Pernikahan Hanya Sandiwara
ngar. Jadi, ini semua sandiwara. Pernikahan ini, statusnya sebagai istri, semua hanya kunci. Kunci untuk membuka bra
adalah kenyataan bahwa mereka tg sakit, dia akan patuh
berusaha meredakan denyutan nyeri yang terasa sampai ke tenggorokan. Ini bukan hanya penderit
yeri akibat tamparan semalam. Ia harus bersikap seolah tidak ada yang terj
umpulan arisan sosialita. Biasanya, Kania diizinkan ti
ara, kecuali ditanya. Ingat, kamu di sini hanya sebagai aksesoris. Cerminan keluarga terho
lakang Nyonya Ratna. Ia merasa seperti alien. Semua mata memandanginya, bukan dengan rasa hormat, mel
incang, salah satu temannya,
suaranya dipenuhi nada meremehkan, matanya
uk sedikit.
t sangat bahagia, kamu tahu? Kalian tampak harmonis sekali. Saya pikir kamu ini lulusan luar
ya lulusan
amanya juga wasiat. Warisan memang selalu punya harga yang ha
an ini palsu, dan mereka menikmati penderitaannya seolah itu tontonan menarik.
merasakan getaran ponselnya
sore ini. Administrasi belum men
ainkan permainan kotor lagi. Mereka menahan jaminan Bintang untuk memberinya pelaj
utusasaan, Kania bangkit dan menghampir
entar." Kania berbisik, sangat p
, matanya menyala marah. Ia menarik ta
i depan teman-teman saya, hah?! Apa maum
dikan Bintang mainan. Kalau saya ada salah, hukum saya. Ja
matanya. "Oh, Bintang. Sayang sekali. Ya, itu sengaja. Rendra sedan
a hanya membantu memungut barang! Saya mohon, Bu, janga
kl
embantah. Jangan pernah menangis. Jangan pernah mempertanyakan keputusan kami. Kalau kamu berani melawan se
n, sehingga membuat Kania merinding. Itu bukan gertakan, itu janji
idak bisa melawan. Ia harus
-buru kembali ke sudutnya, berusaha keras mengend
di belakang, diapit oleh kebisuan Nyonya Ratna. Begitu sa
a pendek, matanya tertu
kayu keras, berjarak
di arisan. Menangis dan memohon-mohon seperti pen
hanya khawatir
an darah. "Khawatir? Itu bukan khawatir. Itu perlawanan. Saya sudah bilang, tugasmu ha
nia. "Sekarang saya akan beri kamu pelajaran, agar kamu tahu si
, menelepon seseorang, lalu m
alam ini. Ganti jaminan ke rumah sakit kelas tiga. Saya tidak peduli al
suara. Ia bangkit,
s, Mas. Rumah sakit kelas tiga tidak punya alatnya. Mas, saya mohon!" K
ar, membuat Kania tersungk
ingat, ini bisa saya tarik kapan saja. Kamu harus melakukan apa pun yang saya perintahkan tanpa bantahan. Malam
merambat ke seluruh tubuh. Ia sudah mencapai titik terendah. Di rumah ini,
ang pergi dan siapkan semuanya. Dan jangan lupa bersihkan air ma
ru menyadari, ia terjebak dalam lingkaran setan kekerasan emosional dan ancaman yang tak berkesudahan. Dan satu-