Jebakan Cinta Sang Miliarder (Amata: Beloved).
an. Mungkin, kala itu aku berdoa dengan sangat khusyuk atau memang ini sudah saatnya? Seumpama ini adalah sebuah jawaban manis, buah dari kep
an, Evano Hardinata Co
an kaos oblong katun berwarna putih dan celana linen selutut berwarna khaki. Bella sempat dibuat tak berkedip selama beberapa detik sebelum dia berdehe
tu buat ukuran orang Eropa deh. Emangnya dia keturunan Indonesia blasteran apa sih? Surga kali, ya? Kayaknya iya deh. Astaghfirullah! Gak bener nih otak gue, kudu buru-buru keramas biar gak bablas mikirin yang ehem-ehem!" racau Bella sambil membebaskan diri dari outer sekaligus two piece bikininya. Hidung mancung Bella tak sengaja mengendus aroma dari bathrobe putih yang masih menggantung di de
anda. Sebenarnya dia sudah memisahkan botol berbentuk unik di tangannya dari deretan sabun dan sampo cair yang ada di atas meja wastafel, sebab benda yang satu ini baru saja dikirimkan ole
an Surga sudah lebih dulu menggunakan jubah mandi warna putih yang memang tersedia di tumpukkan rak handuk. Bella mengernyit saat melihat pria yang ditolongnya duduk sambil menunduk. Dia berjalan pelan, 'Mas
an Surga dengan senyum menawannya saat menyadar
pakai ekspresi begini. Haduh, Rasheika! Lo bisa gak sih jangan senorak ini? Hati lo boleh aja udah gak berpenghuni lama, tapi jangan
Ntar keburu dingin lho," ujar Bella
lekat memandangi wajah jelita Bella, "Kita belum kenalan d
ama lidah kamu, ya? Eh, ngomong-ngomong gak masalah kan kalau aku ngomongnya informal gini
dainya aja lidahku bisa ngerasain cita rasa gurihnya. Dari aromanya aja aku pasti bakal rela makan ini doang seumur hidupku," ujar Hardin dengan suara baritonnya yang terdengar santun di telinga Bella di akhiri tawa manisn
pakai menu yang sama seumur hidup. Jangan sampai kalimatmu barusan bikin pelanggan resto
Punya restoran di
sambil rebahan. Oh iya, tadi kenapa kamu tiba-tiba terjun bebas menjelang siang gitu? Kekurangan air bersih di kapalmu apa gi
, mana tega aku lihat malaikat penyelamatku meringkuk di sofa sepanjang malam. Kalau masuk angin yang ada aku jadi susah nyariin obatnya," canda Hardin lagi sambil mengg
lakan sistem penghangat di toilet agar ruangan kecil itu tak lembap dan semua kain setengah basah yang menggantung di dalamnya bisa segera kering, "Huft! Bisa-bisanya dia nyepelein gue kayak gue gak bakalan paham sama urusan bisnis aja. Meskipun cara bicaranya gak sengeselin beberapa sepupu cowok gue, tapi tetep aja mindset menyepelekan peran wanita itu harusnya dibabat habis. Dikira cuman para pria aja yang bisa nyebur di dunia bisnis yang kejam?!" omel Bella tanpa sadar di depan cermin wastafel, seolah benda mati di depannya bisa merespon segala ucapan dan rasa kesalnya. Cukup lama Bella memuntahkan uneg-unegnya tentang kesetaraan gend
turunkan di pelabuhan besok pagi. Sekarang lebih baik dia memulihkan tenaga dan rasa syoknya karena tadi sempat pingsan. Ah, benar juga! Dia jadi mengeluarkan sisi empati berlebihan ka
, bahkan dia terlihat meringkuk di sofa yang menjadi terlalu kecil untuk ukuran tubuhnya. Awalnya Bella mengira Hardin sudah tertidur, tapi gerakan dari pundak Hardin mengisyaratkan jika pria bertubuh tinggi besar itu sedang tak baik-baik saja. Melupakan niatan untuk mengambil baju gantinya, Bella pun setengah
api justru hipotermia. Ya ampun! Dugaan mereka berdua ternyata salah. Bella menarik tangannya dan hendak beranjak mengambil termometer untuk memastikan kondisi tubuh Hardin, tapi tangan Hardin menahan pergerakannya, "Ja-ngan per-gi," ucap Hardin terbata. Suara serak
ok-gosok lengan pria yang sekarang sedang menggenggam erat tangan kanannya. Jika ia lebih tanggap untuk memeriksa suhu tubuh Hardin sejak tadi, pasti dia tidak akan member
Evano Hardinata ini menggeliat pelan hingga tubuh bagian atas mereka menempel. Kepala Hardin terus
pria yang ada di depannya? Oh, benar! Suhu tubuh alami. Dia mengingat perkataan Hwanhee tentang pertolongan pertama dalam kondisi darurat. Dokter Pato
man, 'Ya Allah, ampuni hamba. Ini murni demi kemanusiaan, bukan mengambil kesempatan. Lindungi kami berdua dari gangguan buruk dan selamatkan pria ini, Ya Allah.' Bella memanjatkan doa, dia benar-benar ketakutan saat ini. Dia tidak siap
ni ke pelabuhan secepatnya. Pasti bisa!" Bella memeluk tubuh pria yang kembali bergerak kecil, berusaha semakin mendekat ke arahnya. Mereka berbaring di b
ung kaki hangat milik Bella. Pria itu menggeliat pelan hingga