Pesona Duda Manja
p bangun tidur sarapan, membuat kopi sendiri karena katanya kopi buatanku tidak enak, dan menaruh bekas makannya begitu saja. Siang hari menonton televisi sambil menghisa
berjuang untuk memenuhi seluruh kebutuhan, meski usahaku terkadang ia patahkan
kaya. Aku hanya anak yatim piatu miskin, dengan kecerdasan cukup baik
TO
eeet
ukurannya hanya 10 X 5 meter persegi. huft, ia cuek, masih saja asik menonton tel
u cuci, kulangkahkan kaki menuju pintu menco
atas nama Ri
saya s
kurir itu sambil menyerahkan bon besert
takan dim
ggamanku, entah apa yang harus kulakukan pada
isa dikembalikan lagi? Untuk ong
amu! Itukan sudah aku b
a uang, mau ba
Seharusnya kamu persiapkan uangnya
rangnya tak perlu semahal
ah tua!" Menunjuk kulkas satu pintu di sisi dapur. "Harusnya kamu tuh bersyukur, aku m
askan untuk kebutuhan kita juga, dan aku hanya order yang dua pintu.
membuatku diam, ocehan be
kamu membuat es batu, karena kulkas itu sudah can
manja dan wajah sedihnya mampu membuatku
ia kasih. Yaaa ... beli yaaa ... aku mau kulkas ini, ini bagus dan des
... beli
. Bai
eraksi. Tak menunggu lama, M-bankingku pun mem
nget neh anak! Dik, semoga gue
satu barang mewah. Sebuah kulkas dua pintu yang cukup mengurangi ruang gerak penghuninya, namun sayang int
osongan waktu, itulah alasan Ardila hingga aku mengizinkannya bekerja. Namun sepertinya itu adalah keputusan yang sal
a yang ia tunjukan, dan tak ada lagi sentuhan-sentuhan hangat yang ia berikan ketika kami d
nuhi kebutuhan dirinya sendiri. Dan seolah ia telah menemukan pelabuan baru, untuk mengisi seluruh kek
emeluk tubuhnya dan mengecup permukaan leher jenjangnya. Namun tiga detik kemudian pakaian tipisnya menampakan sesuatu, penglihatanku terganggu, ada tanda kemerahan di sana, berf
jalani. Setelah pekerjaanku lancar, aku yakin ia akan kembali seperti Ardila istriku yang dulu. Istr
ebih baik aku kerja. Pikirku. Kuaktifk
suk. 'Ok, kerja-kerja-kerja. Demi Ardil
h sakit He
ke helm d
upa. Makas
asih sepi, hanya ada beberapa kendaraan berla
pat? Kakak saya lah
kak. Em ... emang suaminya kemana, ka?" Su
uar k
ngan sampai kau meny
bihnya, "kembaliannya, ka!" ucapku d
ng." Ia lepas helmku yang berlogo hijau dan b
gi dapet
g. Aku menunggunya sejak sore tadi, aku buru-buru pulang karena aku berni
tah. Dengan kemampuanku dan kelihaianku dalam bidang komunikasi dan jaringan, para peng
hagiaan Ardila, akan aku penuhi seluruhnya dan rumah tangga kami
kantukku mulai menghantui, akhirnya kuputuskan untuk m
ngan pada jam dinding di atas televisi. Saat ini pukul empat p
sederhana yang biasa ia kenakan, kini berganti menjadi pakaian
mungkin. Ini t
n cahaya atau hanya kotoran mata. Namun percuma, langkahnya yang s
aik-baik demi masa depan rumah tangga kami. Aku bangkit
rah tepat di atas belahan dada. "Ulah si Anggi,
alasan, ia kesepian karena aku selalu pulang larut malam. Dan ia kesal karena ak