Jadi Istri Kedua Sang Ceo
iak menyesal, karena waktu itu sama sekali tak terpikirkan bahwa g
makin hancur dan tak lagi hidup seperti sebelumnya, ketika dia masih
ir cairan bening luluh lantak menyusuri setiap jengkal pipi mulus.
diriku sendiri yang tak menerima kenyataan bahwa Fero telah pergi. Berka
n, walau sudah tak bernyawa. Kakiku bergetar tak kuat berdiri di depanny
a janjimu yang pernah kamu ucapkan? Bangun dan bertahanlah di sisiku. Kulit putih pucat yang terasa dingin ini menyeb
rfokus pada bagian benda kenyal itu. Perlahan memberanikan diri u
ntuk tidak menciumnya. Bayangan-bayangan masa lalu muncul. "Bangunlah Fero, katakan sekali
tap langit. "Apa sekarang kau puas Tuhan? Telah merebut seseorang yang menjadi cahaya satu-satunya d
an-Nya atas segala sesuatu yang pergi dari sisiku. Aku selalu, dan terus bertanya bag
kemudian diteruskan oleh kejamnya dunia. Di mana aku kemba
denganku. Aku membenci bulan, sinarnya seakan menertawakanku dalam
ar mayat." Tubuhku tersentak, menengok ke arah dokter yang baru
mencoba melepaskan alat yang mendeteksi detak jantung. Masih tak bis
ua berat untuk Anda ditinggal orang yang terkasih. Namun, tolo
i. Sekarang semua mengetahui, tak ada yang mau berdiri di sisik
ku meminta satu hal. Biarkan dia tetap di sini, biarkan aku bersama dengan
ruangan. "Saya hanya memberikan Anda waktu sedikit lebih lama, jika kemudian Anda meminta untuk waktu le
ini, setelah itu, hanya ada bunyi pintu yang tertutup secara perlah
n telapak tangannya untuk menempel pada pipi. Menutup mata untuk menghayati elus
k saat ini adalah, terus bersama denganmu. Membuka mata menatap waj
u sama lain, mengelilingi pasar malam sambil bermanja. Namun, bolehkah aku meminta satu hal darimu. Datangi aku di mimpi
dan dihancurkan, kemudian ditinggalkan tanpa ada perbaikan untuk bisa dipulihkan
ngin ditinggalkan untuk kesekian kalinya oleh orang yang kusayang,"
dokter itu kembali dengan beberapa suster di belakangnya. Mengukir senyum
ya meminta maaf." Setelah mengatakan itu, langsung saja aku me
ing ini tidak turun. Namun, bukannya berhenti, tapi, semakin
keluar. Menghentikan gerakan berlari, aku mulai berjalan dan menarik pintu kaca itu, lalu
mpang-camping. Persis sudah seperti gembel pinggir jalan. Memang inilah hidupku, begitu ban
enunduk, sambil kembali berjalan. "Aku memang tak pantas untuk hidup bukan, semua berkorban hanya