Rahasia yang Menghancurkan Cinta
/0/29462/coverbig.jpg?v=967cc3fc25cc7c93f4e2b94122932fe4&imageMogr2/format/webp)
ngga ketika berkata bahwa ia adalah tangan kanan dari Tuan Gibran, seorang konglomerat ternama. Ibunya, Mira, tak kalah setia, mengatur rumah, mengawasi pegawai lain, dan memastikan setiap permintaan Tuan Gibran t
atnya, Celine, yang selama ini selalu ia anggap seperti kakak sendiri. Membaca halaman-halaman itu membuat Alara tersenyum getir. Celine selalu menulis tentang impian sederhana: hidup m
lik ibunya, Mira. Nada suaranya biasa terdengar tenang, tapi ad
a menutup diar
bicara. Duduk
biasanya ada keputusan penting yang harus diterimanya. Ia berjalan ke ruang tamu, tempat
memulai, suara seraknya nyaris terselip emosi. "Tapi kau har
jantungnya meningkat. "Masa depan saya, Bu?" s
uan Gibran... dan kau tahu putranya, Rad
menahan rasa sakit yang tiba-tiba m
. kau akan menjadi
jam di ruang tamu terdengar seperti gemerincing yang jauh. Ia menatap ibunya, mencari sinyal bahw
ya berteriak menolak, menolak keras. "Aku... aku bukan bagian dari d
kita bertahan. Ayahmu bekerja keras selama ini bukan untuk sia-sia. Ini kesempatanmu untu
an semua rahasia dan impiannya. Kini, sahabat itu... ternyata akan menjadi bagian dari penderitaan yang harus ia hadapi. Raden, pria yang sel
nya perasaan sendiri, kan?" A
ira menjawab jujur, namun lembut. "Ini bukan soal cint
bunya akan sia-sia. Semua yang selama ini ia percayai tentang keadilan dan kebebasan seolah hil
pertanyaan dan kemarahan yang tak terucap. Ia merasa seperti burung di dalam
enyum yang membuat orang percaya padanya, tapi bagi Alara, senyum itu terasa seperti jebakan. Ia tah
i ada aura kekuasaan yang membuat Alara menunduk. Ia mencoba memb
den," jawab Alara singka
wasi, setiap kata-katanya dianalisis. Ia harus belajar bagaimana bersikap sopan, bagaimana tersenyum
habatnya itu sedang tersenyum hangat, tidak tahu bahwa hidup Alara akan berubah drastis. "Maafkan a
mempertahankan identitas dan impiannya sendiri. Ia tahu bahwa jalannya penuh dengan rintangan dan pengkhianatan, tapi ia berjanji pada dirinya send
mencatat semua kejadian, semua percakapan, dan semua strategi untuk bertahan. Setiap kata yan
tahan, untuk menyusun strategi, dan untuk menjaga hati yang mulai rapuh ini. Ia sadar bahwa jalan yang menantinya tidak mu
hwa perjalanan ini baru saja dimulai, dan bahwa pertarungan sesungguhnya bukan tentang menjadi istri kedua, tetapi