Pengkhianatanmu Adalah Kesalahan Terbesarmu
lya dengan cahaya keemasan yang hangat. Namun di hati Alya, kehang
lnya terdengar seperti musik, tapi Alya tetap waspada. Setiap ka
emperingatkannya bahwa Revan tidak sepenuhnya aman dari orang-orang lama yang ingin me
kantong belanja dan buku pelajaran Rayan. "Aku lihat Rayan m
ku bilang jangan ganggu h
tak mundur. "Aku nggak gangg
um. "Om! Aku senang Om ik
melunak melihat kebahagiaan Rayan, tapi ia tetap menahan
membaca buku di sofa. Ia merasakan konflik batin yang semakin kuat. Di satu sisi, Revan telah b
a Alya pelan, h
atapnya.
u bisa percaya sepenuhnya padamu. Tapi aku juga ngga
u nggak akan memaksamu. Aku cuma ingin ada u
h, tapi juga menakutkan. Ia takut jika membiarkan Revan terlalu de
henti dengan pesan anonim yang memperingatkan bahwa Rayan bisa menjadi targ
nuh kecemasan. "Kita nggak bisa m
. "Aku nggak akan biarkan mere
meski hatinya keras, kehadiran Revan kini menjadi
ecara diam-diam, sementara Alya tetap menjaga jarak agar m
tentang Revan. Ia menanyakan kenapa Om Revan selalu ada, siapa dia seb
lya menjawab singkat, me
an, Ma. Dia baik banget sa
gun ikatan emosional dengan pria yang telah menyakitinya bert
rang pria misterius menunggu di luar sekolah Rayan, mengawasi
a, menatap pria itu dengan mata tajam. "J
Hati Alya sedikit lega, tapi ia tahu ini bel
g tamu, menatap Rayan yang tertidur pulas, sementara Rev
n. "Aku nggak mau luluh. A
gak akan pergi. Aku akan tetap
ncaman pihak luar masih mengintai, tapi satu hal jelas: Revan
ntangan, tapi juga harapan. Alya tahu, suatu saat nanti, mereka harus memilih: tetap bertahan di masa lalu yang men
peringatkan bahwa pihak luar tidak hanya mengincar Revan, tapi j
ca. "Kita harus lebih waspada. Mereka
nggak akan biarkan mereka menyaki
hu hubungan mereka semakin kompleks. Rasa taku
bahwa anaknya mulai merasakan kehangatan yang tak pernah ia alami s
tai. Mereka harus bersiap menghadapi
embuka hati terlalu cepat, luka lama bisa kembali terbuka. Ia harus menjaga keseim
hu, pertarungan berikutnya bukan hanya melawan pihak luar, tapi j
ti Alya, ada secercah harapan yang tak ingin ia akui: bahwa suatu hari nanti, mereka m
h Alya. Suara rintik hujan di atap terdengar seperti detak jantung yang menega
ak ancaman pihak luar muncul beberapa minggu terakhir, setiap detik terasa seperti peringatan. Ia s
, wajahnya tegang, matanya bersinar penuh kewaspadaan. Ia tahu bahwa ancaman ini bukan main-main. Or
uduk di sofa di sebelahnya. Tangannya menggenggam s
, Alya. Aku juga khawatir. Tapi aku nggak akan biarkan me
sar daripada apapun. Luka lama yang belum sembuh, kenangan ditinggalkan dan di
ngan yang melingkupi rumah mereka. Ia langsung berlari ke dapur, memeluk Alya.
nahan kecemasan. "Iya, N
i buku latihan dan makanan ringan. Ia tersenyum, ta
diri di seberang jalan, mengawasi mereka. Hati Alya mencelos. T
h di depan Alya dan Rayan, menatap pria itu dengan tatapa
ti Alya sedikit lega, namun ia tahu ini hanya awal.
oal lomba, teman-temannya, dan strategi menjawab pertanyaan. Namun Alya t
mencoba menenangkan Alya. "Tenang, Alya. Aku jaga Ra
sandaran yang selama ini ia cari sendiri. Ia sadar, meski hatinya keras, kehad
diri, menjawab pertanyaan dengan cepat dan tepat. Revan duduk di bangku b
coba mendekati Rayan dengan alasan ingin memberikan hadiah untuk l
anakku!" ucap A
ingin. "Kalau kamu mendekat lagi, jangan
ikit lega, tapi ketegangan tidak hilang. Mereka menyadari bahwa
deras, dan jalanan licin. Revan tetap mengikuti mereka
a lagi menyembunyikan perasaanku. Aku takut, tapi aku juga m
uka itu nggak bisa sembuh dengan cepat. Tap
ni bukan untuk menghancurkan, tapi untuk melindungi. Dan pe
ng tamu, menatap Rayan yang tertidur pulas. Revan duduk di
sih sulit percaya. Tapi aku ingin kamu tahu, a
terasa, ancaman pihak luar masih mengintai, tapi satu hal je
ntangan, tapi juga harapan. Alya tahu, suatu saat nanti, mereka harus memilih: tetap bertahan di masa lalu yang men
rani. Alya menerima paket misterius berisi catatan ancaman. Tidak ada nama,
. Ia menatap Rayan yang sedang bermain di ruang tamu. Hat
Alya. "Kamu nggak sendiri, Alya. Aku nggak akan biar
mpleks. Rasa takut, rasa rindu, dan rasa bersalah bercampur aduk.
lai membuka sedikit ruang untuk Revan. Bukan karena cinta yang utuh, tapi
yang sulit, penuh tantangan, dan juga harapan. Alya tahu, suatu hari nanti, mereka harus memili