Pesona Presdir Posesif
waktu yang terus bergerak, tak peduli betapa ia berusaha melarikan diri dari kenyataan. Ia duduk di meja kerjanya, berusaha fokus pada buku-
a, kata-kata Kian tak pernah benar-benar hilang: "Kau t
ba untuk mengalihkan pikirannya, bayangan Kian muncul lagi, dengan tatapan tajam dan senyum mist
rahkan dirinya pada seorang pria yang tak ia kenal hanya untuk melupakan rasa sakit yang begitu mendalam. Dia bisa merasakan tatapan teman-temannya, wa
rnah ia bayangkan akan ada. Saat ia melangkah masuk ke ruang dosen, ia hampir terjatuh mel
menarik perhatian pria itu yang sudah berdiri dengan sikap penuh pe
emakin terperangkap. "Adira," katanya, suaranya tenang namun penuh dengan ketegangan yang
p gerakan pria itu adalah jebakan yang semakin mempersempit ruangnya. Ia tidak bisa lari, dan ia tahu itu
a tertekan, berusaha menjaga jarak meskipun jantungnya berde
erasakan setiap gerakan tubuhnya yang penuh kekuatan. "Apa yang aku inginkan darimu?" Kian bertanya, s
Kian," jawabnya cepat, mencoba untuk mey
sudah terjerat dalam permainan ini sejak malam itu
mbarangan. Dia bukan hanya seorang gigolo yang ia temui di bar, dia adalah seorang Presiden Direktur, pria yang memiliki segalanya, ter
enantang meskipun ia tahu itu adalah tindakan yang bodoh. "
wa kau tidak bisa menolak apa yang kita miliki. Kau ingin merasa hidup lagi, kan? Kau ingin mer
ikannya padamu?" Perasaan itu, rasa takut dan gairah yang tercampur aduk, mengalir begitu cepat dalam tubuhn
tanya Adira, suaranya hampir tak terdengar, namun
erdua. "Goda?" Kian mengulang, suaranya rendah, penuh dengan godaan yang begitu kuat. "Adira, kau tahu le
reka saling membutuhkan. Tidak, bukan mereka. Hanya dia yang membutuhkan Kian. Hanya dia yang merindukan sesuatu yang lebi
nggorokannya, namun di dalam hatinya, ada keraguan
ia sudah tak punya pilihan. "Aku ingin kamu bersamaku," jawab Kian dengan su
sendiri. Ia hanya bisa menjadi bagian dari dunia yang diciptakannya, dunia yang penuh dengan ketegangan, rasa takut,