Memb
ejak kapan menghilang. Tadinya aku lapar, tapi enggan untuk maka
Baru jam delapan malam. Kenapa waktu terasa begitu lama? Aku bosan, ingin segera berbaring, ta
di atasnya itu menggeliat. Aku kaget, gelagapan mencari tempat sembunyi. Namun, langkahku
keningnya pun berkerut dalam. Merubah posisi rebahannya menjadi duduk bersila. "Ngapain kamu di sini?" Di
bil menegangkan punggung. Mencoba rile
mungkin nyawanya belum terkumpul semp
padaku. Tangannya menyilang di dada, entah apa yang ada da
ku hanya sedikit memberika
bantuanmu!" katanya memasang wajah t
t," ucapku bergaya angkuh, melirik-lirik t
emasang wajah yang ... entahlah tak bisa did
ggut-ma
akas. "aku sudah buatkan bubur, mungkin sudah dingin, kamu bisa memanaskannya sendiri.
enuju pintu, memb
terulur, mempersilakannya untuk pergi. Cukup sampai di sini aku memperla
jang, meraih nampan di naka
telah perlakuan tak menyenangkannya barusan, t
n terima kasih barang sekalipun p
ah melewati pintu. "Kenapa kamu mengigau n
ngin, dia berucap sa
rang itu sangat berarti dalam hidup. Benarkah begitu?" Aku menelisik ke d
harapkan dari o