Di Sudut Memori
in. Di saat seperti sekarang, waktu itu terasa sangat berharga. Bagi operator bensin seperti kami. Karena hanya memiliki beberapa menit
ok. Dan, membuka kotak makanan yang kubawa. Menunya sangat menggugah selera. Selain nasi yang porsinya cukup untuk membuatku kekenyangan. Ada juga ayam sisit
ebenarnya sosok yang baik. Buktinya saja, walaupun aku sering kali berbuat kecerobohan. Entah itu lupa untuk absen sidik jari atau salah melakukan pengisian. Pak
itu kunci pada nozzle sudah dikembalikan ke awal. Atau, nominal pada mesin dan jumlah uang yang dibayarkan m
ang sendirian di ruang loker. Jadi, tidak perlu menjaga sikap saat menikmati makanan enak seperti sekarang. Pada satu suapan terakhir. Aku menoleh
sin dan juga tusuk sate. Aku meletakkan kotak makanan di samping meja kayu. Aku mencondongkan badan ke de
angan lupa bekap mulutnya. Pasti dia tidak bakalan cerita nanti," ucap seor
a bensin mencoba untuk melukaiku. Padahal mereka berdua cukup akrab denganku. Tidak bisa dibayangkan sama sekali mereka berpikiran seperti ipersendianku. Tanganku gemetaran dan pandangan mulai berkunang-kunang. Aku menggenggam kedua tangan di atas
baik anaknya dan polos
eskipun hanya Iwan mengusulkan itu. Oksigen yang kuhirup seakan telah menipis hingga membuatku harus bekerja ekstra untuk memasok udara yaelahnya. Tanganku yang terasa lemas, mengambil bekas nasi kotak dan botol air mineral, lalu memasukkan ke dalam tas plastik putih. Saat menoleh, baik Iwan atau Yuda terseny
etugas cleaning service bernama Yuda. Ia memiliki kumis dan jenggo
lesai. Sekarang baru
skipun rasanya takut sekali. Aku tidak boleh menunjukkannya. Ya, misalkan mereka menguru
memiliki wajah yang penuh dengan jenggot dan kumis tidak
dinya aku merasa kasihan setiap kali manajer menyuruhnya mengguntin
bensin makanan adalah Yuda dan Iwan. Aku hanya tidak menyangka dengan yang te
ku menjadi silau. Dan, kulitku terasa hangat. Rasa takut itu masih ada. Namun, aku tetap berjalan menuju pos mo
i?" tanya Dian lal
tnya untuk ditaruh di atas mesin pengisian bensin. Dan, berlari-lari kecil menuju ruang loker untuk beristirahat. Sa
karena ketakutan. Padahal di sini adalah tempat ramai. Tapi, pengecualian untuk ruang loker. Aku tidak
eman-teman operator bensin lain yang tidak percaya dan menganggap apa yang kukatakan hanyalah sebuah kebohongan. Dalam hati,
*
diletakkan di teras. Dan, membuka pintu lebar-lebar. Kejadian tadi waktu istirahat siang masih membayan
dua pegawai wanita di sana. Aku tidak pernah merasakan takut. Karena kehadiran teman-teman lain bagaikan sosok kaka
masuk dan berjalan menuju lokernya. Dulu aku selalu saja berbincang sejenak sebelum benar-benar pulang. Tapi, karena merasa terancam setiap kali berada satu ruangan dengan
ng akan p
ran adikku cukup sebagai penenang. Aku ingin bercerita. Tapi ragu kalau ada yang akan percaya. Jika menceritakan hal buruk ini
n mengerti dengan masalah yang kuhadapi. Kalau menceritakan kepada orangtuaku, alih-alih
rus. Bekerja keras di pompa bensin mampu menurunkan berat badanku beberapa kilogram. Tangan kananku menenteng sepatu boo
emudian, menceburkan diri ke dalamnya. Aku merasakan panas di dasar hati. Sebuah perasaan kecewa yang tak terucap melalui kata-kata. Serah itu sudah basah kuyup. Menyisakan sosokku yang terlihat menyedihkan. Tanganku mencengkeram kedua lutut dengan pa
u. Seperti dulu waktu terjatuh dari sepeda. Pengalaman kali ini berbeda dengan masalah-masalah lalu. Bukan
aku tidak ingin pergi dari sini. Melupakan kalau tadi bisa saja kejadian fatal terjadi. Siang ini mungkin adalah hari terburuk untukku.gi tangan yang gemetaran. Lalu
ring menawarkan sarapan kalau berpapasan di loker. Bahkan, beberapa kali sering berbincang. H
ari bak mandi dan membersihkan rumah seperti biasa. Semoga saja perasaanku akan membaik sebelum ibuku menemukan kondisiku yang menyedihka