Setetes Embun Cinta
a hari baru telah tiba. Aisha, seorang gadis berusia dua puluh lima tahun, terbangun dengan semangat meskipun hatinya dipenuhi ker
adijah adalah sosok yang dihormati dan dicintai oleh semua santriwati. Ia memiliki wajah yang ram
senyum meskipun dalam hatinya ada sebua
ar hari ini?" tanya Umi, menat
apkan materi untuk santriwati," jaw
sia remaja. Meskipun hidup dalam kesederhanaan, ia merasa bangga dapat berkontribusi dalam mendidik generasi mu
a, yang dulunya pengusaha mebel di Jepara, kini terjebak hutang setelah bisnisnya bangkrut. Ibu Ais
at percakapan yang terjadi
" kata ibunya dengan nada cemas. "Hutang ini sud
akukan, Bu?" tanya Ai
gkin kita harus mencari bantuan dari oran
jah ceria santriwatinya. Mereka tampak antusias menung
ir pikirannya yang kelam. "Hari ini kita akan membahas
wati serempak, semangat mereka memb
mpaknya terhadap kehidupan. Saat ia berbicara
ang wanita paruh baya dengan wajah marah memasuki ruangan. D
erbicara sebentar?" tanya Bu
awab Aisha, merasa a
dak sabar menunggu pembayaran. Jika tidak segera dilunasi, dia akan men
i kami sudah berusaha, Bu. Ayah sedang mencari pe
us hati-hati. Jika tidak, bisa jadi keluargamu akan terjebak dala
ha untuk tetap tenang, tetapi pikirannya berputar-putar seperti ba
Aisha berkata, lalu melangkah ke
ku kayu yang ada di halaman, memandangi langit yang cerah. Namun, h
timah, yang datang menghampirinya.
timah," jawab Aisha, me
ngganggumu. Ceritalah padaku," Fatim
Aisha menghela nafas. "Hutang ayah semakin m
bantu. Mungkin kita bisa menggalang dana atau
in merepotkan orang lain. Ini ad
adalah teman. Kami akan selalu ada
jalan keluar dari masalah ini tidak semudah itu. Dalam hati, ia berharap ada jal
ah awal yang kelam, tetapi ia bertekad untuk berjuang demi keluarganya. Cinta dan
*
n yang M
sederhana, di mana Ayah dan Ibu Aisha duduk di kursi kayu yang sudah mulai lapuk. Di meja, tum
gunnya kembali?" tanya Aisha, suaranya bergetar. Ia duduk di lantai de
yang terbaik. Tapi bank sudah menyita semua aset kita. Kita tidak bisa
nya apa-apa lagi?" tanya Ais
an yang terbaik untukmu dan Ibumu," ucap Pak
a ini?" Aisha beralih pada Ibu, yang dud
dalam keadaan seperti ini. Banyak orang yang kehilangan pekerjaa
al barang-barang di rumah ini?" Aisha mencoba berpikir positif. "Ata
usaha baru. Dan barang-barang ini, meskipun sederhana, adalah kenangan kita bersama
ng?" Aisha merasa putus asa. "Pak Usman s
arnya. Kita tidak bisa menyerah," kata Pak Ahmad, b
anya. Dia teringat saat mereka masih hidup bahagia, saat usaha mebel ayahnya berkembang da
Umi Khadijah di pesantren. Mungkin ada cara untuk mendapat
rbicara?" Aisha berkat
tanya Umi Khadijah, me
bel kami sudah disita bank, dan kami terjebak dalam hu
enar-benar situasi yang sulit. Apakah kamu sudah b
bantu. Kami merasa terasing, seolah kami membawa
ung. Saya akan membantu mencarikan solusi. Mari kita panggil beberapa santriw
sangat menghargainya," Ai
bersedia membantu kita, mungkin dengan menggalang dana dari santriwati d
ita harus berusaha," kata Ibu, meskipun
ua kesulitan ini. "Ya Allah, berikanlah kami petunjuk dan kekuatan untuk menghada
hadapi, tetapi ia bertekad untuk berjuang demi keluarganya. Dalam hatinya, dia berha
**