Mungkin Esok Aku Mati
tkan mereka, tapi kenapa aku yang mendapat kej
Papa sudah ad
gal?" tanyaku, penuh kebi
Papa bertanya balik,
ng meninggal?" a
bisa di sini?" Papa bertanya keras, ta
u Mama. Pengen peluk Sandy. Pengen lih
elukku dengan erat. " Papa, jenazah siapa yang ada di dalam ambulan
bulan. Kini aku sudah berdiri di pintu belakang ambulan, menatap kantung jenazah berwarna hit
kalinya?" tanya Papa dengan s
menung, tak sanggu
ntong jenazah dengan perlahan, dan seketika itu juga jantungku seperti terhenti. Di dalam kantung j
" tanyaku dengadengan lembut, "Kamu mau peluk
a, dan pandanganku mulai gelap. Tanpa bisa
s-keras, sebelum akhir
*
terbangun dengan napas terengah-engah, tubuhku gemetar. Tangisan yang tak
Bi Ikah menawarkan
erisak, rasanya seperti dunia i
Zara," jawab Bi I
dalam waktu lima bulan?" aku mengeluh, tid
r," Bi Ikah menc
nawarkan. Aku meneguk sedikit, kemudian menar
a di mana?" tanyaku pelan, mes
i rumah duka dekat rumah sakit Bayu As
elan, tubuhku te
ndi. Bi nanti minta Rey pulang dulu," ka
, kopernya masih ad
awab Bi Ikah sambil menunjuk koper kecil di samping tem
enar menjaga semuanya dengan penuh perhatian. Aku menghela napas, kemudian berjalan menuju lemari pakaian. Pakaian-pakaian lama masih tertata rap
ampu memang sengaja dimatikan. Saat melangkah menuju ruang tengah, mataku menangkap sesuatu da
anggilk
hut Bi Ikah dar
ah, tetapi ketika aku melihat l
na kelelahan, aku mulai berhalusinasi. Lalu,
siapa itu?" tanyaku, mencoba
siapa di rumah, Za
ihat berarti," katak
datang. Mau pergi sekara
bku, mencoba me
Jupri, supir kami, sudah me
*
ui pikiranku. Sesampainya di rumah duka, aku melihat banyak orang berkumpul-keluarga besar dan teman-teman sekolah Sandy. Kehadiranku membuat beberapa dari mereka
tepat untuk berdebat. Apa mereka tidak berpikir? Kakak mana yang tidak ingin meneman
yang indah berwarna biru langit, seperti warna kesukaannya. Aku mendekat, menatap wajahnya untuk terakhi
memeluk peti matinya. "Kakak sayang
baring selamanya. Aku pun ikut serta, mengikuti semua prosesi pemakaman, dan berkunjung ke maka
n reaksi Mama ketika ia bangun nanti. Bagaimana dia harus
. Hanya Bi Ikah yang kuizinkan masuk untuk mengan
r. Siapa sangka, dua tahun lalu kami masih terlihat bahagia, liburan bersama.
ada bayangan hitam berdiri di belakangku-terpantul di kaca lemari yang ada di
di ponselku yang menunjukkan pukul 11 malam. Lalu a
*
a
a
ilku dari luar kamar. Aku bangkit dari
a
. Kulangkahkan kaki menuju dapur,
a
ok yang sedang berdiri
cap sosok
bahwa suaranya mir
kejut. Sosok itu perlah
lahan membalikkan tubuhnya, wajah yang dulu sangat kukenal mulai terlihat samar
g?" suara Marcell terdengar lirih, sepert
h... kamu sudah meninggal, Marcell. Aku..." aku tak bisa melanjutkan
ak bisa pergi. Aku enggak bisa tenang kalau kamu masih seperti ini." Dia mengangkat tangan,
sinasi? Apakah ini hanya mimpi yang sangat nyata? "Marcell, kamu... kamu bukan dia. Kamu enggak bisa ja
kami semua ingin kamu bahagia. Kami enggak bisa beristirahat tenang kalau
itu perlahan menghilang, seperti kabut yang tertiup angin. Aku berdiri di tempat, tubuhku terasa kaku d
gelap semakin terasa mengerikan. Aku berlari, kaki-kakiku seakan tak mampu menggerakkan tubuh ini lebih cepat. S
Suara Bi Ikah terdengar di belaka
ng kulihat. Melainkan sosok yang jauh
percaya, memandang sosok
mu selalu kayak gini? Kamu harus bangkit, Kak. Aku... aku enggak mau kamu terus
i tengah lorong yang terasa semakin panjang. Semua rasa sakit yang sudah terkubur dalam hatiku
cuma mau kamu bahagia. Kamu harus kuat. Kalau kamu terus terpuruk, k
aku enggak tahu bagaimana lagi... aku enggak bisa hidup tanpa kal
enggak bisa berdiri untuk diri sendiri, coba berdiri untuk M
eskipun aku tahu bahwa tangannya tidak benar-benar ada. Itu hanya bayangan-ba
berharap kata-kataku bisa sampai kepadanya, mes
but. Kemudian, ia mulai menghilang, semakin jauh,
aku harus berusaha lebih kuat. Aku tidak bisa membiarkan kenangan itu menghantuiku selama
rang, seperti jalan baru yang terbuka. Tanpa sadar, ak
an mata khawatir. "Zar
at. "Iya, Bi. Aku... aku baik-baik saja." Aku menco
Kamu baru saja terlihat seperti
Aku... aku hanya butuh waktu,
menatapku, kemudian dengan lembut, ia berka
enempuh perjalanan ini sendirian. Aku harus belajar menerima kenyataan, bahwa hi
l. Sekarang, aku hanya perlu
SAM