MrP (Mertua Rasa Pelakor)
iliki pasangan dan jalan hidup yang sesuai keinginan hati. Akan tetapi, ketika Tuha
tidak ada yang ingin hidup susah. Sejatinya, wanita ingin m
ni dengan sebuah keterpaksaan,
hanya memiliki dua tangan, para wanita mampu melakukan semua pekerjaan
h. Memilih diam adalah caraku untuk tetap bertahan. Tinggal bersama me
i rumah ibunya. Tentu saja, bukan hanya kami yang tinggal
ya aku. Kamar utama, ditempati oleh mertuaku dan dua anaknya, Rian dan Ris
eperti layaknya keluarga pada umumnya. Bahkan, mereka t
u, mencuci pakaian, bahkan sampai mengambil air di sumur umum yang terletak di belakang rumah. Untuk kebutuhanku dan Fito, m
ndiran dan hinaan tak lupa mereka sampaikan kepadaku. Tentu sakit hati bi
ayar. Nge-charge pun pakai listrik, listrik itu bisa menga
is bukannya rajin dikit
kalau aku tidak tidur. Suamiku masih tertidur pulas, ia tak mendengar u
letuk Risa. Ingin menangis pun tak ada gunanya bagi
erja di salah satu toko di Jakarta. Sedangk
istri pemalas gitu. Asal ket
kah mereka menganggap aku sebagai pembantu? Meman
p paginya mengantarkan Risa sampai ke stasiun kereta, se
mereka pakai tadi. Setelah bersih, aku kembali merendam pakaian di halaman depan-perkarangan depa
ar begitu terasa, aku mencari sesuatu di dapur. Barangkali ada yang bisa dimakan. Ti
eli sesuatu pun tidak mungkin. Pukul sembilan pagi, kerjaan rumah tangga telah selesai diker
gkin ia lapar, buru-buru aku menghampiri dan menggendongnya. Takut ji
gegas membukakan pintu pagar persis asisten rum
tikan mesin motor, ia masuk begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapu
m. Gegas aku menghampiri pemilik rumah itu dengan seten
yeduh," ucapku menunduk. Se
gratis, pake berani-beraninya nga
terbuka. Ya, Mas Bo'eng bangun
?! Gak tau apa, ada yang
tau diri, udah bangun siang masih beran
dan menjambak ramb
mah orang bangun pagian dikit!" Bau mulutnya begit
, Tuhan akan membalas semua perlakuan mereka terhadapku. Aku s
di. Ia tak mau mencari pekerjaan, untuk membeli susu Fito pun
ng kembali. Aku tak ingin menerima lamaran Mas Bo'eng, memang sa
p, aku akan menerima semuanya dengan keikhlasan. Mes
saat usiaku 21 tahun. Terlahir dari keluarga misk
ris Indah, tangerang. Irma mengajakku untuk bekerja bersama dengannya. Pemilik warung p
i daerah Cengkareng, ia sering mampir ke warung ini di jam
, karena memang Irma adalah karyawan lama di warung nasi milik Mpok Minah. S
, dan memiliki rahasia lain. Aku pernah bertanya pada Irma, kenapa pengunjung lebih banyak laki-l
jarang mereka meraba bokong Irma ataupun teman-teman lainnya.
Lambat laun, aku mengenal Mas Bo'eng dari Irma. Aku pikir, Irma dan Mas Bo'eng ada hubungan sp
polos bertemu dengan pria kota, banyak hal yang diajarkan oleh Mas Bo'eng padaku. A
kali juga menyaksikan kegilaannya bersama perempuan lain selain diri ini, seperti orang y
etapi aku tak mempercayai ucapan mereka. Aku tahu jika Irma juga men
i kost kami. Aku terlelap begitu saja, sedangkan mereka masih terjaga. Entah kenapa aku t
alah sentuh. Mas Bo'eng mengira, Irma adalah aku. Tentu saja alasan