SEPOTONG COKLAT UNTUK KAMU
elat pada Mila mulai memudar, berganti dengan rasa malu yang mengganjal di dadanya. Setiap kali ia memikirkan ba
snya, aku bisa memberikan cokelat itu tanpa semua drama ini." Ia menggelengkan kepalanya
dur. Cokelat yang diberikan kepada Mila tadi, meskipun diterima dengan senang, kini terasa seperti beban. "Apa yang sebenarnya a
momen-momen bahagia lainnya. Namun, saat melihat satu foto yang menampilkan dirinya dan Mila, senyum
ipun aku merasa canggung, aku tidak boleh menyerah begitu saja." Ra
getik dengan cepat, "Di, aku butuh saran. Besok, aku pengen coba l
lalu dipikirin, Faj. Coba ajak Mila ngobrol di tempat yang lebih tena
g harus aku lakukan. Besok aku akan cari momen
yang lebih baik. Ia menggambar skenario di pikirannya, membay
la. Santai, ya," ujarnya sambil berlatih senyum dan gaya berbicara yang lebih percaya diri.
irnya tertidur dengan harapan dan sedikit rasa cemas. "Semoga
dirinya. Ia memilih pakaian dengan hati-hati, berusaha terlihat rapi dan menarik. Ia
ng. Ia mencari-cari Mila di antara kerumunan teman-temannya. Setelah beberapa saat, ia ak
l napas dalam-dalam dan melangkah maju. Namun, saat ia mendekat, Beni
cokelat lagi, nih?" seru
rah kali ini. Dengan penuh tekad, ia melangkah ma
n senyuman hangat. "Tent
canggung masih ada. "Aku... mau ngajak kamu ke taman, a
rasa penasaran. Fajar dan Mila berjalan menjauh dari kerumunan, menuju tempat yang lebih tenang
mereka terasa lebih tenang dan nyaman, jauh dari suara bising teman-teman lainnya. Fajar merasakan a
um. "Jadi, ada yang ingin kamu bicarak
a, sebenarnya... aku cuma mau bilang kalau... ehm, aku senang
seperti kamu sedang membawakan pid
tuk tetap tenang. "Maaf, aku cuma... bingung gimana
erasakan kegugupan Fajar. "Nggak usah khawatir.
arkan semua yang ingin ia katakan. "Jadi, kemarin aku kas
lalak sedikit. "Oh, kamu serius?" t
itu spesial. Kamu selalu bikin hariku lebih ceria," Faj
banget mendengar itu, Fajar. Sebenarnya, aku juga suka sama kamu, c
knya. Ia tidak percaya apa yang baru saja ia dengar. "Jad
erhatian," jawab Mila, matanya bersinar.
nghilang. "Kalau begitu, apa kamu mau... kita pergi ke taman setelah sekolah? A
Mila dengan semangat. "Kita bisa baw
ku siapkan semuanya. Aku nggak sabar untuk ngobrol leb
malu yang mengganjal sebelumnya perlahan-lahan menghilang digantikan oleh kebahagiaan yang sederhana namun bera
enasaran. Melihat interaksi antara Fajar dan Mila, Beni hanya bisa menggelengkan k
jar merasa lebih nyaman, dan dalam hatinya, ia tahu bahwa semua keraguan dan rasa malu itu akan terbayar dengan ind
ajar berdebar bukan karena canggung lagi, melainkan karena rasa bahagia yang menyelimuti hatinya. Keduanya sa
ambu