Istri Pengganti Membalas Dendam
skan
an. Semua usahanya sia-sia. Karena efek dari minuman yang diberi obat ole
ap kali kulitnya bersentuhan dengan Reinan, dia merasakan p
kukan kontak fisik dengan wanita ini. Tapi nyatanya, ini di luar dugaannya. Rasa jijik akibat OCD akutnya akan wanita tidak muncul, dia berali
terulur mengulum daun telinga Ziya hingga membu
ih berusaha keras melawan keinginan primitif taburan telah terpicu obat.
erkata sebaliknya." Reinan menikmati melihat perlawanan sia-sia dari Ziya.
g dress miliknya dengan susah payah. Tubuhnya tidak berhenti bergerak gelisah sejak tadi. Persetan
nan berbisik dengan suara dalam di tel
lah dibius oleh seseorang. Hanya saja kadarnya jauh lebih sedikit dari apa yang dia berikan pada minuman Ziya. Tapi sekarang, dia sudah berada di ambang bat
ini sosok istrinya terlihat sangat berbeda dan jauh lebih cantik dari biasanya. Bahkan dia sempa
in memanas. Dia melonggarkan dasinya, melepaskannya dengan tidak sabaran. Membuka sebagian kancing kemejanya, hingga me
nan primitif karena rangsangan obat. Tapi dia tidak punya pilihan lain, rasanya sangat tersi
Reinan. Hal itu menyebabkan kancing kemeja yang tersisa seketi
idak sabaran. Jangan pe
yang muncul di bibir Reinan, dia kembali mencium wanita di bawahnya tan
sepi dan sunyi. Hasrat tertahan yang telah menumpuk akhirnya melebur menjadi satu. Menimb
di hal paling tidak terlupakan. Sali
apat tumpukan bajunya di lantai yang berbaur dengan baju milik Reinan. Rasa s
men paling memalukan dan aib dalam hidupnya. Memohon pada seorang pria yang dia benci untuk melakukan hal-hal tidak beradab seperti itu. Dia rasanya ingin menampar wajahnya seke
kamu aka
etika terhenti. Dia tidak menolehkan kepalanya ke arah
rti semalam. Ziya merasa lelah, dia ingin segera membersihkan tubuhnya yang terasa lengket dan t
Reinan semalam yang membuat tubuhnya terasa remuk redam. Rasanya sangat tidak nyaman dan dia ingin tidur seharian. Tapi dengan keberadaan pria itu di
h ban
rlu merep
enggan untuk melihat Reinan yang dia sadari tidak berhenti menatap punggungnya. Dia tidak suka diperhatikan dal
khirnya menolehkan kepalanya ke arah Reinan, sebel
an melingkarkan di pinggangnya. Berjalan ke samping jendela besar yang terbuka,
itarnya, obsidian itu menatap lurus
tapan matanya menajam, dia hanya bisa mendecih kesal karenanya. Mengambil sabun cair dan menggosoknya dengan keras. Namun tidak peduli seberapa keras dia me
ya ke atas, tanpa terasa sebulir air mata menetes di antara pipinya. Berpa
an tidak berdaya dalam hidupnya. Kedua tangannya mengepal, berjanji