Amanah dari Sang Ayah
enohok membuatku berhenti menatap foto sang Ayah pada layar ponsel. Rupanya Ibu tengah me
n memasukan ke dalam tas. Setelan baju dari atas hingga bawah sudah dikemas, ditar
, sepatu, minyak wangi, juga lain-lainnya. Membutuhka
tas selempang, headphone yang melingkar di belakang leherku
u?? Batinku tak sadar me
get jadi anak." Cebik Ibu sengaja meng
namun hatiku s
lebih tepatnya rumah peninggalan Ayah, "Warisan gak usah dipake buat semena-
serasa jadi orang maha benar, hah
an menghentikanku me
i tadi ternyata
a pergi dulu." Senyuman Ibu terpancar manis, be
sini lagi, boleh?" Tanyaku kepada Ethan. Enggak pakai embel-embel, Mas atau apalah itu. M
n menginap." Timpalnya menatap dua detik wa
ya." Lalu Ibu memegang erat lenganku, "semoga betah di
i berdua gegas masuk dalam mo
uduk sempurna di dalam sana. Satu kata dariku, mewah!! Dibuat tidur enak kali. Please, gak usa
." Ethan menyuruhku ambil jaket yang d
usah ditebaknya. Sampe bela-belain b
ai. Enggak perlu melototin saya." Mengerjap mata tiga kali, aku menghadap depan sepenu
h, malu deh perutku keroncongan. Apakah suara perut
kan saya kunci otomatis mobilnya." Uda
an. Berasa jad
Keduanya sama-sama memakai baju formal warna biru gelap. Sementara aku? Kaus putih polos dibalut