SEPOTONG COKLAT UNTUK KAMU
nyembunyikan senyum kecilnya, merasa malu tapi bersemangat pada saat yang sama. Cokelat itu bukan sekadar
ar seolah menjadi lebih cerah. Entah kenapa, Fajar merasa hari-harinya di sekolah jauh lebih berwarna sejak Mila pindah ke kela
abatnya, menepuk pundak Fajar sambil melirik
itu ke dalam laci. "Hush, jangan keras-
aj. Kalau kamu suka sama Mila,
a bilangnya? Aku nggak tahu harus ngomong apa. Jadi... ya,
anti," saran Ardi. "Tapi j
at itu sejak semalam, nyalinya tetap saja menciut setia
arah Mila. Setiap kali Mila tertawa atau tersenyum, Fajar merasa semakin gugup, tapi dia juga sem
uatkan hati. Dia melihat Mila keluar kelas bersama teman-temannya, men
ya, tiba-tiba berbisik dengan nada menggoda.
lak. "Ssst, Ardi,
jar mendekati Mila yang baru saja dudu
ggenggam sekotak cokelat yang telah ia siapkan. Jantungnya berdebar-debar. Dia berusaha bersikapan sekelas mereka, Beni, melihat cokelat itu dan berseru, "E
tertawa kecil, dan Mila pun tersenyum sambil menata
g. Dia ingin berbicara, tapi kata-katanya seolah tertahan di tenggorokan. B
pelan sambil menundukkan ke
nya. Fajar buru-buru memasukkan cokelat itu ke dalam sakun
n campur aduk-antara malu, kecewa, dan marah pada dirinya sendiri. Di belakang, Ardi hanya bisa menatap
h, memandangi cokelat yang masih ada di tangannya. Dia merasa bodoh. S
ing. "Fajar... jangan terlalu disesali, bro. Emang nggak
jadi bahan ejekan mereka. Aku nggak tahu apa M
au kamu benar-benar suka sama Mila, jangan gampang ny
menyemangati dirinya kembali. Mungki
n Mila tersenyum dan melontarkan pertanyaan sederhana tadi-"Itu cokelat buat aku?"-terus berputar di pikir
getkannya. "Fajar, kamu nggak mau makan
is. "Kamu benar, Di. Aku harusnya nggak nyerah sega
tu wajar, Faj. Semua orang pasti merasa gugup waktu mau bilang su
unya keberanian lebih, atau momen seperti ini akan terus lewat begitu saja tanpa has
l mengejek lagi?" tanya Ardi sambi
b Fajar, mencoba menguatkan dirinya. "Aku bakal kasih coke
ah, gitu dong! Besok, kalau ada yang ganggu, biar
kit berdiri, siap pulang ke rumah. Namun, sebelum mereka beranjak,
aj
ka, membawa buku di tangannya dan tampak sedikit ragu. Wajah Fajar langs
r, memberi tanda agar Fajar bicara. Namun, Fajar tetap
au bilang... kalau memang tadi cokelat itu buat aku
ertawakannya, tidak seperti yang ia bayangkan selama ini. Ia hanya
n cokelat itu pada Mila. "Ini... sebenarnyinar seolah dia benar-benar menghargai pemberian kecil itu. "Terim
igus bangga. Di sampingnya, Ardi mengangguk-angguk
jar... Ardi." Mila melambaikan tangan, lalu berjalan
i dengan wajah penuh rasa tak percaya. "
r dengan bangga. "Selamat, Faj! Ini bar
bagi Fajar. Untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa keberanian kecilnya itu berarti besar. Dan i
ambu