Tangisan Bayi Di depan Pintu Rumahku
lagi. Sekarang lebih baik Mas antar kamu pulang dulu, baru setelah itu
" Aku menj
r dari dalam rumahnya. Lagi-lagi Devina memandang baby Aydan dengan tatapan yang
rsenyum tipis. Namun, aku tahu sesekali dia sela
nik, Vin." Jawa
na. Namun, itu hanya sekilas karena Devina
senyuman tipis, "siapa
ti sekarang membuat aku sedikit aneh dan curiga. "Oh, gak a
vina menghembus
a ini masih anak SMA kelas 11. Bukan sok tahu, memang ada sebagian anak sesusia Devina ini yang payudaranya sudah tumbuh besar, tapi kebanyakan pasti baru tumbuh
amu mau ke mana? Kayak mau kelua
akitnya juga sudah mendingan. Kalau git
guk saat Devina melewa
apa aku semakin curiga dengan gerak gerik Devina? Ditambah lagi dia pergi menemui seseorang dengan keada
! Nanti mata kamu perih kalau
sambil melihatku. Aku manyun sebal, lalu meningg
ngkat ya,
ngkan badan untuk melihat dengan
anjutkan langkahku yang sempat terhen
rediksi bu Bidan memang benar, baby Aydan mau menyusu setelah waktunya dia la
y Aydan itu ibu kandungnya? Kalau memang benar dugaanku itu, bebarti ib
ang itu masuk lewat sini tadi. Ya Allah, kenapa hatiku malah makin tidak tenang. Hamba takut ibu kandung baby Ayda
menelpon
handphon-ku karena mas Gibran tidak mengangangkat telponku. Sekarang aku h
Gibran pulang. Aku mendengar pintu diketuk. Aku mengernyit heran karena tidak biasa
r. Yang datang bukan mas Gibran, melainkan mamah m
emas berjalan. Bagaimana tidak, dari mulai gelang, anting, k
nita ini. Dengan lembut dan sopan mamah mempersilahkan wanit
t, ya?" Mamah meringis seolah tidak enak karena memperkenalkan
i ambang pintu untuk melihat sampai s
k masalah loh, Tan. Lagian aku punya banyak uang, rum
i, aku mencib
salah Tante jodohkan kamu dengan Gibran anak Tante. Sudah baik, punya
i tidak terpengaruh. Mau bagaimanapun mamah berusaha, karena
nti mamah dapat zonk, dong." Aku ikut mendudukan tubuh di
amah memelototiku. Namun, ak
ara di hadapan mertua. Bagaimana bisa saya menyukai orang seperti dia. J
"Tentu saja beda, Tan. Orang pendidikan saya lebih tinggi dari dia, jelas kelakuannya juga a
n cepat dikasih momongan. Sudah tidak sabar rasanya Tante ini ing
ka. Kalau mas Gibran nolak, mau dik
amuala
ketika aku hendak menghampiri mas Gibran, Fika sidah mendahuluiku. Dengan menampilkan senyum manis yan
dari hadapan Fika dan menghampiri mamah untuk mencium tangannya. Selanjutnya mas Gibran menghampir
untuk mentertawakan kekalahannya. Huh, mamah saja berani aku lawan, apalagi kamu yang b
*