Love a Sweet Psycho
bali berkerut. Pagi tadi? Di taman belakang? Bukannya mereka sedang bersama saat
as di kepalanya. Luka itu pasti didapat saat ia mendorong Tehun tadi. Ia sempat mel
teramat hebat. Apakah Hun ini benar-benar serius dengan semua ucapanny
tu hanya menatap kepala Arin yang dekat sekali dengan tangannya, seraya tersenyum tipis. Sudah senang mes
ai lama sekali. Ia sudah selesai membalut luka itu, dan kini akhirnya mengangk
an yang Hun saat marah begitu mendengar pernah ada yang melukai dirinya, juga dengan Hun yang menjambak rambut Krys
ngan ringan, seraya menatap ba
a, apalagi setampan dan sepopuler Tehun. Setidaknya tidak untuk sekarang. Ia masih harus
untur. Arin memberanjakkan tubuh dan membalikkan badannya, memejamkan mata, berdoa di dalam hati
asih dalam pendiriannya, belum sepenuhnya percaya pada Hun-masih menganggap Hun sebagai teman biasa, tetangga yang bi
sedihnya, saat Hun membelanya mati-matian, rela dicakar oleh Krystal, terluka karena ia yang mendorongnya tanpa peras
n pada akhirnya, benar-benar tak tega untuk sekedar bersikap dingin pada pria yang sekarang teng
entar, singkat sekali, lantas kembali mengarahkan pandangannya ke depan. Hun masih denga
lantas berjalan begitu saja tanpa berkata apa pun lagi, membuat Hun kaget dan segera menyusulnya,
*
Tatapan Hun langsung jatuh pada beberapa bangku kosong yang berada di tepi tembok sana, di mana tiga kursi antaranya
nyadari tatapan Tehun, langs
e rumah sakit karena rambutnya yang rontok," jelas gadis itu yang
hari ini benar-benar menjadi seorang pah
innya lagi. Dan sepertinya memang semuanya sedang berada di pihak Tehun sekaran
lain dan tak bukan hanya agar Arin tak merasa lebih buruk lagi, lebih kacau lagi. Setidaknya ia harus bisa menjalin hubungan yang baik deng
ang Krystal lagi, Hun akhirnya duduk dengan takzim di tempatnya, menyusul A
buk sendiri meniliki pudding cokelat dengan bubuk rasa mangga di atasnya itu,
u Arin berbicara padanya. Ia segera mengangguk c
kecil," jawab Hun kemudian, seraya men
ke mulutnya. Meski masih berusaha sedikit tak peduli dengan eksistensi Hun, rautnya tak bi
ng saat Arin makin lahap memakan pudingnya. Sedang Arin hanya mengangguk kecil, tak begitu
dia bisa memulai dari hal sederhana seperti ini. Dia bisa bersabar jika semu
endapatkanmu. Karena kau tahu, menemukanmu saja sudah menjadi hal yang luar biasa b
e cont