Amanah dari Sang Ayah
dicepol asal pun ikat rambutnya mulai melorot namun si empunya acuh gak acuh. Haus. Haruskah aku mampir sebentar sekeda
langkahkan kaki menuju teras depan. Menarik handle pintu tak kelupaan mengucap salam. Hanya ada sahutan dari
g. Ayah bilang, gak baik tidur di sore hari. Namun gimana lagi
kamar mengganggu tidur nyenyakku. Dalam hati
piring sekarang juga." Teriak Emma--Ibu kandungku. Padahal sudah tau, anak tera
i mulai menapaki lantai, membukakan pintu, "Aku baru pulang. T
gadisnya leha-leha di kamarnya." Wajahku dibiarkan datar, "bangun tidur juga bakalan aku cuci
n solat, masak, bersih-bersih di kost-an nya." Lagian dia jauh. Siapa tau Kakaknya hanya
u menutup pintu kamar, melewati tubuh Ibu. Mau cuci piring. Biar
kah kakiku otomatis berhenti, "siapa yang suruh aku kerja
rus netra Ibu, "anak bungsu seharusnya gak kuliah. Biar Evelyn aja. Anak pertama har
ekonomian keluarga." Timpalnya sukses membuat hatiku berdenyut sakit. Akhirnya luka
i bersedekap dada, "lagian besok pagi kamu nikah. Buat apa
ah yang masih di dapur, "Ayah
sak?" Mendekati beliau, rupanya
makanan di atas wajan juga Ayah secara bergantian, "
Ibu, maka aku adalah
gguk pelan, gak biasanya Ayah memasak. Se
n, merenungi ucapan Ibu tadi sore. Menggelengkan kepala, me
getuk sekali pintu kama
eh,
KTP, "Coba Adek lihat fotonya." Menurutinya, melihat foto pria dewasa memakai set
u menegang, menjatuhkan foto
meminta penje
keriput senantiasa
ang dikatakan
masih muda. Masih berumur dua puluh dua tahun. Pria yang
kah sama dia?" Ayah mengambil foto yang tak seng
anya. Demi Ayah." Katanya men
mancarkan keinginan supaya aku ma
a kasih telah setuju menikah esok hari. Berusaha tetap war
dulu sama Tuan Jay." Ayah me
i limbung berakhir pingsan menuai pekikan