Kontrak Ranjang Sang Kapten
/0/30663/coverbig.jpg?v=20251209182445&imageMogr2/format/webp)
at, sepatunya yang mengilap memantul di lantai, dan dia berusaha keras agar langkahnya tidak berubah jadi lari histeris. Rambut
nya membuatnya lelah dan ingin segera tidur, tapi semua rasa lelah itu hilan
dia merasa hidupnya sempurna. Seragam baru, pekerjaan impian, dan yang paling p
Dara di apartemennya setelah Dara selesa
r saat menekan bel intercom. Tidak ada jawaban. Sejak tadi siang, pesan-pesan Dara di WhatsApp hanyaa tidak bisa lagi
ilang "simpan saja, Sayang, anggap saja ini rumahmu juga." Hatinya mence
a sedikit cahaya remang-remang dari lampu nakas di ruang tamu. Udara di dalam apartemen terasa
ya serak. Dia tidak tahu apakah di
u, melepas high heels hitamnya. Kakinya yang pegal sekarang tid
cul sejak dia melihat unggahan story Instagram dari salah satu pramugari senior, yang menunj
r yang sedikit terbuka. Di sana, dari
olah tidak ada hari esok, sedang tertawa. Tawa yang Dar
pintu. Dingin. Dan dari cela
ambutnya pirang, gaun tidurnya sutra merah yang sangat minim. Wanita itu menyandarkan kep
, Bro?" tanya wanita itu, suaranya
terlalu clingy, Sasha. Aku bosan. Lagipula, dia cuma
k se
s dari tamparan. Bukan kata-kata 'selin
atanya tidak mau keluar. Dia merasa kosong, mati rasa. Ia menunduk, melihat seragamnya. Seragam yang ia bangg
uskan. Dia tidak akan membuat keributan. Bukan sekarang
unya, dan keluar dari apartemen itu sec
mata marah. Marah pada dirinya sendiri karena sebodoh itu percaya. Mar
tangannya, yang sekarang terasa seperti senjata. "Aku akan tunjukkan padamu bahwa ak
di puncak gedung pencakar langit Jakarta, tempat para eksekutif dan orang-orang kaya membuang uang
eminumnya cepat-cepat. Tujuannya cuma satu: mab
r. Balas dendamnya bukan soal membalas dengan selingkuh, tapi soal menghancurkan kemur
iling. Matanya men
tangannya berkilauan di bawah lampu. Matanya tajam, melihat ke arah keramaian, tapi seolah tidak meli
sosialita yang sudah mapan. Dara, dengan penampilannya yang masih terlihat seperti mahasiswi kaya yang ka
g karena alkohol, tapi kakinya mantap
yang gelap meneliti Dara dari ujung kepala sampai ujung kaki,
Dia berusaha mati-matian agar terdengar seperti wanita de
alisnya. Di dekatnya, Dara bisa mencium bau colog
kerja di sini. Aku tidak peduli berapa. Aku bayar dua kali lipat
a lambat, elegan. Ia mencondongkan tubuh sedikit
rat, dan sedikit serak. "Aku tid
oh. Kamu memancarkan aura pria yang tahu cara menyenangkan wanita.
ia meletakkan tiga lembar uang seratus ribuan di atas meja, di s
atap lurus ke mata pria itu. "Ak
ralih menatap mata Dara, yang sekarang sudah
a berupa lengkungan di sudut bibirnya. Senyum yang membuat Dar
kembali menatap Dara. "Aku tidak menerima bayaran. Tapi, aku penasa
ia bukan gigolo? Dara merasa bodoh, dan sekaligus lega.
Dara keras kepala. "Ka
Dara adalah masalah kecil yang h
at sejauh mana kehancur
ukan untuk menggandeng, tapi untuk menarik Dara agar segera berjalan. Sentuha
" katanya, tanpa men
dosa, dan ia sudah tidak peduli lagi siapa pria yang ia beli itu. Yang penting, keesokan harinya, Dara
lewati kerumunan orang-orang yang sibuk dengan uru
u membosankan. Aku akan tunjukkan
dalah alat yang sempurna untuk memuaskan haus dendamnya. Dara tahu dia sedang melakukan kesalahan fatal, tapi
buatnya dipecat atau paling tidak, membuat seluruh maskapai heboh. Tapi, saat ini, dia hanya ingin lari d
bertanya ke mana mereka akan pergi. Dia hanya bersandar di kursi, memejamkan mat