Scarlet Regret
di sampingnya. Meskipun keheningan di dalam mobil terasa berat, pikirannya lebih kacau daripada yang terliha
iga pria itu. Kayshila berusaha untuk menenangkan diri, meskipun perasaan takutnya semakin menggunung. Keman
lihat sebuah mansion mewah berdiri di depan mereka. Gerbang besi hitam yang tinggi terbuka otomatis saat mobil mendekat, dan pengawal yang be
la akhirnya beranikan bertanya,
yaannya tak layak untuk dijawab. Mereka keluar dari mobil, dan Kays
dibawa masuk ke dalam man
ing yang dihiasi lukisan-lukisan mahal. Namun, keindahan itu tidak mengalihkan perhatian Kayshila da
shila disuruh masuk. Begitu masuk, ia merasakan perubahan yang drastis-dinding batu yang basah, udara lembab yang menyesakkan, dan p
ma semakin mengerikan. Dinding-dindingnya penuh dengan retakan besar, dan udara di dalamnya terasa lebih lembab, seakan ruangan itu sudah lama tidak terjamah cahaya mata
an di baliknya. Begitu pintu itu terbuka sepenuhnya, Kayshila melihat tangga besi yang berkarat dan gelap di depannya. Tangga itu menurun tajam ke bawah, dan setiap langkah yang
egitu sampai di bawah, suasana berubah menjadi lebih suram. Ruangan bawah tanah itu sangat luas, namun sepi dan gelap, hanya diterangi oleh beberapa lampu kecil yang menggantu
gar keras, menciptakan gema yang tak kunjung hilang. Di satu sisi ruangan, ada beberapa pintu berat yang tertutup rapat, menghadap ke arah yang tak bisa K
mendorong tubuhnya dengan
membuat Kayshila tersentak. Dengan panik, ia berlari ke arah pin
on, keluarkan
ada ja
siapa p
ingan yang
, lebih keras kali ini, bahkan menendangnya dengan sisa tenaga yaian! Aku bukan oran
lang begitu saja tanpa balasan. Napasnya mulai memburu, d
ngan itu benar-benar kosong. Tidak ada perabotan, tidak ada celah di antara dinding batu yang le
ilasi itu dengan saksama. Itu t
ia bisa m
entuh dinding kasar, mencari pegangan. Dengan susah payah, dia mencoba mera
ing itu ter
nya kehilangan keseimbangan,
a terbentur permukaan yang kasar. Rasa perih menjalar, tetapi Kays
k boleh
ongan yang lebih kuat. Tangannya terulur ke atas, jari-jarinya hampir menyentuh uju
as ke lantai unt
ang kini berdenyut nyeri, ras
ggigit bibir bawahnya, menahan tangis yang hampir pecah. Sekuia tidak b
e sudut ruangan, punggungnya bersandar pada dinding dingin. Matanya
jatuh, memba
da jala
ada ha
tengah ruangan yang dingin dan sunyi. Rasa takut, lelah dan kantuk meny