Jadi Istri Kedua Sang Ceo
il yang sedang melaju di jalanan. Sebentar lagi, mobil itu akan lewat dengan ke
ini. Harusnya, kau tak pernah berkorban untukku," gumamku pela
aaa
il yang akan menabrakku. Kedua kakiku bergetar, merentangkan tangan dan mendongkak ke
ggenggam jari-jemari tangan kanan. Begitu aku menoleh, aku tersentak, ber
engan posisi erotis. Aku terdiam tak bisa berkata-kata, tapi, kedu
erti orang yang putus asa!" teriaknya dengan ekspresi wajah khawat
kan untuk khawatir atau takut. Peduli saja tidak. "Kenapa ... kenapa kau menunjuk
sedikitpun!" suaranya terdengar meninggi, sambil menggerakkan tangan
ng menjadi datar. Tubuhku yang terduduk di samping, dengan kepala yang mend
, aku kembali melangkah ke tengah jalan untuk memasang tubuh di tengah jalan, agar bisa di
a tajamnya itu. "Apa kau gila! Aku sudah menyelamatkanmu dari kematian, tapi kau masi
u tak lagi ingin menaruh harapan pada siapapun di dunia ini. Karena semuanya akan hancur, dan
rtua di keluarga, Nelions Herbert. Puas mendongkak ke arah langit, kini aku menoleh
aca. "Apa ekspresimu itu? Kau mengira aku Pengemis yang meminta perhatian untuk hidup? Aku tak memerl
apa-apa pada dunia? Kenapa harus sekarang, padahal sebelumnya aku terus berhar
rik tanganku untuk tak m
resi dingin. Sampai kapan Tuhan akan terus mempermainkan takdirku seperti oran
tanpa ada lagi yang mengabaikanku." Hancur sudah pertahanan untuk
bersamaan dengan waktu kepergiannya. Sebelum itu, adakah ka–kalian pernah me
mobil besar yang melaju kencang. Neon ingin menghentikanku, tapi kali ini
m oleh mobil besar dengan kecepatan tinggi. Bisa terasa, tubuhku melayang denga
rapa kali. Teriakan-teriakan kembali terdengar, sama persis seperti Fer
mulai berkunang-kunang. Tak ada rasa kecewa ketika melakukan in
angan tidur.
enggenggam tangan kananku. Bau amis perlahan tercium, pakai
ya memegang telapak tangan, sambil meminta-minta agar aku tak menutup mata.
bata-bata. Aku sudah mulai sulit untuk bernapas, tubuhku melem
seorang pria paruh baya yang tetap tampan. Tak lain adalah Papa. Seorang fig
ntuan. Kemudian aku melirik pada Neon, yang menyusupkan kedua tangannya u
aku dambakan untuk menjadi penyelamat utama. Menggunakan kekuatan yang masih ada, ak
atkan a–tau beru–saha peduli pada–ku." T
ngkirkan tanganku, kemudian mengangkat tubuh ke dalam mobil, sam
rcah tatapan hangat yang sebelumnya menjadi harapan, agar aku menjadi
" tanya paman yang
ama penuh kebahagiaan, tanpa adanya keberadaanku dalam kebahagiaan merek
na gelap. "Sela–mat ting–gal, te–rima ka–sih atas se–muanya." Set