Jebakan Cinta Sang Miliarder (Amata: Beloved).
u. Seperti jalan kita saat bertemu, h
an, Evano Hardinata Co
mbali menyusuri kulit selembut sutra milik Bella mengarah ke atas hingga berakhir di telinga pengantinnya, rengkuhan posesifnya k
erona, hasil karya suaminya yang didasari rasa penasaran dan keingin tahuan. Mencoba mencari tah
sempurna. Semakin rapat matanya terpejam maka kian terdengar merdu pula embusan napas keduanya yang bersahutan, menggebu, sungguh padu. Belum lagi suara kecupan-ke
lik kemeja yang sempat ia tarik paksa akibat rasa frustasi berpadu gelisahnya sejak semula. Terus meraba merasakan betapa menjanjikannya punggung dan pundak kokoh yang mulai sekarang akan menjadi penopangnya. Terbukti dengan segala reaksi yang dihasilkan
sisi kuku pendek milik istrinya berusaha menggores permukaan kulitnya yang mulai lembab berkeringat, nyatanya Hardin malah tersenyum dan semakin berani menggoda d
membuatnya terombang-ambing dalam kenikmatan rasa yang berbeda. Hanya saja kali ini berbeda, sebab dia secara suka rela membuka kedua kakinya lebih lebar. Menj
riang di dalam kepala. Kini sepasang netra cokelat pekat yang berkilat nakal terasa dimanjakan oleh gerakan sensual. Terus menggoda hingga Abella berusaha keras mengerjapkan sepasang mata cokelat yang kian meng
ari depan pintu kamar pengantin mereka. Oh, sial! Sepertinya mereka terpaksa harus bersabar. Hardin menggeram ke
ijewer, My Belle!" g
minta dijewer, tapi sebelumnya ...." ucapan Bella tak akan pernah tun
aling tepat untuk dia goda habis-habisan saat ini, "Yakin? Gak mau dilanjutin aja, Sayang? Min
u saingan teriakan sama para bungsu di depan kamar kita?" Bella
an segera. Tak ayal Bella terpekik kecil disertai tarikan napas tajam. Keduanya kembali saling pandang seakan benar-benar tak rela jika kegiatan p
ng nyaris polos milik istrinya. Dengan tak sabaran dia membetulkan kembali penampilannya, berjalan tergesa hanya untuk membuat celah yang
Mas ini yang kayak orang kelebihan energi. Gak mau dengerin orang ya
udah ngajakin ribut Adik iparnya Mas?" tukas
pengantin baru tuh. Katanya ada yang mau dibahas soal hal urgent. Cuman mau bilang gini wae malah aku
it seolah tak percaya, lalu pandangannya seketika berubah lembut sa
tes Euno mirip bocah, "Buruan turun! Kamu juga, Mbak barbar!" sembur Euno lagi, lalu bergegas lari setelah menghindari
erahin aja sama Adikmu ini," ujar Nasima dengan ekspresi jenaka, "Oh iya, kasih tahu istrinya Mas biar gak usah susah-susah nahan jerit. Mau jerit kayak apa kami gak b
yang menunggunya dengan raut wajah penasaran bercampur heran, "Mas kenapa mukanya
ngedukung, sama ngasih saran, Sayang. Orang-orang lagi
, Mas," ajak Bella bermaksud bangkit, tap
untuk yang pertama kali? Sepertinya itu bukanlah pilihan yang tepat dan bijak. Siapa yang bisa menjamin dia bisa berjalan dengan cara yang benar dalam satu jam ke depan? Terlepas dari itu, siapa yang bisa menjamin mereka akan keluar dari kamar ini tepat satu jam la
asi di grup keluarga tentang jam nikah kilat antara para kakak kesayangan mereka, saat itu Nasima dan Akio segera kembali ke Roma lebih cepat dari jadwal yang seharusnya padahal mereka baru tiba di Paris. Sedangkan Uno yang sempat diam-diam menyelinap pergi ke sirkuit Nürburgring Nordschl
mengabarkan rencana resepsi yang juga ikut serba kilat. Seminggu lagi adalah waktu tersingkat untuk menyiapkan resepsi pernikahan.
ah mendengar apa yang terjadi kemarin, tapi kita harus secepatnya mencetak undangan paling lambat sebelum ma
kalian putuskan tanpa persetujuan kami lebih dulu, 'kan?" tebak Ab
s mengurusi segala hal padahal ini adalah hari spesial kami berdua. Kami seharusnya tidak m
o pakai sok-sokan nyegah gue segala?!" sengit Uno lagi tepat ke arah Nasima sambi
ereka gak langsung tancap gas, kalau lagi pemanasan?! Yang ada lo malah gangg
a mereka yang mau? Ini tuh nikah karena perjodohan, malah bis
u, 'kan?! Gak ada ceritanya singa bakalan nolak kalau udah disodorin daging segar, dan itu termasuk lo!" Keke
nya wajah tegas misterius milik Akio sangat kontras dengan nada suaranya saat berbicara dengan Nasima dan keluar
g terlihat anggun dengan logat Jawa kentalnya. Saat semua menoleh ke arah pintu u
rlu kelamaan basa-basi ntar jadi basi," celetuk Uno kemba
ungsunya setelah Uno meletakkan kembali gelas kristal di tangannya ke atas meja. Kontras dengan waj
ngurungkan niatnya saat melihat kakak tertua mereka mencium punggung tangan kakek, nenek, d