Scarlet Regret
a, membuat dadanya terasa sesak. Dinding-dinding beton kusam, dipenuhi coretan kata-kata kotor dan tanda-tanda yang mungkin ditinggalkan oleh
empit, sesekali diiringi suara teriakan atau tawa kasar dari para tahanan lain. Beberapa dari mereka duduk di sudut sel, menatap kosong ke arah dinding, sementara yang lain
pa pintu berdiri di pojokan, memberikan nol privasi bagi siapa pun yang menggunakannya. Kayshila merasakan bulu kuduknya m
berubah secepat ini? Kemarin dia masih seorang mahasiswi yang hanya peduli dengan nilai dan tugas kuliahnya. Sekarang, dia
s pada lantai yang dingin dan kotor. Setiap suara di sekitar membuatnya semakin gelisah-gemeri
. Kayshila mengangkat kepalanya sedikit. Dari sudut matanya, dia melihat t
a itu tinggi, bertubuh kekar, dengan rambut pendek berwarna co
a panjang di pipi kirinya. Dia menyerin
" Suaranya serak, p
tidak m
hnya dengan penuh minat. "Huh, cantik sekali. Sayang sek
rambut merah kusut, bersandar pada jeruji sel dengan tangan terlipat di dada. Yang satunya lagi, p
udah. Jantungnya b
"Dengar, bocah. Penjara ini punya aturan. Kalau kau ingin
i berpikir. Apa yang akan terjadi jika dia menolak?
seperti tikus ketakutan." Seketika tangannya mencengkeram dagu Kay
etakutan di dadanya, tapi juga ada sesuatu yang lain -kemarah
is tangan wanita itu dari wajahnya. "Aku
Ruangan terasa semakin sempit ketika ia mencondongkan tu
suaranya seperti bisikan ular y
rinya yang kasar mencengkram cukup keras hingga Kayshila meringis. Dua
gejek. "Tapi melihatmu seperti ini, aku ragu kau punya keberanian un
nnya, hendak menampa
di lorong. Jeruji sel terbuk
aku." Suara berat se
aga tahanan berdiri di depan sel, ekspresinya dingin. Matanya tertuju pada Ka
a wanita bertato deng
memperingatkan tanpa kata-kata. Wanita itu mendengus se
eruntung hari ini
a bangkit dan melangkah keluar sel. Lututnya
ji sel dengan suara berdentang, lalu mem
gelap itu. Napasnya masih belum teratur, jantungn
pergi?" tanya
tu tidak
bak. Apa ini interogasi lagi? Atau... ada
ri lorong sempit dan gelap. Udara pengap bercampur dengan aroma lembap dari dinding batu yang tampaknya sudah puluhan tahun tak tersentuh. Se
ut. Begitu pintu terbuka, sebuah ruangan luas terbentang di depannya, dan di tengah ruangan itu, duduk seorang pria berbadan besar dan kekar. Sosoknya terlihat semakin me
s dari pria itu. Semua inderanya terjaga-dari suara langkahnya yang terdengar nyaris tidak ada hi
kan satu inci pun ruang di sekelilingnya terlewat dari pengamatannya. Ketegangan di sekelilingnya
rasa seolah dirinya sedang dihakimi, setiap detail dirinya dipindai dengan tajam. Waspada, ia msaya dibawa ke sini?" Matanya bergerak mencari jalan k
, penuh perhitungan. Kayshila merasakan peluh mulai membasahi tengk
ria itu akhirnya, suaranya dalam dan data
a harus ikut?" Suaranya terdengar lebih gugup dari yang ia i
tanpa perasaan, dia melanjutkan. "Dan kau punya dua pilihan. Kau ikut ak
a itu-mereka tidak akan berhenti menganggunya. Te
rasa salah. Namun, yang lebih menakutkan lagi adalah kenyataa
guk, meskipun keraguan masih mengisi pikirannya. "Say