Luka & Keegoisan
alikan. Setiap kata Elian seperti pisau tajam yang menusuk hatinya. Tidak ada yang bisa melupakan, katanya. Dan itu benar-bagaimana mungkin
menahan emosinya, namun suara itu terdengar rapuh,
atkan Lina pada kenyataan yang tak dapat ia hindari. "Kau tidak bisa, atau kau tidak mau?" katanya, suarany
kau tidak bisa berhenti, Elian?" tanya Lina dengan suara yang bergetar, namun penuh amarah. "Kenapa
ampir tidak ia kenali, dia berkata, "Karena kau masih penting bagi aku, Lina. Kau mungkin sudah pergi, ta
kit itu-tiba-tiba runtuh begitu saja. Apakah itu cinta? Ataukah sekadar keinginan untuk menguasai? Lina tidak
mosi yang datang begitu mendalam. "Apa yang kau ing
yaan yang keluar dari bibir Lina. "Aku ingin kita kembali seperti dulu, Lina. Aku ingin ki
api setiap kata Elian membuatnya terdiam. Lembut, penuh rasa bersalah, dan dengan sedikit kebanggaan yang suli
diri. "Aku tidak bisa kembali ke masa itu, Elian. T
Ada rasa tanggung jawab, ada kebanggaan yang dia sembunyikan di balik matanya yang dingin. Da
ata, suaranya lebih lembut. "Tapi, jangan lupaka
dengan perasaanku, Elian," ucapnya perlahan, wajahnya memerah, teta
nnya sendiri. "Jika itu yang kau inginkan," katanya dengan suara yang lebih lembut, mes
uh kembali dalam perangkap Elian. Tapi satu hal yang ia tahu-kembali bekerja di perusahaan ini tida
memanggilnya lagi. "Lina..." suara
ni menoleh, namun hatin
cara lainnya," Elian berkata, dan suaranya p
ar dengan langkah yang lebih cepat. Ia ta