Mungkin Esok Aku Mati
l baru beberapa hari lalu aku berbicara dengannya. "Kondisinya gimana, San?
sakit. Lagi di ruang ICU," balas Sa
tanyaku lagi, dengan suah sakit sa
dah kabar
ma lagi ma
jembatan saat dia pulang setelah menjaga Mama di rumah sakit. Kecelakaan itu membuat Marcell tidak sadarkan dir
p dan mati. Beberapa orang memandangiku dengan tatapan heran. Bagaimana bisa di tengah
. Kuseka air mata yang s
onsel yang ad
K
s Sa
Y
i biru. Sandy sudah membacanya, tapi tidak ada bal
Ada
na. Lagi-lagi hanya dibaca saja. Kesal, akhirnya aku
k telepon. "Kak Zara nelpon, Den,"
tanyaku, sem
Sandy lagi ngg
pa sih
a," ujar Bi Ikah
k enak. "Den Marcell
uh nyawa. Ponsel pun terlepas dari genggaman, te
Kuraih ponsel di lantai, lalu berlari menuju lift. Aku tak bisa menahan derasn
k saja," batinku, sambil berusaha
an Rey. Dia nampak khawatir melihat kondisiku. B
enanyakan, ada apa? Apa kamu baik-baik saja? Sampai dia memaksa beberapa temanku yang
etap memaksa, kemudian mencoba menghubungi ponsel. Cepat-cep
lalu muncul. Kenangan dengannya terus terbayang, mulai dari momen saat pertama kali dia hadir di dunia hingga t
ereka tersenyum, beberapa saat kemudian kami pun berpelukan. Awalnya aku tidak mau menceritakan semua permasalahanku ini, namun akhirny
gera pulang ke Ind
harus pulang
yata banyak notifikasi panggilan tak terjawab. Salah satunya dari Papa. Dengan gegas
apaku saat tele
lepon. Kamu ke mana? Kok
un me
amu harus sabar," Papa
ap
Y
Indonesia," ucapku
ll mau dimakamkan. Doakan aja Marcell dari sana
au nemenin Sandy. K
g nemenin. Kamu
pa.
ng. Papa lagi n
el menjauh. "Gak boleh, Ya?" tanya Danila, teman kam
pa, lu harus cerita. Semalem kita
adangan ke resepsionis hotel. Saking
e arah Rey yang sedang membawa
snya sambil
capek semaleman nang
ka Rey meletakan sarapa
mengerti kalau aku masih butuh waktu untuk sendiri. Saat sedang menyantap s
ta ada dua pesan dari
kapan
t, di rumah
t kubalas
an harus kuat.] Balasku. Walaupun kondisiku sama-sama sedang
embaca pesanku,
an,
ak masih ada u
-lama, Kak.
harus
cepetnya
wabannya begitu te
t selesai.] Dia tidak tahu, kalau aku masih me
dah,
im. Sudah sebulan, dia tidak pernah membalas p
in, aku malah mengemasi barang-barang untuk pulang ke Indonesia. Tidak satupun
rakhir kali pulang kira-kira satu setengah ta
dengan rumah. Aku tak sabar ingin berjumpa dengan Sandy dan memeluknya. Lal
ri belokan, kulihat kondisi jalan agak ramai. Terli
, saat melihat sebuah keranda jenazah keluar dari rumah. T
ampak sekali Papa terkejut dengan kedatang
sih menatap ambulans yang mulai menjauh, keranda jen
itu tidak bisa keluar dari mulutku. Pandanganku berkabut, ja
bisa melihat kejutan dan kesedihan yang terbayang di wajahnya. "
SAM