Melepas dengan Ikhlas
do
eseorang memekik dari luar sei
seben
ku, dan memutar gagang pint
bu
berkacak pinggang. Ia menerobos masuk ke dalam walau
mu masih punya hutang
gan Mas Agha, belum pernah tahu bagaimana rasanya berhut
apa,
ng sudah bukan istri Agha lagi, jadi semua fasilitas yang pe
a uang. Dan lagi, kamu hidup sebatang kara. Sauda
a, wanita itu memindai ruang
umah k
k. Mutia n
pan, setidaknya jika bukan karena mert
ang dari mana. Jangan-jangan kamu malin
a itu ibu sama Widya kan sudah menyaksikan sendiri
ti bukan hanya fasilitas seperti tempat tinggal. Semua ba
ada apa yang menjadi hakku. Nafkah itu hakku selama aku menjadi ist
duduk dulu biar Mut
g-paling tehnya
setelah tiga hari, atau biar Mu
u di sana gupuh dan riuh hanya karena adanya kamu. B
ibu inginkan. Saya tidak ma
tus j
rinya aku beli tinggal di sana. Aku tidak pernah mem
war lagi. Enak aja, dikira rumah milik nenek moyangnya apa. Keluarga a
uanya uang itu secara cash saat ini. Namun, tidak. B
an terbelalak saat tahu kenyataannya nanti. A
ke mana-mana. Kutatap lengang kepergiannya. Seandainya ia mau menerimaku, maka
*
dia pulang. Bukan kah seharusnya
aku mengurungkan niatku untuk mampir ke sebuah mar
karena kulit tubuhnya yang mulus dan mudah diek
jauhi mereka. Suasana hatiku sedang tidak
! Mut,
ita lain, malah akan mengubah suasana hati nantinya. Aku memang sudah berusaha ikhlas
a, tu
dah dari kota ini untuk sementara waktu
menjadi lemah hanya karena lelaki yang tak pantas.
Mas Agha mencekal tanganku
sentuh
ingin bicara
ng sedari tadi bergelayut manja di lengan Mas Agha
uh aja tidak terurus. Kurus sih, tapi ga
i rumahnya. Masak, pakai lipstik aja bel
r copot, awas jatuh nanti bisa
ng memandanginya. Mungkin ia perlu korektor se
ambu