Cinta Palsu, Dendam Sejati Telah Dimulai
/0/30648/coverbig.jpg?v=c7622ca81c2bb344c114b5f76982140e&imageMogr2/format/webp)
nganku, Vano, merencanakan
ngat, ia justru mendorongk
u memiliki trauma mendala
tertawa puas sambil merangkul Melodi, maha
k saat aku ditarik keluar, bukan karena mengkha
n wajah tanpa dosa berbohong kepada semua
a cintaku seketika berubah me
ku demi wanita lain, dan aku tidak
dengan sok peduli, aku menepisnya kasa
siapa?" ta
. Aku hanya ingat kek
nya disebut sebagai kekasihku,
s dendamku bar
a
Yuli
lanku, menarikku ke dalam kegelapan yang sangat kukenal. Ini bukan pe
tak berujung, dan suara tawa yang jauh dan terdistorsi. Tawa itu milik Vano. Mantan Vano-ku. Pr
tanya, yang biasanya polos, kini berkilat dengan kepuasan yang dingin. Senyum tipis, penuh kemenangan, me
hanya karena air. Tapi karena pengkhia
un lalu, ketika ombak menyeretku ke bawah, melintas di benakku. Ketakutan. Ketidakberda
an? "Vano, jangan di atas kapa
nmu. Kita harus merayakannya dengan gaya!" Dia
ng lalu. Muda. Terlihat polos. Rambutnya yang panjang dan gelap selalu ter
coba mengabaikannya. Aku berkata pada diriku sendiri bahwa itu hanya Vano yang seperti Vano. Dia memang playboy, tapi dia selalu kembali pa
alah satu-satunya untukku. A
Seperti orang bodoh
yang larut menjadi senyum kejam. Dan Vano, Vano-ku, menan
u. Tubuhku terasa berat. Aku tidak bisa
. Seseorang menarikku ke atas. Udara. Udara yang sangat berharga, m
suara, panik.
awatiran. Tapi wajah Vano berbeda. Itu pucat, ketakutan di matanya. Buka
jadi?" seseor
ra Vano tegang.
digantikan oleh ekspresi terkejut yang be
l terakhir yang kudengar adalah Vano be
steril. Tenggorokanku sakit. Kepalaku ber
i sampingku, tampak khawa
, air dingin, senyum Melodi, gumaman pa
sadar." Dia terdenga
pa yang dia ingin aku percayai sebaga
enjauh. Tubuhku menega
ng. "Kenapa, Sayang?
ni, pria keji dan mengerikan ini, mencoba membunuhku. Dia tidak pantas mendapatkan kemarahanku.
ku, suaraku serak. Mataku mem
"Sekar? Kamu... ka
ng di mataku. Bukan untuknya, tapi untuk kehidupan yan
tidak tahu
Topeng kekhawa
a ingat..
disasm
tanpa kusadari. Bahar Adijaya? Musuh be
eolah aku adalah orang asing. Ini pas
ku, mencoba menahan amarahku. "Aku Vano. Kekas
samar muncul di matanya. Seolah-olah akulah yang paling menakutkan
kenal siapa kamu," katanya lagi, suar
ebut nama itu? Dia tahu aku membenci pria itu. Semua orang tahu itu. Bahar selalu menjadi bayang-bayang
anku mengepal. "Ini omong kosong. K
membelalak ketakutan. "Pergi! Aku
pi amarahku terlalu besar. "Ini semua akal-akalanmu, kan? Untuk m
air mata mulai mengalir
ak, apalagi oleh Sekar, yang selalu begitu patuh dan mencintaiku. Dia ad
ng ranjang. Vas bunga di atasnya jatuh dan pecah berkeping-keping
ng!" teriaknya, suaranya
dan dua perawat serta seorang
tanya dokter,
juk Sekar. "Dia berpura-pura amn
mencoba menenangkannya. Matanya mena
di antara aku dan Sekar. "Pasien baru sadar dan
!" seruku, merasa harg
u saya akan panggil keamanan," k
etar, seolah aku monster. Sebuah kemarahan baru m
n jijik. Di luar ruangan, aku mondar-mandir, mencoba mencerna semua ini. Amnesia? Bahar?
dian, dokter keluar
daannya?" tanyaku, men
ar mengalami trauma kepala ringan akibat bent
sinis. "Dia menyebut nama Bahar Adijaya.
pasien melupakan hal-hal yang berkaitan dengan insiden traumatis. Atau, terkadang, memori bisa memilih apa yang ingin diingat dan dilup
u tertawa, kali ini lebih keras. "I
hu. "Yang jelas, jauhkan diri Anda darinya untuk sementara waktu.
di koridor yang sepi. Aku tidak percaya ini. Sekar
kter. Ini semua sandiwara. Aku harus membuatnya inga
, membuka kenopnya tanpa mengetuk.
knya, matanya membelalak. Dia bahkan men
ya peringatkan, Tuan Adisasmita! Jika Anda terus mengganggu
ku marah. "Dia me
tu adalah reaksi alami pasien yang merasa terancam. Sekal
res, dia mungkin akan melupakan Anda dan semua yang berhub
. Aku tidak menginginkan itu. Tapi ini semu
ra langkah kaki dari ujung koridor. Ayah dan Ibu
aimana Sekar?" tanya Ayah Se
kar... dia tidak mengingatku. Dia... dia amnesia." Aku menunjuk ke le
menjadi pucat.
skan kondisinya. Aku bisa melihat kepanikan di mata merek
di atas kapal?" tanya Ayah Sekar,
u tidak tahu, Paman. Dia hanya
ekar tidak pernah ceroboh. Apalagi di
. Ini tidak berja
menguping, tapi pintu tertutup rapat. Setelah bebe
atapku dengan mata membara. "Vano, kami akan bica
Yuli
aku mengenali mereka. Itu adalah kelegaan yang
suaraku masih lemah
mata membasahi bahuku. "
"Kita akan selesaikan ini nanti," katanya k
r, tampak tidak nyaman. Bagus. Bia
kolam?" tanya Ayahku, suaranya le
h momenku. Aku menatap Ayahku, lalu sengaja melirik Vano, l
unjuk ke arah Vano. "Aku tidak tahu siapa dia, tapi dia men
ah padam. Matanya memancarkan kemarahan yang
nya!" teriakku, berse
anku dari Vano. "Vano, keluar dari sini se
arah, kebingungan, dan... sebersit ketakutan
ru per