Mungkin Esok Aku Mati
iku. Namun, seperti biasa, tidak ada satu pun respons. Pesan-pesan yang ku kirimkan juga tetap hanya tercatat d
rtanyaan itu terus berputar-putar di kepalaku tanpa henti. Aku ingin sekali menghubungi Papa, namun rasa takut mencegahku. A
Pagi harinya, aku kembali mencoba menghubungi Mama. Namun, tetap tidak ada jawaban. Aku mencoba menghubungi Marcell dan Sandy, berharap mereka bisa memberiku kab
a yang hilang. Setiap kali aku memikirkan rumah, aku merasa semakin jauh dari mereka. Setiap panggilan telepon atau video
meriksanya sejenak, lalu kulihat nama yang muncul di layar: Sandy. Aneh sekali. Biasanya,
ut. Aku memilih tempat yang lebih tenang, di bawah pohon besar yang sudah mulai menggugurkan daun-daunnya. Aku d
a sa
kab
Aku terus membaca pesan-pesan berikutnya, yang berisi permintaan maaf dari Mama. Ra
Papa, nggak tahu disimpen di mana. Papa juga ngelar
begini, Mama? Ad
sa terkejut. Kenapa tiba-tiba Papa begitu marah? Apa yang terjadi pada
a ngerti banget Papa kamu lagi pu
ng ke
utang. Bisa jadi sebentar lagi, kita terpaksa pindah dari ru
ah mendengar tentang masalah hutang ini sebelumnya. Usaha mebel Papa, yang selama ini ter
? Papa kan bukan orang b
rekan bisnisnya, ya
h, Mama. Daripada nanti jadi beban buat Papa
cari pinjaman dari temen deketnya, biar bisa ng
a seneng-seneng di atas pe
gala urusan dan usaha Papa lancar. B
dihadapi. Mama bertanya tentang kehidupan kampusku, tentang teman-teman baru yang kutemui, dan pria yang sempat dek
bicara lancar menyapaku dengan ceria, dan Sandy yang lebih pendiam hanya tersenyum. Aku merindukan mereka begitu banyak. Rasanya ingin memeluk mereka era
ara musim gugur yang dingin menyentuh kulit, dan entah mengapa, saat aku menyentuh salah satu daun yang sudah berwarna kecoklatan, pera
ata. Sesuatu yang sangat berharga. Aku merindukan Mama, merindukan rumah, dan bahkan merindukan Papa meskipun di
rutinitas kuliah dengan semangat, tetapi tetap saja pikiranku terpecah. Semua yang terjadi di ruma
lu berkata bahwa semuanya baik-baik saja, meskipun aku tahu ada sesuatu yang lebih besar yang sedang mereka hadapi. Mama jug
sa ada yang tidak beres. Begitu aku bangun dari tempat tidur, perasaan itu semakin menekan. Aku men
kota Bonn yang sunyi di sore hari terasa damai. Namun, ketenangan itu tiba-tiba terganggu ketika ponselku berbunyi. N
dan suara Marcell yang p
ra Marcell terputus-putus
up kencang. "Kenapa, San? A
k." Suara Marce
" tanyaku d
ngan terbata-bata, "Badan Mama
telah itu, gambar Mama yang terbaring lemah di tempat tidur muncul di lay
arcell lagi, "Cell, ka
nya menjawab, "Ma
untuk sementara mengoleskan bedak dingin ke tubuh Mama. Aku tahu, itu mungkin han