Tangisan Bayi Di depan Pintu Rumahku
akan aku yang tak kunjung hamil juga. Terlihat mas Gibran menatap mamah tak suka dan mamah yang balik me
ita subur yang bisa memberi kamu anak. Si Lastri itu mandul, kalau tidak mana mingkin dua tahun pernikahan kalian
enunjuk-nunjuk m
it hati karena mendengar ucapan mamah. Mau bagaimana pun keadaan Lastri, Gibran tetap c
mping ayah, lalu mendongak menatap Gibran malas. "Secinta
itu istri aku, mah. Cinta dan kasih sayang aku seutuhnya untuk dia. Kalau mamah mempertanyakan seberapa besar rasa cint
ngat mencintaiku, terlepas dari aku bisa memberi dia anak atau tidak. Mas Gibran memang suami yang baik, ka
mamah kesal karena papa tak membelanya, ma
Malah diam saja dari tadi. Emangnya papa mau terus diledekin sama tem
aja tuh." Papa
saja. Ayo, kita pulang! Kepala mamah mak
pulang dulu. Ingat, pikirkan baik-baik saran Mamah
lagi kumat, makanya marah-marah terus. Papa pulang dulu,
lam." Mas Gib
terlonjak kaget karena mas Gibran sudah berdiri di sampingku.
kan perkataan mamah. Mas harap kamu tidak memasukan ucapan mamah barusan ke dalam hati. Mas mungkin terkesan e
tak kuasa menahan air mata. Aku terisak dalam dekapan mas G
n mengurai pelukannya. Dia mengusap jej
ngangg
at salam
ku menjawab serak ti
apalagi kalau senyum." Mas Gi
bibirku mau tidak mau ik
tidur! Ini
uk ke dalam kamar guna mengistirahatkan
dahulu. Setelah mengambil air wudu, barulah
ku yang memilih mengerjakan pekerjaan rumah. Namun, saat aku sedang memnere
gat kembali, semua tetangga yang rumahnya berdekatan dengan rumahku tidak ada yan
u mendekati pintu depan. Saat kubuka pintu, betapa terkejutnya saa
lihat, aku lebih terkejut lagi karena bayi ini sepertinya baru lah
dus-kardusnya karena aku tak tahu cara memangku bayi yan
cek matanya dan menguap, "ada apa, saya
anggilku
a terkejutnya denganku saat pertama kali menemukan bayi ini. "Ya Allah, sayang. Bayi siapa ini?" De
gak t
sama gelisahnya, "kam
umah kita, Mas."
ang membuang bayi begini." Mas Gib
mut atau kain apa saja un
ya. Aku bersyukur saat menemukan selembar kain yang akan kubuat baj
ngasongkan kain it
ayi merah yang terlihat kedinginan itu
kannya pada pak Rt saja?" tanyaku pada mas
an sehingga begitu larut dalam lamunannya sendiri. Aku mene
is, "mungkin ini cara Allah SWT. menitipkan amanahnya pada kita. Bagaimana kalah kita rawat saja bayi ini
*