icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon

Maaf, Kami Pernah Berzina

Bab 3 3. Haruskah Aku Menunaikan Tugasku Sekarang

Jumlah Kata:1186    |    Dirilis Pada: 16/10/2021

at siap untuk menemani istriku periksa ke dokter kandungan. Lepas meninggalkan beranda rumah sakit, tiba-tiba aku teringat sesuatu, sebuah momen singkat pada malam pernikah

sana kejutan tidak terduga di tengah sepinya hari. Di saat-saat aku sedang fokus menyetir, kedua telingaku dapat mendengar suara

malang seperti dirinya, bahkan sampai memeluk tubuhnya sendiri karena merasa kedinginan. Lantas, tanpa menunggu lama, aku segera bertindak untuk m

aku sudah tiba di depan tempat adik iparku

ya, sudah detik demi detik berlalu, adik iparku baru bisa menjawa

m merespons, hanya dalam jeda waktu se

ndari sinar mataku. Bukankah akan dinilai tidak sopan kalau setiap bertukar kata kita tidak berkanan untuk menatap lawan b

cukup tersita. "Mm, kau pulang bersamaku saja, ya," usulku kemudian, tangan kananku sempat

ta itu memperoleh keputusan, bibirku cepat-cepat kubuka untuk mengimbuhkan, "Nan

yakinkan hingga membuat adik ipark

aman senantiasa terpelihara dengan baik untuk menyenangkan diriku. Di dalam mobil, ketika aku hendak menyalakan mesin, secara tidak sengaja ekor mata kiriku malah mendapati adik ti

menerima jasku dengan ragu-ragu, seakan-akan sudah dapat meneba

tidak memiliki topik untuk diramaikan, sementara adik iparku ... kapan pernah terbu

ungkin akan ke lantai dua. "Eh, kok ... kalian bisa barengan begini?" tanya ibuku, tidak lama setelah adik iparku

k adik iparku untuk menegaskan ulang karena ibuku terlihat

untuk berputar, bibirku baru terasa ringan untuk tergerak dalam rangka menyampaikan alibiku. "Mm, aku terpaksa menitipkan istriku di restoran karena

estoran dengan begitu teganya. Apa mau dikata, adikku dan kekasihnya apabila sudah

erut dan tatapan heran diarahkan kepadaku, hingga akhirn

haku dalam menutupi kebohonganku. "Begitulah, Bu," jawabku denga

erayun pelan ke arah kiri dan kanan sebany

dah untukku, daripada nanti malah ditanya lebih detail. Ibuku bisa curiga kalau bibirku sampai terbuka untuk me

*

l kerjaku sejenak dengan kedua tangan dilipat di depan dada dan pandangan menilai. Tentu saja, rasa percaya diri tidak akan

jah diangkat dan sorot mata mengarah kepadaku. Pedihnya, pertanyaan barusan semata-mata h

terdengar untuk mengiringi gerakan kedua telapak tanganku pada waktu akan menu

wakilkan dengan sangat jelas. "Dia terlalu baik un

idak tahu harus bagaimana lagi untuk merayuku, "bisa-bisa ... kami dipak

isa sangat merasa bersalah. Mungkin, kalau hanya sebatas bisnis pribadi, adikku tidak akan sampai dirundung perasaan gelisah

nmu," sahut adikku dengan tangan kanan terangka

ng baca duluan, sementara aku malah memutuskan untuk rapi-rapi sebentar sebel

s memeriksa dengan menunduk dan manik mata terarahkan ke layar setelah ponselku berada dalam genggaman k

urkan obat ke dal

e

dang menggeliat aneh, seperti tidak nyaman karena kepanasan. Ah, tidak perlu dipertanyakan terus, aku sudah sangat paham sebabnya. Tapi, haruskah aku menu

*

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka